Jelita masih belum menyerah untuk menemui pria yang pernah begitu menyukainya di masa lalu.
Hari ini ia kembali janjian dengan salah satu pria yang bersedia menemuinya di restoran tak jauh dari sebuah kampus.
Jelita sudah menunggu di restoran tersebut. Menurut informasi dari pria itu, dia akan datang terlambat karena ada mahasiswa yang hendak melakukan skripsi.
Oh, wah, ternyata dia dosen, batin Jelita.
Jelita kembali menunggu dengan sabar meski benar-benar merasa bosan. Berkali-kali Jelita memandangi layar gawai cerdasnya hingga satu jam telah berlalu.
Kemudian muncul notifikasi bahwa pria yang ditunggu Jelita justru membatalkan pertemuan mereka.
Jelita memutar bola matanya dan beranjak pergi dari tempat duduk untuk membayar pesanannya di meja kasir.
Tiba-tiba terdengar suara keributan di belakang Jelita.
"Permisi, ini saya bayar untuk meja sebelas!"
Seorang pria tiba-tiba menyerahkan kartu kredit miliknya ke arah kasir.
Jelita menoleh dengan tatapan sinis karena pria itu menyerobot antriannya.
"Sayang, tunggu!"
Pria itu bergegas pergi bahkan sebelum menyelesaikan pembayarannya.
"Lho, bukankah dia Sakura?" gumam Jelita.
"Anda mengenal beliau?" tanya kasir itu dengan ramah.
"Kebetulan kenal," jawab Jelita.
"Kalau begitu, tagihan beliau tolong Anda bayarkan sekalian ya. Karena tidak mungkin saya bisa proses hanya dengan kartu kredit seperti ini.”
"Oh, baiklah," sahut Jelita.
...***...
Usai melakukan pembayaran, Jelita menyusul ke area parkir. Ia berharap bisa menemui Saka untuk menyerahkan kembali kartu kredit milik pria itu yang ditinggal begitu saja di meja kasir.
Jelita tidak tahu mengapa ia harus bersembunyi saat mendapati pria itu sedang bertengkar dengan sang kekasih.
Oh, jadi wanita itu adalah kekasih Saka. Wah, sungguh masih begitu muda dan cantik, batin Jelita.
Terlihat wanita muda dan cantik itu menaiki taksi dan pergi meninggalkan Saka yang begitu emosi.
Jelita tidak perlu lama-lama bersembunyi, ia segera keluar dari tempat persembunyiannya, menghampiri Saka yang masih nampak dilanda emosi.
"Permisi, Kakak," Jelita menyapa Saka.
Saka tersentak kaget melihat kehadiran Jelita.
"Astaga! Kau lagi!" sentak Saka. "Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau sedang menguntitku?!"
"Oh, tentu tidak, Kakak!" sengit Jelita.
Ia tak terima dituduh menguntit pria itu.
"Aku kemari untuk menyerahkan kartu Kakak yang tertinggal di meja kasir sebelum proses pembayaran! Kakak ini entah lupa atau memang terburu-buru karena adiknya marah ya?!" ceplos Jelita.
"A-apa?!" Saka terperangah mendengar ucapan Jelita.
Jelita menyerahkan kartu kredit milik pria itu beserta kertas nota.
"Ini tagihan Kakak, saya terpaksa harus membayarkan lebih dulu. Jadi, Kakak mau bayar pakai uang tunai atau non tunai?" tanya Jelita.
"Oh, kalau memang non tunai, nanti aku akan minta tolong Tobias untuk membantuku menagihmu," lanjut Jelita.
"Tunggu! Sejauh mana yang sudah kau dengar?" tanya Saka.
"Dengar apa, Kakak?" tanya Jelita.
"Jangan berlagak tidak paham! Kau pasti sudah mendengar pertengkaranku dengan kekasihku!" sergah Saka.
"Oh, itu. Yah, aku dengar, kalau Kakak memang kebelet nikah ya silakan menikah tapi bukan dengan Sera. Sera mau menikah dengan Kakak tapi sepuluh tahun lagi," Jelita menirukan ucapan kekasih Saka.
Saka mendelik gusar, ia bahkan harus menutup matanya untuk menahan rasa kesal yang meluap-luap.
Pertengkarannya dengan Sera diketahui oleh wanita buruk rupa ini?
"Ups, ternyata kekasihmu yang ingin kau nikahi itu masih bocil ya," komentar Jelita sambil menutup mulut dengan tangannya.
"Aku tidak butuh komentarmu, dasar nenek peyot!" geram Saka.
"A-apa?! Nenek peyot?!" Jelita terperangah.
"Ya! Nenekku bahkan masih lebih cantik darimu!" sergah Saka.
Jelita memutar bola matanya. Ia harus menahan diri agar emosinya tidak terpancing.
"Terserah kau mau bilang apa, Kakak! Yang pasti kau harus membayar tagihanmu yang sudah kubayarkan lebih dulu!" ucap Jelita.
"Baiklah! Aku akan membayarmu tunai! Aku tidak mau berurusan denganmu lagi!" tukas Saka sambil merogoh saku jasnya untuk mengeluarkan dompet.
Namun tidak ada selembar pun uang tunai dalam dompetnya.
"Kebetulan sekarang aku tidak ada uang tunai, aku akan transfer, berapa nomor rekeningmu? Akan kubayar lima kali lipat," ucap Saka sambil membuka gawai cerdasnya.
Muncul pemberitahuan bahwa daya baterai gawai cerdasnya menunjukkan indikasi sangat rendah sehingga aplikasi perbankan tidak bisa dibuka.
"Baterai ponselku sangat low, aku tidak bisa transaksi sekarang," kata Saka.
Jelita memicingkan matanya, Saka merasa tersinggung dengan sikap Jelita.
"Hei, Monalisa! Kau pikir aku tidak bisa membayarmu? Aku pasti akan membayarmu!"
Hah? Monalisa?! batin Jelita.
"Aku tidak bilang apa-apa," cibir Jelita.
"Ikut aku. Kita pergi ke ATM terdekat," ajak Saka.
"Oh, maaf ya, aku tidak punya waktu untuk ikut bersamamu karena aku sudah ada agenda lain," tolak Jelita.
"Lantas, bagaimana aku bisa membayarmu kalau kau tidak bersedia ikut denganku?" tanya Saka.
"Kau bisa transfer nanti, akan kuberi nomor rekeningku," jawab Jelita.
"Oh ya, nanti aku akan minta tolong Tobias untuk menanyakan nomor telepon agar aku bisa menghubungimu," kata Jelita sebelum pergi.
Hah?! Toby?! batin Saka.
Seketika benak Saka dipenuhi dengan kemungkinan bahwa Jelita akan membocorkan masalah ini pada Toby. Rencana pernikahan Saka jadi bocor pun gara-gara ulah Toby dan Ezra, apalagi jika mereka sampai tahu bahwa rencana pernikahan Saka jelas harus batal karena Sera belum bersedia menikah.
"Tunggu!" Saka menghadang langkah Jelita.
"Permisi, aku harus pergi," Jelita bergegas pergi.
"Tunggu!"
Saka menarik tangan Jelita dan menahannya.
"Hei! Kita bukan siapa-siapa! Jadi tolong jangan pegang-pegang!" Jelita menyentak tangan Saka.
"A-apa?!" Saka terperangah.
Apa-apaan wanita buruk rupa ini?! Sudah jelek, sombong pula! Siapa juga yang mau pegang-pegang dia! batin Saka mengumpat kesal.
"Ehem, baiklah, aku tidak akan menyentuhmu," Saka mengangkat kedua tangannya ke udara.
"Tapi, setidaknya, mari kita bicarakan masalah ini baik-baik.”
...***...
Para pengunjung kafe berkasak-kusuk melihat ke arah Jelita yang saat ini sedang duduk berhadapan dengan sosok pria tampan yang menyita perhatian pengunjung.
Jelita menyesap teh hijau dingin yang dipesannya selagi menunggu pria di hadapannya masih sibuk berkutat di depan gawai cerdas dengan daya yang sedang terisi.
"Ehem, sebelumnya aku minta maaf atas perkataan dan sikapku yang mungkin kasar padamu," kata Saka.
"Ya, kau memang kasar dan arogan," sahut Jelita.
"Ehem, terima kasih atas sikapmu yang sangat berterus terang," ucap Saka sambil menahan rasa kesalnya.
"Bagaimana? Apa kau sudah mau membayar tagihanmu?" tanya Jelita.
"Ehem, ya, sebentar masih mengisi daya," jawab Saka.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku selain masalah tagihanmu?" tanya Jelita langsung pada intinya.
Saka menghela napas berat, mati-matian ia menahan rasa kesalnya pada wanita buruk rupa yang sudah mengancam ketenangan hidupnya.
"Baiklah, begini…," kata Saka menggantungkan kalimatnya.
Jelita memicingkan matanya membuat ekspresi horor yang membuat Saka seakan sedang memandangi lukisan Monalisa yang menyeramkan.
"Berhubung kau sudah secara tidak sengaja mendengar pembicaraanku yang tidak seharusnya kau dengar. Aku meminta tolong secara personal padamu untuk merahasiakan hal tersebut pada siapa pun dan sampai kapan pun," ucap Saka dengan tegas.
Jelita mengaduk-aduk teh hijau dingin dalam gelasnya, membuat es batu saling bertabrakan di dalam gelas.
Kenapa wanita ini belum juga berkomentar? Apa dia pikir aku bercanda? batin Saka bertanya-tanya.
"Aku akan memberimu kompensasi dalam bentuk apa pun yang kau inginkan, jika kau bersedia menutup mulutmu terhadap masalah pribadiku," lanjut Saka.
Jelita menarik sudut bibirnya.
"Oh, apakah lamaranmu yang ditolak itu merupakan aib bagimu?" tanya Jelita.
"Bukankah itu sudah jelas, makanya aku sampai meminta tolong padamu secara personal seperti ini dan bahkan bersedia memberimu kompensasi?" Saka balik bertanya.
Jelita kembali menyesap minumannya.
"Hmm, jadi kau sungguh akan memberiku kompensasi apa pun?" tanya Jelita.
"Tentu saja. Hanya saja, jika kau sampai melanggar kesepakatan kita, akan ada konsekuensi yang harus kau terima," jawab Saka diplomatis.
"Jadi, bagaimana? Apa kita bisa membuat kesepakatan?" tanya Saka.
Jelita kembali menarik sudut bibirnya.
"Tidak, terima kasih, aku tidak tertarik untuk membuat kesepakatan apa pun denganmu," jawab Jelita sambil tersenyum mengejek.
"Saat ini yang aku butuhkan adalah kau harus membayar tagihanmu."
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments