Suara Bu Darminto sedikit mengusik Tono yang dari tadi duduk mematung dengan kedua tangan nya ada di sisi kanan kiri piring itu. Dia sedikit mengangkat kepala nya memandang Bu Darminto dengan senyum canggung.
"Ya Bu" jawab singkat lelaki tua yang dari tadi berdiri di sebelah kiri belakang pundak nya Bu Darminto.
Ia mengenakan baju surjan warna coklat bergaris-garis hitam (surjan adalah salah satu jenis baju adat jawa) di padu dengan blankon coklat yang sudah memudar warna nya.Lelaki tua itu yang kisaran umur 69 tahun bergegas mengambil ceting anyaman bambu yang berada di meja kayu sebelah kiri belakang nya.
Dia memulai mengambilkan nasi untuk tamu di barisan kiri depan sampai ke ujung dan memutar ke sebelah kanan. Tono mendapat jatah nasi terakhir.
Lelaki tua itu diam sejenak berdiri di sebelah kirinya Tono, sambil tangan kanan nya mengambilkan nasi untuk centongan ke dua, dan tangan kirinya melingkari ceting bambu yang berukuran sedang.
Kedua mata lelaki tua itu menatap tajam Tono, tapi ia tak menyadari nya, karena dia fokus menatap nasi yang di taruh ke piring nya.
"Pak jarwo" tegur Bu Darminto singkat
Dengan kedua mata nya mengintimidasi lelaki tua itu dan sedikit menggelengkan kepala ke kanan, sebuah isyarat bahwa dia menyuruh lelaki tua berjanggut ikal uban untuk keluar.
Ia pun yang tadi mematung sejenak menatap Tono, segera bergegas pergi ke arah pintu keluar dapur yang menghubungkan taman belakang, dengan kaki kiri sedikit pincang.
"Perkenalkan anak-anakku, ini penghuni baru rumah kost saya, namanya nak Tono" ucapnya dengan kedua mata memandangi anak-anak kost nya yang duduk mematung di kanan kiri meja makan.
Tono pun yang dari tadi kepala nya agak tertunduk, mengangkat kepala nya untuk memandangi mereka dengan senyum ramah yang terkesan di paksakan. Spontan semua tamu undangan makan malam yang ada di situ mengangkat kepala nya dan menatap serius dirinya dengan tatapan sedih.
Seolah-olah mereka ingin mengatakan supaya ia keluar dari rumah terkutuk itu, sebelum berakhir tragis seperti mereka. Tono pun jadi gugup, dia gak bisa membaca sorot mata mereka. Andaikan ia bisa mengerti arti tatapan tatapan mereka, mungkin Tono bisa selamat.
"Silahkan di nikmati ayam goreng nya anak-anakku" suara tiba-tiba Bu Darminto itu memecah keheningan sesaat.
Tono pun mengalihkan pandangan nya dari mereka, dan kini ia fokus ke hidangan yang ada di depan nya, begitu juga mereka.
Setelah semua nya selesai menikmati hidangan ayam goreng beserta sambal dan lalapan nya, ia menutup makan malam itu dengan beberapa teguk air putih yang dari awal sudah ada di samping kanan piring nya.
Sesaat di ruangan itu suasana nya hening, setelah tadi sebelum nya terdengar ramai instrument piring dan sendok saling beradu.
"Maaf Bu, saya pamit duluan. Mata saya seperti nya sudah terasa ngantuk Bu" izin Tono kepada Bu Darminto, dengan nada hati-hati karena takut menyinggung hatinya dan menatap dengan sorot mata setengah takut.
Bu Darminto yang sedang membungkuk menyelesaikan makan nya, berhenti sejenak. Mencoba meluruskan punggung nya pelan-pelan dengan kedua matanya melirik tajam ke arah Tono yang pasang muka cengar cengir.
Ketika punggung nya ke posisi tegap, Bu Darminto merubah mimik wajah nya menjadi ramah. Padahal di hati nya sedang menahan amarah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments