Bab 10

"Aku tidak menyangka dibalik jilbab yang panjang itu tersembunyi sesuatu yang menakjubkan. Apalagi lagi pinggang Aylin juga sangat ramping, lalu aroma tubuhnya ... Ah tidak-tidak, ada apa denganku? Kenapa aku jadi memikirkan wanita itu?" gumam Alvian seraya terus memukul kepalanya sendiri untuk mengembalikan akal sehatnya.

***

Wajah Aylin masih terlihat memerah, ia merasa sangat malu saat tubuhnya menghantam suaminya.

Dalam jarak sedekat itu Alvian terlihat sangat tampan, hanya saja ia pemarah dan juga menyebalkan.

"Andai saja Mas Alvian bersikap baik, dia pasti akan menjadi lelaki yang sempurna," batin Aylin.

Tapi, seketika Aylin tersadar, sikap buruk Alvian hanya ditunjukkan padanya.

Terbukti saat ia melihat kebersamaannya dengan Riana yang begitu manis dan lembut.

Aylin menangis, walau ia belum mencintai Alvian namun ia juga memiliki rasa cemburu.

Karena ia adalah seorang istri, yang lebih berhak mendapat segala kasih sayang dan perhatian dari Alvian.

"Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan jika dia membenciku seperti ini?" batin Aylin.

Sesaat kemudian Aylin teringat dengan belanjaannya tadi, ia yakin jika peralatan masak dan bahan masakan yang ia beli masih berada di mobil suaminya.

Dengan sikap Alvian yang seperti itu sudah pasti ia tidak akan mau membantunya.

Aylin sedikit membuka pintu lalu melongokan kepalanya, setelah memastikan suaminya tak terlihat ia mulai berani keluar.

Aylin masih merasa malu dengan kejadian tadi, jika bertemu saat ini hanya akan membuat mereka semakin canggung dan salah tingkah.

"Sebaiknya aku membereskan barang-barang dan memasak saja, tadi pagi aku hanya sarapan bubur ayam dan sekarang perutku sudah lapar," batin Aylin.

Dengan semangat Aylin menata rapi semua belanjaanya, melihat isi kulkas yang penuh dengan bahan makan dan cemilan membuat hatinya merasa senang.

"Besok aku sudah mulai mengajar, jadi setelah makan siang aku ingin membaca novel di taman sambil makan camilan," gumam Aylin.

Karena sudah tinggal berdua, Aylin masak dengan porsi untuk dua orang saja.

Tak lupa, ia juga menyiapkan kue untuk makanan penutupnya nanti.

Kemudian Aylin ingat jika di halaman belakang ada pohon mangga berbuah dan sudah matang.

"Dari pada mubazir sebaiknya aku petik saja, aku bisa menjadikannya jus segar," Aylin bermonolog seorang diri.

Aylin sama sekali tidak merasa kesulitan untuk memetik buah itu, karena pohon mangga itu belum tumbuh terlalu tinggi.

"Sepertinya pemilik rumah sebelumnya sangat rajin, di sini ada banyak pohon buah-buahan," batin Aylin senang.

Begitu Aylin kembali ke dapur, rupanya sudah ada Alvian di sana yang tengah makan.

Aylin tidak berani menatap wajah sang suami, ia takut akan terkena marah.

Begitu pun dengan Alvian yang kini hanya fokus makan.

"Kamu harus banyak belajar memasak, rasanya sangat tidak enak. Nanti malam aku makan di luar saja," ucap Alvian ketus.

"Iya," jawab Aylin seraya mengulum senyum.

Alvian mengatakan jika makanan itu tidak enak, tapi makanan di meja sudah hampir habis.

Bahkan kue milik Aylin hanya tinggal separuh.

Saat Alvian ingin meraih kue itu lagi, Aylin langsung lebih dulu menarik piringnya.

"Maaf kalau tidak enak, sebaiknya kamu minta dimasakkan Riana saja," sindir Aylin.

"Riana tentu saja masakannya lebih enak daripada kamu," jawab Alvian kesal.

"Syukurlah kalau begitu, jadi lain kali aku tidak perlu memasak untukmu," jawab Aylin santai.

"Ya tidak bisa begitu, enak saja kamu sebagai istri tidak punya tanggung jawab!" sergah Alvian.

"Kamu tidak takut kalau aku racuni?" goda Aylin.

"Memangnya kamu berani?" jawab Alvian tak mau kalah.

"Kenapa aku harus takut?" tantang Aylin.

"Oh, jadi kalau aku mati kamu langsung mau menikah dengan Riko?" cibir Alvian menatap sengit.

Aylin malas kembali bertikai dengan suaminya, dia memilih untuk membuat jus lalu mengambil novelnya di kamar.

Saat hendak ke luar rumah ia melirik kuenya yang kembali berkurang, Aylin sungguh ingin tertawa.

"Punya suami. Kenapa tidak tahu malu sekali," batin Aylin kesal sekaligus gemas.

Alvian merasa cukup puas dengan masakan istrinya, walaupun tidak seenak masakan mamanya tapi masih bisa diterima oleh lidahnya.

Meskipun sebenarnya ia sangat sangat pemilih dalam hal makanan.

"Tidak buruk juga menikah dengan Aylin, aku bebas dari Papa dan Mama sehingga aku bisa lebih sering bertemu dengan Riana. Sedangkan Aylin, aku anggap saja sebagai pembantu rumah tangga untuk mengurusku," batin Alvian menyeringai.

Tiba-tiba Alvian teringat dengan kekasihnya, Riana pasti akan marah karena tadi ia mengingkari janjinya.

Alvian segera menghubungi Riana, namun Riana tak kunjung menerima panggilannya.

"Tuh kan, dia marah," gumam Alvian cemas.

Alvian kembali mencoba menghubungi Riana, tapi sekarang justru nomor Riana tidak aktif.

Meskipun sebenarnya Alvian bukan hanya memiliki satu kekasih, ia juga memiliki kekasih lain bernama Luna yang saat ini tengah menempuh pendidikan di luar negeri.

Mereka berdua belum mengakhiri hubungan, namun sudah tidak berhubungan lagi, Alvian merasa marah karena Luna lebih mementingkan cita-citanya dibanding dirinya.

Jika dibandingkan dengan Riana, sebenarnya Alvian mencintai Luna.

Tapi sayangnya gadis itu keras kepala dan sangat mandiri.

Berbeda dengan Riana yang selalu ada dan bergantung padanya sehingga Alvian merasa sebagai pria teramat sangat dibutuhkan.

Apalagi Luna tidak terlalu suka untuk diajak bersenang-senang, sehingga ketika berkumpul dengan sahabatnya Luna selalu terlihat canggung.

Maka dari itu saat ini Alvian hanya memprioritaskan Riana.

"Riana semakin lama semakin tidak asyik, mudah marah dan ini itu. Menyusahkan sekali, apa aku mencari pengganti lain saja ya? Tapi sangat sulit mendapatkan wanita secantik Riana," gumam Alvian menggenggam erat ponselnya.

Alvian merebahkan tubuhnya di kamar, ia melihat akun media sosial milik Luna.

Prestasi demi prestasi diraih oleh Luna yang ia bagikan di akun media sosial, dalam hati Alvian merasa bangga sekaligus merasa kesal.

"Luna memang perempuan yang berkelas, namun Riana tetap lebih cantik. Saat bersama Riana aku merasa bangga dan membuat teman-temanku merasa iri," batin Alvian.

Akhirnya Alvian memutuskan untuk mempertahankan Riana saja, kecuali jika suatu saat nanti ia menemukan perempuan yang lebih cantik dan menarik dari Riana.

Alvian bangkit dari ranjang, membuka jendela kamarnya untuk menghirup udara segar, namun tanpa sengaja ia melihat istrinya berada di halaman tengah membaca buku.

"Ya Tuhan .. kenapa dia betah sekali menyendiri? Mumpung dia sedang di luar, sebaiknya aku masuk ke kamarnya. Siapa tahu aku bisa menemukan foto Aylin saat tidak memakai cadar," batin Alvian.

Alvian segera menyelinap ke dalam kamar Aylin, setelah berhasil menyusup masuk, ia berusaha mencari di dalam lemari.

Hingga akhirnya matanya tertuju pada sebuah album foto.

Bibirnya mengukir senyum seraya meraih album foto itu.

Tapi, baru saja ia hendak membuka album itu, terdengar suara langkah kaki yang hendak masuk.

************

************

Terpopuler

Comments

Nurhayati Nia

Nurhayati Nia

ah dasar si alvian raja gengsi.. aku sumpahin kamu bakal bucin akut sama ayilin

2025-02-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!