"Tunggu dulu! Aku tidak boleh terpedaya olehnya, aku hanya mencintai Riana dan hanya dia perempuan yang paling cantik. Hanya matanya saja indah, belum tentu dengan bagian yang lainnya," batin Alvian lagi setelah mengembalikan akal sehatnya.
Alvian mencoba mengusir bayang-bayang kedua mata istrinya, bahkan dia sampai kembali terbangun untuk mengambil parfum miliknya sendiri demi menghilangkan aroma tubuh istrinya.
"Seperti lebih baik, " gumam Alvian.
Namun, pikiran dan raganya seolah saling bertentangan, Alvian merasa bagian tubuh sensitifnya menegang tegak tak terkendali.
"Sial, kenapa dia harus bangun di saat seperti ini ..."
Alvian mengacak rambutnya frustasi dan langsung masuk ke kamar mandi demi menghilangkan hawa panas di tubuhnya.
Hasrat di tubuh Alvian terpancing untuk bangkit, sebagai pria normal teramat sangat wajar jika tubuhnya bereaksi ketika berada satu kamar dengan lawan jenis.
Aylin yang juga belum bisa terlelap semakin merasa heran dengan tingkah suaminya yang begitu aneh.
"Kenapa dia mandi malam-malam begini? Apakah aku ini seburuk itu sampai bersentuhan denganku saja dia merasa jijik?" batin Aylin dengan polosnya.
**
**
Keesokan harinya, Aylin tak kuasa menahan air matanya saat dia harus pindah rumah, dan hal itu membuat Alvian merasa sangat kesal.
"Kita ini hanya akan pindah rumah, bukan pindah ke alam lain. Kenapa sampai harus menangis?" cecar Alvian.
"Alvian, kamu sungguh anak yang tidak memiliki perasaan. Aylin saja merasa sedih berpisah dengan Mama dan Papa, tapi kamu malah bersikap acuh seperti itu," ucap Mama Veny di sela isak tangisnya.
"Kita hanya berpisah dengan jarak 30 menit dari sini, jadi, tidak perlu banyak drama."
Plak...
Pak Bastian memukul kepala putranya cukup keras, sedangkan Alvian hanya menyeringai sambil menahan sakit.
Kalau sudah begini dia tidak akan berani melawan Papanya yang sangat tegas.
"Ma, Pa, kalau gitu Aylin pamit dulu ya? Jangan lupa nanti jenguk kami," pinta Aylin.
"Iya, Nak. Kamu kalau mau makan apa-apa, bilang saja pada Mama, nanti masakan dan mengantarnya ke rumah kamu," jawab Mama Veny lembut.
Alvian semakin merasa terabaikan, dia masuk ke mobil lebih dulu dan membanting pintu mobil dengan keras.
"Aylin, ayo cepat berangkat!" sentak Alvian.
"Alvian, jika kamu sampai berani menyakiti Aylin, kami akan mencoretmu dari kartu keluarga!" ancam Pak Bastian.
"Iya, Pa. Aku ini hanya sedang buru-buru karena di kejar waktu. Assalamualaikum," jawab Alvian berubah santai.
"Waalaikumsalam," jawab Pak Bastian dan Mama Veny bersamaan.
Alvian segera melajukan mobilnya secara perlahan, setelah keluar dari wilayah perumahan orang tuanya ia mulai menambah kecepatan.
Aylin merasa sangat takut, hanya bisa beristighfar dalam hati memohon perlindungan Allah.
Karena ia yakin jika dirinya protes, suaminya akan berbalik marah padanya dan semakin menambah kecepatan.
"Aylin, pokoknya mulai sekarang apapun yang terjadi antara kita berdua jangan pernah melibatkan Papa dan Mama. Jangan karena mereka membelamu, kamu menggunakan hal itu untuk melawanku!" ancam Alvian.
"Iya," jawab Aylin pasrah.
"Dan satu lagi, aku ingin kamu tetap mengerjakan tugas sebagai seorang istri. Mulai dari memasak, bersih-bersih rumah, karena aku tidak ingin ada pembantu. Bukannya aku tidak mampu membayar, tapi aku tidak suka ada orang lain di rumahku!"
"Iya," jawab Aylin singkat.
"Awas saja kalau masakan kamu tidak enak, aku setiap pagi sebelum bekerja sudah terbiasa sarapan di rumah!"
"Iya."
Setelah peringatan panjang lebar Alvian, kini keduanya sama-sama terdiam.
Alvian fokus menyetir sedangkan Aylin menatap ke arah luar jendela.
"Mungkin ini sudah takdir hidupku, mengeluh sebentar saja wajar karena aku hanya manusia biasa yang memiliki hati dan perasaan. Namun, aku tetap tidak boleh menyerah, anggap saja semua ini adalah ujian hidup sebagai penghapus dosa-dosaku," batin Aylin dengan tatapan kosong ke arah luar.
Tak lama kemudian mereka sampai di sebuah perumahan yang ukurannya cukup besar.
Aylin hanya bisa menghela nafas panjang saat membayangkan betapa lelahnya nanti jika ia mengurus rumah itu seorang diri.
Belum lagi ia juga harus berangkat pagi untuk mengajar mahasiswa.
"Aylin, kamu ingat ya! Aku ingin rumah ini selalu dalam keadaan bersih dan rapi! "
"Iya."
"Bisa tidak kamu menjawab selain iya... iya.. saja! " sentak Alvian.
"Lalu aku menjawab apa, Mas? Aku diam nanti kamu pikir aku tidak punya telinga. Aku menjawab tidak mau, nanti aku, kamu anggap sebagai istri yang tidak patuh!" sindir Aylin.
"Sudah lah, cerewet kamu!" umpat Alvian seraya keluar dari dalam mobil, ia membuka bagasi dan hanya mengambil koper miliknya saja.
Aylin segera menyusul, sebelum masuk ke dalam rumah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah yang ternyata memiliki sebuah halaman yang indah.
"Wah... Sepertinya membaca novel di sana akan sangat menyenangkan," batin Aylin seraya menatap sebuah gazebo.
"Aylin, cepat masuk!" teriak Alvian.
"Iya, tidak perlu sampai berteriak, aku masih bisa mendengar suara kamu, Mas," protes Aylin.
"Salah sendiri kamu lambat sekali seperti siput," jawab Alvian tidak mau kalah.
"Bukankah Mas Alvian tidak suka melihatku? Lalu kenapa Mas Alvian terus memanggilku?"
"Aku hanya ingin mengatakan jika mulai sekarang kita pisah kamar, aku di sebelah kanan dan kamu di sebelah kiri!"
"Iya, terima kasih banyak," jawab Aylin tampak senang lalu melangkah lebih dulu ke arah kamarnya.
"Hey, aku belum selesai bicara!" teriak Alvian.
"Ada apa lagi, Mas Alvian .... ?" tanya Aylin seraya dengan malas menoleh, menghadapi manusia seperti suaminya ini memang butuh kesabaran yang sangat ekstra.
"Setelah ini kamu belanja untuk keperluan dapur, karena ini rumah baru jadi semuanya masih kosong!"
"Iya, Mas." jawab Aylin dengan segala kesabarannya.
Alvian mengecek sedang mengecek beberapa laporan bulanan yang di kirim dari berbagai cabang.
Dirinya sedang menahan rasa lapar karena sedikit lagi pekerjaannya akan segera selesai.
"Sayang... Serius sekali kerjanya?" sapa Riana seraya bergelayut manja di pundak Alvian.
"Eh, tumben kamu datang tanpa memberi kabar dulu?" tanya Alvian seraya mengukir senyum.
Rasa lelah yang sejak tadi Alvian rasakan seketika sirna setelah bertemu dengan sang pujaan hati.
"Aku memang sengaja ingin memberikan kejutan untukmu," jawab Riana seraya menyodorkan kotak makanan.
"Ini kamu yang masak?" pekik Alvian kaget.
"Tentu saja bukan, aku mana bisa memasak. Nanti kuku aku rusak dan tidak cantik lagi," jawab Riana manja.
"Ah iya, untuk apa repot-repot memasak kalau bisa beli?" ucap Alvian sambil membuka kotak makanan tersebut dengan penuh rasa bahagia.
"Pelan-pelan makanya, Sayang. Kamu terlihat seperti orang yang belum makan," ucap Riana, membantu Alvian membuka kotak makanan yang dibawanya.
"Aku memang belum makan, tadi pagi aku baru saja pindah ke rumah baru," jawab Alvian.
"Wah, enak dong bisa berduaan dengan istri, menikmati bulan madu," sindir Riana.
"Kamu cemburu ya? Tapi tenang saja aku dan Aylin tidur di kamar berbeda kok. Masa iya kamu meragukan kesetiaanku?" jawab Alvian seraya mengangkat dagu perempuan cantik itu.
"Iya, aku percaya," ucap Riana dengan ekspresi sedikit murung.
"Setelah ini kamu mau kemana?" tanya Alvian di sela mengunyah makanannya.
"Aku mau belanja keperluan untuk Kakakku yang di penjara, kasihan sekali dia, tapi aku juga tidak berani menjenguk secara langsung karena takut aku akan dicurigai," jawab Riana manja.
"Benar sekali, kamu minta saja saudaramu yang lain agar aman. Tapi lain kali jangan bertindak sembrono. Walaupun Aylin menyebalkan tapi dia bukan orang jahat," bujuk Alvian.
**********
**********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments