🙏 Jangan lupa tinggalkan like dan komen ya🙏 Happy reading....
Giska kembali mengatur napasnya, setiap kali ia berhadapan dengan Bram, rasa takut nya selalu muncul, namun sebisa mungkin ia menyembunyikan nya.
"Aku pasti bisa menghadapi semua ini." Gumam nya. Ia pun langsung menyiapkan makanan untuk Bapak nya.
Tak lama kemudian, nampak Bram sudah selesai mandi, tubuhnya terlihat segar, Bram pun langsung duduk, dan makan, makanan yang Giska siapkan. Bram makan dengan sangat lahap nya, meskipun hanya dengan tumis kangkung dan tempe goreng saja, menurutnya itu sudah sangat bersyukur, daripada ia tak bisa makan sekali.
Giska seketika meneteskan air mata nya, melihat Bapak nya makan dengan sangat lahap dengan lauk seadanya.
"Kau kenapa, Gis? apa kau sudah makan?" tanya Bram yang melihat putrinya hampir menangis.
"Eh, Giska tidak apa-apa, Pak. Giska tadi sudah makan." Dengan cepat ia mengelap air mata nya.
"Kenapa kau menangis?"
"Giska, kasihan melihat Bapak, dari dulu Bapak selalu bekerja keras, tetapi hidup kita selalu begini-begini saja, Pak." Ucap nya, air mata nya kembali mengalir dengan sendiri nya.
"Kau jangan bicara seperti itu, kita harus beryukur karena sampai detik ini masih diberikan kesehatan, kita harus bersyukur setiap hari masih bisa makan. Rezeki sudah ada yang mengatur, Gis, Kita di beri rezeki segini saja itu sudah bersyukur." Tutur Bram.
"Maafkan Bapak yang belum bisa membahagiakanmu, Gis." Batin nya, ia menahan kesedihan nya.
"Iya, Pak."
Sikap Bram yang seperti ini, terlihat ia tulus menyayangi Giska, pasti semua orang tidak akan percaya jika Bram mampu berbuat hal buruk kepada Giska, Bram memang orang yang baik, namun entah kenapa Bram bisa melakukan hal itu terhadap Giska, rasa nya Bram seperti memiliki 2 kepribadian ganda, sikapnya sungguh jauh berbeda. Apa mungkin Bram kerasukan jin jahat atau bagaimana, itu yang sampai saat ini tidak di ketahui Giska.
"Pak, ada yang ingin Giska bicarakan." Ucap Giska yang melihat Bapak nya sudah selesai makan.
"Katakan, ada apa?"
"Pak, Giska ingin bekerja."
"Kau itu masih kecil, tugasmu hanya sekolah, jangan mikir yang lain-lain." Ucap Bram.
"Tapi, Pak. Giska tidak ingin menyusahkan Bapak, sekolah SMA pasti perlu banyak biaya, Pak."
"Tidak."
Giska menghembuskan napas nya, ia pun masuk ke dalam kamar nya, ternyata benar dugaan nya, ia akan sulit mendapat izin dari Bapak nya, kini harapan satu-satu nya ialah Yuli.
"Semoga Mbak Yuli bisa meyakinkan, Bapak." Gumam nya.
"Giska... Giska..." Panggil Yuli.
"Gis, ada Yuli mencari mu!" panggil Bram.
"Iya, Pak." Giska pun keluar menemui Yuli.
"Eh, Mbak. Ayo sekarang Mbak, tolong bicara dengan Bapak," bisik Giska sembari mengedipkan sebelah mata nya.
"Pak Bram, bisa kita bicara!" Yuli memanggil Bram.
Kini Yuli dan Bram tampak terlibat perbincangan yang serius, setelah lama berbincang, akhir nya Bram pun menuruti keinginan Giska, dengan banyak pertimbangan, ia juga tidak ingin egois karena menghalang-halangi putri nya. Meskipun berat, namun ia menyetujuinya.
"Terimakasih, sudah mengizinkan Giska bekerja, Pak." Ucap Giska, wajahnya terlihat bahagia, senyum nya tak henti-henti menghiasai wajah nya.
"Iya, memangnya kapan kau akan lulus, Gis?" tanya Bram.
"Besok hari pengumuman kelulusan, Pak." Jawab Giska.
"Baiklah."
"Besok aku antarkan, kau melihat tempat kerjamu, Gis." Ucap Yuli.
"Baiklah, Mbak, terimakasih ya, Mbak." Ucap Giska. Yuli pun mengangguk, ia juga sekalian pamit pulang.
"Pak, Giska boleh tidak pergi ke rumah Trias?"
"Besok saja, ini sudah petang, Gis." Tutur Bram.
"Hmm, baiklah, Pak."
*******
Keesokan pagi nya, matahari sudah menampakkan wujud nya, sinarnya menelusup masuk dari celah-celah jendela, burung-burung nampak berkicau ria, suara ayam, dan suara kambing milik tetangga terdengar saling bersautan, di sekeliling rumah Giska memang masih banyak di tumbuhi pepohonan, itu membuat udara pagi hari terasa sejuk.
Giska membuka mata nya sempurna, ia segera bangun lalu duduk sejenak di tepi kasur nya, lalu ia bangun dan segera menuju kamar mandi, tak lupa ia juga sudah membawa seragam sekolahnya ke kamar mandi, karena di kamar nya tidak memiliki pintu, maka ia selalu mengganti pakaian di kamar mandi.
15 menit berlalu, Giska nampak sudah rapi, ia mengenakan seragam putih biru, tak lupa ia menggantungkan dasi berwarna biru di kerah bajunya, penampilannya simple, namun ia masih terlihat cantik.
"Pak, uang saku." Giska berucap sembari mengenakan sepatu nya.
"Kau tidak sarapan dulu?" tanya Bram sembari memberikan uang 5 ribu kepada Giska, Giska pun langsung menerima nya.
"Tidak, Pak."
"Giska berangkat dulu, Pak." Pamit nya, sembari mencium punggung tangan Bram.
"Hati-hati."
"Iya, Pak."
Giska mulai mengayuh sepeda nya, hingga tak lama ia tiba di salah satu rumah teman nya, ia pun berhenti sesaat, lalu ia kembali melanjutkan mengayuh sepeda nya.
"Astaga, aku lupa jika Nova hari ini libur, untung saja aku belum memanggilnya tadi." Gumam nya.
Nova ialah adik kelas Giska, mereka belajar di sekolah yang sama, mereka berdua pun setiap hari selalu berangkat bersama.
Setiap pagi Giska selalu mengayuh sepeda nya dengan santai, ia juga tak takut akan terlambat meskipun jarak sekolahnya lumayan jauh, karena jalanan nya ada 2 turunan yang sangat tinggi, jadi ia sepedanya bisa menggelinding keras tanpa perlu dikayuh keras-keras.
Jika pagi ia selalu diuntungkan dengan jalan yang menurun, berbeda saat hendak pulang sekolah, Giska harus kuat menahan rasa capek nya, ia harus bisa menaiki jalanan dengan 2 tanjakan yang tinggi itu.
..........................
Di salah satu sekolah SMP Negeri di kota Surabaya, semua siswa siswi kelas 9 tampak berjingkrak-jingkrak, mereka baru saja menerima laporan kelulusan, dan semua siswa siswi di nyatakan lulus. Rasa bahagia nampak terlihat di wajah mereka semua, para guru pun ikut bangga dan bahagia karena murid nya tidak ada yang tidak lulus.
Mereka semua memiliki cara masing-masing untuk merayakan kelulusan mereka. Ada yang makan-makan di kantin, ada yang menari-nari sendiri, ada juga yang hanya duduk-duduk di depan kelas.
Seperti halnya 3 orang sahabat ini, yang hanya duduk-duduk di depan kelas.
"Senang ya rasanya, kita sekarang sudah lulus SMP." Ucap Rissa terlihat gembira.
"Iya, rasanya baru kemarin kita mendaftar sekolah di sini, tau-tau sekarang sudah lulus." Timpal Giska.
"Setelah ini kalian berdua akan masuk SMA mana?" tanya Dini kepada kedua sahabatnya.
"Kalau aku, akan melanjutkan sekolah di Bali guys, aku ikut Mama ku di sana." Ucap Rissa, wajahnya nampak sedih.
"Yah, kenapa pindahnya jauh sekali, Riss. Itu artinya kita akan berpisah, dan tidak bisa bertemu lagi." Ucap Giska nampak sedih.
"Iya, Riss, kenapa harus pindah ke Bali?"
"Padahal aku ingin kita bertiga bisa sekolah di SMA yang sama." Sahut Dini.
Mendengar perkataan Dini, Giska menjadi diam, ia nampak semakin sedih.
"Mau bagaimana lagi, Mama ku yang menginginkan aku pindah kesana. Aku juga sedih berpisah dengan kalian, tapi kita kan masih bisa berhubungan lewat ponsel, lagipula jika liburan pasti aku akan kembali kesini untuk menemui kalian." Rissa berusaha menghibur kedua sahabatnya itu.
"Hmm, berjanjilah kau tidak akan melupakan kita, dan kau tidak boleh mengganti nomor ponselmu!" seru Dini.
"Iya, aku berjanji, ayo kalian kemarilah! peluk aku!" Rissa merentangkan kedua tangannya, Giska dan Dini pun langsung berhambur memeluk Rissa.
Mereka bertiga telah menjadi sahabat sejak pertama kali mendaftar sekolah di sini, dari kelas 7, 8, hingga 9 mereka selalu berada di kelas yang sama, 7b, 8b, 9b, di kelas itulah mereka selama ini belajar.
"Ehhmm." Suara deheman seseorang membuat ketiga sahabat itu melepas pelukan nya.
"Eh, Bu Mus." Sapa ketiga gadis itu tersenyum ramah, mereka pun mencium punggung tangan guru nya itu secara bergantian.
"Selamat atas kelulusan kalian, setelah ini kalian akan melanjutkan sekolah dimana?" tanya Bu Mus.
"Terimakasih, Bu Mus." Balas ketiga gadis itu.
"Kalau saya melanjutkan sekolah di Bali, Bu." Jawab Rissa.
"Kalau saya, sekolah di SMA Negeri yang ada di dekat sini, Bu." Jawab Dini.
"Kalau Giska?" tanya Bu Mus.
"Emm, saya sekolah di dekat-dekat sini juga, Bu." Ucap Giska nampak ragu.
"Bagus itu, di manapun kalian sekolah nanti, Ibu harap kalian tetap belajar dengan sungguh-sungguh, kalau bisa tingkatkan terus prestasi kalian. Kalian bertiga ini kan pintar-pintar, jadi belajarlah dengan sungguh-sungguh agar apa yang menjadi cita-cita kalian bisa terwujud." Nasihat Bu Mus.
"Baik, Bu." Ucap ketiganya.
"Bu Mus, terimakasih berkat Ibu, saya bisa terus sekolah sampai lulus." Ucap tulus Giska, wajahnya nampak sendu, ada cairan bening yang sudah menumpuk di kedua bola mata nya.
"Itu semua karena usahamu, Gis, kau sangat pandai, jadi kau bisa lulus." Bu Mus berucap lalu di ikuti dengan memeluk Giska.
"Berkat semua buku yang Ibu belikan, saya bisa belajar hingga lulus saat ini, Bu. Terimakasih banyak, mungkin saya tidak bisa membalas semua yang telah Ibu berikan." Giska menjadi semakin terisak di pelukan guru nya itu, sementara kedua sahabat nya nampak mata nya juga berkaca-kaca.
"Iya, sama-sama, Gis. Setelah ini kau harus tetap semangat belajar di sekolahmu selanjutnya, kau harus semangat!" Bu Mus menepuk-nepuk punggung Giska.
"I-iya, Bu." Mereka berdua pun melepas pelukan nya, lalu Bu Mus pamit kembali ke kantor sekolah.
"Gis, ayo nanti kita mendaftar di sekolah yang sama!" ajak Dini terlihat antusias.
"Maaf, Din, sepertinya tidak bisa." Jawab Giska menundukkan kepalanya.
"Memangnya kenapa, Gis?" tanya Rissa dan Dini.
"Sebenarnya, aku tidak akan melanjutkan SMA." Ucapan Giska berhasil membuat kedua sahabat nya terkejut.
"Kenapa? bukan nya tadi kau...?" Dini tak meneruskan ucapan nya.
"Iya, aku terpaksa berbohong kepada Bu Mus, kalian berdua kan tau, sejak aku masuk sekolah dari semester awal sampai lulus ini, semua buku-buku LKS, Bu Mus yang membelikan nya, kalian kan tau, aku bahkan tidak bisa membeli buku-buku itu sendiri." Ujar Giska.
Ya, selama ini dari kelas 7 hingga 9, Bu Mus lah yang membelikan buku-buku LKS untuk Giska. 1 LKS di bandrol dengan harga 20 ribu, dan itu ada lebih dari 10 LKS, Giska tidak sanggup untuk membeli itu semua. Memang diantara ketiga sahabat ini, Giska lah yang kehidupan nya paling susah, di bandingkan kedua sahabat nya.
"Jadi?"
"Aku akan langsung bekerja, guys."
*****
"Permisi... Beli..."
"Iya, beli apa?"
"Mbak, saya mau beli es marimas, rasa jeruk." Ucap Giska sembari memberikan uang pecahan 1000 rupiah.
"Tumben pulang sendirian? dimana teman nya?" tanya Mbak penjual es sembari membuatkan es untuk Giska.
"Kelas 7 dan 8 sedang libur, hari ini pengumuman kelulusan, jadi yang masuk hanya kelas 9 saja, Mbak."
"Oo, kau lulus atau tidak?"
"Lulus, Mbak."
"Wah, selamat ya." Ucap Mbak-mbak itu sembari menyerahkan es yang sudah jadi.
"Terimakasih, Mbak." Giska pun mengambil es nya, lalu ia kembali melanjutkan perjalanan nya.
"Segar nya," Giska menyedot es marimas nya.
"Lelah sekali aku, kenapa rumahku masih jauh sekali," gumam Giska, sembari menuntun sepeda nya saat menaiki tanjakan yang cukup tinggi. Begitulah Giska, setiap pulang sekolah ia selalu mengeluh, ya meskipun selalu mengeluh, itu semua tak akan merubah keadaan nya.
.......................
Giska terlihat baru saja mandi, ia juga sudah bersiap, karena hari ini Yuli akan mengajaknya ke tempat kerja nya. Sebenarnya ia masih merasa lelah karena ia baru saja pulang sekolah, namun, karena akan melihat tempat kerja nya, ia menjadi semangat dan melupakan rasa lelah nya.
"Mbak, aku takut." Giska memegang lengan Yuli, mereka terlihat baru saja sampai di depan sebuah toko klontong. Toko 99 nama nya.
"Tidak apa-apa, hari ini kan hanya perkenalan saja. Ayo masuk!" ajak Yuli. Mereka berdua pun masuk ke dalam.
"Kalian sudah datang, silahkan duduk dulu." Ucap wanita pemilik toko.
"Terimaksih, Ce." Yuli dan Giska pun mendaratkan bokongnya di kursi.
"Jadi ini yang mau kerja? siapa nama mu?" tanya wanita itu.
"I-iya, Bu, nama saya Giska." Jawab Giska ragu-ragu, ia terlihat gugup.
"Panggil saja saya, Ce Diana."
"Ba-baik, Ce Diana." Ucap Giska.
"Berapa umurmu, Gis?"
"14 tahun, Ce." Jawab Giska. Mata Diana tiba-tiba melotot ke arah Yuli.
"Yul, kau serius? ini anak yang mau kerja masih umur 14 tahun!" Diana nampak masih belum percaya.
"Iya, Ce. Anak nya sendiri yang mau kerja, katanya mau membantu orang tua nya, benar kan, Gis?" ucap Yuli, kemudian ia menatap Giska.
"Iya, Ce. Benar."
.................................
"Pak, besok aku sudah mulai kerja, Bapak di rumah baik-baik ya, jangan terlalu lelah bekerja, jaga pola makan nya." Ucap Giska kepada Bram.
"Apa kau yakin dengan keputusan mu ini, Gis?" Bram tampak masih belum percaya jika putri nya akan bekerja.
"Giska yakin, Pak."
Sebenarnya Giska juga berat mengambil keputusan ini, di satu sisi ia masih ingin sekolah, ia juga tidak tega jika membiarkan Bapak nya tinggal sendirian, siapa nanti yang mengurusnya saat sedang sakit, siapa yang akan membersihkan rumah, siapa yang akan menyiapkan makanan, itu yang membuatnya berat meninggalkan Bapak nya. Namun, disisi lain, ia juga lega bisa jauh dari Bapak nya, ia tidak akan ketakutan lagi setiap malam nya, Bram juga tidak akan bisa berbuat hal itu lagi.
"Aku harus bisa menjalani semua ini, lagipula ini juga demi Bapak, aku ingin membantu Bapak mencari uang." Giska menyemangati dirinya sendiri.
******
Keesokan hari nya, pagi-pagi sekali Yuli sudah mengantarkan Giska ke tempat kerja.
"Tugasmu hanya membersihkan kamar saya dan anak-anak, dan menjaga anak saya yang kecil, dia masih umur 4 tahun, dan kamu juga harus mencuci pakaian anak saya yang kecil, untuk pakaian yang lain nya sudah ada tukang cuci nya sendiri."
"Kau juga tidak perlu memasak, karena sudah ada tukang masak nya sendiri, kebetulan dia lagi cuti pulang, mungkin nanti siang dia akan datang."
"Apa kau sudah paham?" tanya Diana.
"Baik, Ce. Saya paham."
"Baiklah, sekarang letakkan dulu baju-baju mu di kamar mu, lalu kau ikut aku ke kamar, aku akan mengajari mu semuanya." Tutur Diana. Giska mengangguk, ia pun beranjak pergi ke kamar yang tadi sudah di tunjukkan, ia letakkan satu tas baju-baju nya, di atas kasur, kemudian ia menyusul Diana ke kamar nya.
"Jika anak saya bangun tidur, kau berikan dia susu, ini susu nya, pertama kau masuk kan air panas sedikit lalu kau tambahkan air dingin secukupnya, lalu kau teteskan dulu ke tangan mu, jangan sampai terlalu panas, setelah itu kau masukkan 2 sendok bubuk susu nya, lalu kau tutup rapat botolnya, kocok-kocok dulu sampai tercampur, baru kau berikan." Jelas Diana panjang lebar.
Penjelasan bikin susu saja panjang sekali ya, hehe.
"Baik, Ce."
"Semoga aku bisa melakukan nya." Batin Giska.
Karena hari ini Diana tidak ke toko, ia jadi bisa menemani anak-anak nya. Ya, Diana memiliki 2 anak perempuan, yang besar berusia 8 tahun, dan yang kecil berusia 4 tahun.
Berhubung Diana tidak ke toko, Giska bisa mulai mengerjakan tugas lain nya selain menjaga putri Bos nya ini, satu persatu ia kerjakan, mulai dari membersihkan kamar tidur, menyikat kamar mandi, mencuci baju, semua telah selesai ia kerjakan.
Waktu terus berlalu, tanpa terasa hari sudah malam, kini Giska sudah berada di ruang belakang bersama dengan tukang masak di rumah ini.
"Bi Atem, tolong bimbing Giska ya, Giska takut melakukan kesalahan." Ucap Giska.
"Iya, Gis. Pelan-pelan saja, nanti lama-lama kau pasti pintar melakukan pekerjaan mu."
"Iya, Bi."
"Bi Atem, enak ya tinggal disini, kamar kita saja sebagus ini, ada spring bed nya juga, ada lemari nya juga, padahal kita hanya pembantu. Di rumah ku saja kasur nya sudah keras." Cerocos Giska.
"Iya, Gis. Semoga kau betah kerja di sini ya," Ucap Atem. Giska menganggukkan kepala nya.
"Ya sudah, istirahatlah, besok kau harus bangun pagi-pagi." Tutur Atem.
"Iya, Bi." Giska dan Bi Atem pun masuk ke kamar mereka masing-masing.
Sebelum tidur, Giska merapikan baju-baju nya terlebih dulu, ia memasukkan semua baju nya ke dalam lemari, lalu ia bersiap untuk tidur.
............
"Aku ini anak mu!"
"Jangan!!!"
.
.
.
Bersambung..
Jangan lupa beri like n komen ya kakak..
Terimakasih😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mizra May
bodoh dia saja tega memperkosa kau bodoh
2023-04-16
0
Mizra May
kamu masih kecil lalu kenapa kau perkosa gadis remaja itu dasar manusia laknat
2023-04-16
0
Mizra May
kalau dia tulus tidak mungkin dia perkosan kau bodoh di mana hati nuraninya
2023-04-16
0