EPISODE 5 : FLEBOTOMI

Daniah memasukkan kertas film Rontgen dari pasien yang terkena penyakit jantung kedalam map berwarna biru yang sudah ia baca dan cermati. Hasilnya itu akan ia berikan kepada Arrazi.

"Halwa, gue ke ruangan Dokter Arrazi dulu ya." ujar Daniah memberitahu kepada Halwa.

Halwa yang saat ini baru saja keluar dari kamar mandi hanya mengangguk. Kemudian duduk kembali di bangku, melanjutkan pekerjaannya.

TOK! TOK! TOK! TOK!

Daniah mengetuk ruangan konsultasi Dokter Arrazi, kemudian ia membuka pintunya.

"Permisi Dok, saya mau mengantar hasil Rontgen." ucap Daniah kepada Arrazi yang saat itu sedang duduk di samping anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun.

Arrazi menoleh dan memberikan kode kepada Daniah untuk menyimpan hasil Rontgen itu di mejanya. Daniah menuruti perintah dari kode yang di berikan Arrazi. Ia menyimpan hasil Rontgen di mejanya.

Saat Daniah hendak pergi, tangannya di tahan oleh anak laki-laki itu. Daniah menoleh, anak laki-laki menampilkan wajah memelas, bibirnya melengkung ke bawah dab matanya berkaca-kaca.

Daniah menautkan alisnya, heran. Ada apa dengan anak kecil ini. Daniah menoleh ke arah Arrazi. Arrazi hanya menggerakkan kepalanya, menunjukkan peralatan untuk melakukan flebotomi atau pengambilan darah.

Paham dengan maksud Arrazi dan ekspresi wajah anak laki-laki itu, Daniah langsung duduk bersimpuh di depan anak laki-laki itu dengan kedua tangan Daniah menggenggam tangan mungilnya.

Daniah mengelus tangan anak laki-laki itu.

"Abang namanya siapa?" tanya Daniah.

"Ehsan."

"Nama Kakak, Daniah. Ehsan bisa panggil Kakak, Kak Nia." ujar Daniah memperkenalkan diri.

"Kak Nia." ucap Ehsan memanggil Daniah.

"Siiip. Tos dulu dong." ujar Daniah mengangkat tangannya dengan telapak tangan menghadap Ehsan. Ehsan menyambut dengan tepukan tangannya di tangan Daniah.

Sedangkan Arrazi bersedekap tangan, menonton drama pendek antara Daniah dengan pasien kecilnya. Entah apa yang akan dilakukan gadis itu.

"Abang Ehsan sakit?" tanya Daniah memanggil Ehsan dengan sebutan 'ABANG'. Ehsan mengangguk. Sepertinya Ehsan nyaman di panggil Abang oleh Daniah.

"Sakit apa, Bang?"

"Pusing."

"Pusing? Ya, kalau gitu sama dong, Kak Nia juga lagi pusing nih."

"Kak Nia sakit juga?"

Daniah mengangguk.

"Iya, pusing di bawah tekanan dan rodi...." ujar Daniah dengan penekanan diakhir kata.

Ia sempat menoleh sebentar ke arah Arrazi. Laki-laki berhidung mancung itu menatap tajam ke arah Daniah, merasa tersindir olehnya.

"Kakak pusing rodi?" tanya Ehsan dengan polosnya, ia kira rodi adalah nama lain sakit pusing.

"Iya. Kalo Abang pusing kenapa?"

Ehsan menggeleng.

"Abang nggak tau? Hmmm, Kak Nia penasaran, pusing Abang itu namanya apa........" Daniah mengetuk pelipisnya dengan telunjuk sambil menatap langit-langit ruangan, Ehsan terdiam. Ia bingung menjawab apa, karena memang yang dia rasakan hana pusing saja.

Apakah pusing ada nama yang lainnya juga? Arrazi masih menunggu ending drama yang dimainkan Daniah dengan sabar.

"Boleh Kak Nia bantu cari tau nggak Bang, nama pusingnya Abang itu apa?"

Ehsan mengangguk.

"Tapi boleh ya, Kak Nia minta darahnya Abang. Janji nggak banyak-banyak. Sedikit aja. Biar tau nama pusingnya Abang apa. Boleh ya." Daniah mulai membujuk.

"......"

Ehsan terdiam. Entah apa yang di pikirkan bocah itu. Sepertinya Ehsan tipe anak yang pendiam, tidak banyak bicara. Kebanyakan ia diam, mengangguk dan menggelengkan kepalanya.

"Janji nggak sakit dan nggak banyak-banyak mintanya. Nanti kalau Abang udah kasih sedikit darahnya, Kak Nia kasih hadiah. Abang mau hadiah nggak?"

Ehsan mengangguk dan baru tersenyum. Sepertinya memang mesti i sogok dulu bocah ini.

"Kak Nia pinjem tangan Abang dulu ya. Sebentar aja." ujar Daniah mengulurkan tangannya, meminta tangan Ehsan. Tak perlu menunggu lama, karena Ehsan langsung mengulurkan tangannya. Daniah memberi kode kepada Arrazi agar langsung melakukan pengambilan darah dari tangan Ehsan.

Daniah memeluk badan Ehsan dan mengalihkan kepala Ehsan ke arah lain agar ia tidak melihat proses pengambilan darah.

"Nggak papa Bang. Suntikannya kecil kok, nggak akan sakit juga. Kan Abang udah gede harus berani dong. Semangat. Abang hebat, Abang kuat! Don't worry, Abang." seru Daniah menyemangati Ehsan. Ehsan mengangguk, namun wajahnya masih terlihat ragu-ragu.

Mendengar ucapan Daniah, Arrazi langsung menatap lekat kearahnya. Kalimat penyemangat yang di sampaikan Daniah kepada Ehsan membuat Arrazi teringat kepada malaikat kecilnya.

Kalimatnya sama persis dengan yang di ucapkan gadis kecil itu kepada Arrazi, 17 tahun yang lalu.

"Sssttt....Dokter." panggil Daniah membuyarkan lamunan Arrazi.

Arrazi menoleh ke arah Daniah, gadis itu memberi kode agar Arrazi segera mengambil darah Ehsan. Arrazi segera melakukan tugasnya. Arrazi meletakkan lengan Ehsan di atas meja dengan alas yang empuk. Lalu ia mengikuti tali pembendung atau tourniquet pada 7 cm diatas lipatan siku Ehsan.

Setelah terikat, Arrazi meminta Ehsan untuk mengepalkan tangannya selama 15 detik untuk memperbesar pembuluh darah dan membuatnya tampak menonjol. Lalu ia meraba area lipatan siku Ehsan untuk mencari pembuluh darah yang besar.

Setelah dapat, Arrazi membersihkan area pengambilan darah dengan alkohol swab dan menusukkan jarum ke dalam vena. Terdengar oleh Daniah. Ehsan meringis. Daniah akan segera mengelus bahu Ehsan, menenangkannya.

Setelah pengambilan darah selesai, Arrazi melepaskan tali pembendung sebelum mengeluaran jarum, lalu menutup bekas suntikan dengan alkohol swab dan meminta bantuan Daniah untuk menekannya selama beberapa menit sampai pendarahan berhenti.

"Sudah selesai Bang." seru Daniah setelah bekas pengambilan darah di tangan Ehsan di tutup dengan kapas dan plester. Ia melepaskan pelukannya dari Ehsan.

"Gimana Bang, nggak sakit an?" tanya Daniah. Ehsan menggeleng pelan. Padahal sakit, tapi tidak sesakit yang di bayangkan bocah berusia 8 tahun itu.

"Syukurlah. Kan, apa Kak Nia, Abang tuh kuat, hebat." puji Daniah sambil merapikan poni rambut Ehsan yang menutupi matanya.

"Arrazi memperhatikan interaksi antara keduanya. Ada seulas senyuman tipis di bibirnya.

"EHSAN!" seru seorang dari luar, bersamaa dengan terbukanya pintu ruangan. Seorang laki-laki masuk langsung dan menghampiri Ehsan. Daniah bergeser posisi menjadi di belakang Ehsan.

"Zi, lo belum ambil darah Adek gue kan?" tanya Dhafir, laki-laki yang baru masuk itu, ia mengkhawatirkan Adiknya.

Dhafir sepertinya dari kantor, karena masih dengan mengenakan pakaian formal, khas orang kantoran. Ia mengenakan jas hitam dan celana hitam dengan baju kemeja warna putih juga berdasi.

"Lo liat aja sendiri." jawab Arrazi dengan ketus. Daniah mengerutkan keningnya mendengar jawaban ketus dari Arrazi terhadap keluarga pasien yang di tanganinya.

Namun kerutan di keningnya kembali mulus, karena paham. Sepertinya Arrazi dengan keluarga pasien memiliki hubungan dekat. Bahasa komunikasi mereka sajatidak formal, layaknya seorang Dokter dan keluarga pasien. Lebih ke komunikasi antara teman.

"Zi, kamu........" Dhafir menggantung kalimatnya saat melihat di tangan Ehsan ada kapas yang menempel dan kapas itu sudah ada noda darahnya.

"Eh kupret! Lo maksa Adek gue buat ambil darahnya?" tanya Dhafir dengan emosi, terlihat ada kekhawatiran dari wajah tampannya.

"Tanya sendiri sama anaknya, gue paksa dia nggak!" ujar Arrazi malah terkesan acuh menjawab pertanyaan Dhafir yang sedang emosi, sambil merapikan alat bekas pengambilan darah tadi dan menyimpan darah Ehsan yang sudah di ambilnya di tempat yang berbeda.

"Ehsan, kamu dipaksa sama Bang Razi?" tanya Dhafir kepada Adiknya. Ehsan terdiam. Melihat diamnya Ehsan, Daniah membuka suara, karena dialah alasan yang menyebabkab Ehsan mau diambil darahnya.

"Maaf Mas, saya yang bujuk Ehsan untuk diambil darahnya, tenang kok Mas, tidak ada pemaksaan." ujar Daniah dengan ramah.

Atensi Dhafir kini Daniah. Gadis itu tersenyum kikuk saat mata Dhafir menatap kearahnya. Lalu sepasang alis Dhafir menukik.

"Kok bisa Ehsan mau tanpa pemaksaan?" tanya Dhafir seolah tak percaya dengan apa yang di katakan Daniah. Karena setahu dirinya, Ehsan akan tantrum saat berhadapan dengan suntikan. Apalagi ini diambil darahnya.

"Fir, apa susahnya sih lo percaya. Lagian emang udah selesai kok pengambilan darahnya tanpa ada pemaksaan. Buktinya Ehsan baik-baik aja, nggak ada cedera dia. Malahan tenang aja tuh anaknya." ujar Arrazi, menegaskan.

Pandangan mata memindai Adiknya, ia memperhatikan badan Ehsan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Daniah menatap kearah Arrazi. Kalimat yang di ucapkan Arrazi sepertinya kalimat terpanjang yang di dengar selama koas, diluar penyampaian materi dari Arrazi.

Tatapan mata Daniah segera beralih ke lantai ruangan, karena yang di tatapnya menatap balik dengan tatapan tajam. Mendengar penuturan Arrazi, Dhafir memperhatikan Adiknya. Ehsan memang terlihat tenang dan baik-baik saja.

"Terimakasih juga lo sama Daniah, dia yang bisa bikin Adek lo mau dan tenang waktu diambil darahnya." lanjut Arrazi.

Dhafir kembali menoleh ke arah Daniah, kali ini ia menatap dengan hangat, di tambah senyuman manisnya, sampai terlihat bulatan kedua pipi kanan dan kirinya. Dhafir memiliki lesung pipi yang menambah manis senyumannnya.

Yang tadinya kikuk, kali ini Daniah dibuat salting olehnya.

"Thanks, Daniah udah bantu Ehsan. *And, I'm sorry for prejudice against you*." ujar Dhafir merasa tidak enak kepada Daniah.

"Y........yes, no problem, mister."

"Kapan-kapan saya traktir kamu makan. Dan nggak ada penolakan. Oke!" ujar Dhafir malah dia yang memaksa agar Daniah mau. Daniah hanya menganggukkan kepalanya.

Sedangkan Arrazi berdecih. Ia tahu modus yang terselubung didalam ajakan Dhafir untuk mentraktir Daniah makan. Sedangkan Ehsan, bocah itu hanya penonton yang pasif. Tak ada sedikitpun suara yang ia keluarkan.

"Zi, gue cabut dulu mau bawa Ehsan ke Mami. Nanti hasilnya lo kabarin gue ya."

"Sejam lagi lo harus balik lagi. Ehsan mesti di tangani....."

"Iye."

"Sekali lagi terimakasih Daniah. Ingat, jangan lupa janji kita." ujar Dhafir beralih ke Daniah setelah berbicara dengan Arrazi.

Lagi-lagi Daniah dibuat salting oleh Dhafir. Ia tak menyadari ada semburat rona merah muncul di pipi chubbynya. Disebabkan penggunan kata yang Dhafir gunakan barusan yaitu 'JANJI KITA'. Seolah mereka sudah memeliki hubungan spesial.

Arrazi melihat perubahan wajah Danial, ia berdecih kecil. Mudah sekali buaya jadi-jadian bernama Dhafir itu mencari mangsa dan membuat si mangsa langsung klepek-klepek.

"Yuk San, ke Mami." ajak Dhafir meraih tangan Adiknya dengan lembut, lalu menggenggamnya, kemudian kedua Adik Kakak itu pergi.

"Nggak usah kegeeran kamu. Dia cuma modus." cibir Arrazi melihat Daniah yang masih memandangi pintu yang sudah beberapa detik lalu di tutup oleh Dhafir.

Tersadar oleh cibiran Arrazi, Daniah malah ngenyir dan menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. Sepertinya Arrazi tidak mengizinkan Daniah untuk senang barang sebentar pun.

"Bawa darah ini ke lab. Terus cek. Setelah dapat hasilnya kasih tau saya." perintah Arrazi yang saat ini sudah duduk di kursinya dan menunjukkan tabung kecil berisi darah Ehsan.

"Baik Dokter."

Daniah mengambil tabung kecil itu.

"Ini hasil Rontgen siapa?" tanya Arrazi sambil membuka map biru berisi hasil Rontgen yang di bawa Daniah.

"Pak Faruq, Dokter. Pasien edelweis nomor lima."

"Saya ngga naya kamarnya." ketus Arrazi.

Daniah menggigit bibir bawahnya. Kalau bukan Dokter seniornya, Daniah sudah pasti akan sumpal mulutnya itu dengan cabai supaya Arrazi tahu kalau setiap apa yang di ucapkannya selalu pedas.

"M......maaf Dokter." cicit Daniah.

Arrazi mengabaikan permintaan maaf dari Daniah. Ia fokus memeriksa hasil Rontgen.

"Mau sampai kapan kamu disitu?" tanya Arrazi dengan ketus, melihat dengan ekor matanya, Daniah berdiam diri di tempatnya.

"Hah?"

"Keluar!" usir Arrazi.

Daniah gelagapan mendapat pengusiran dari Arrazi, karena ia pikir Arrazi masih mau mengatakan sesuatu kepada dirinya. Makanya Daniah masih diam di tempatnya.

"Ba.....baik Dokter."

Daniah segera berjalan menuju pintu, ia pun tidak ingin lama-lama berada di ruangan ini, apalagi dengan Arrazi yang garangnya minta ampun.

"Tunggu." ucap Arrazi menghentikan langkah Daniah. Sebelum berbalik badan Daniah memejamkan mata, lalu menghela nafas pelan.

"Ada yang bisa bantu, Dokter?" tanya Daniah, sebisa mungkin ia bersiap ramah menghadapi orang yang baru saja mengusirnya dari ruangan dan kali ini malah memintanya untuk kembali menunggu.

"Untuk hari minggu ini kamu libur." ucap Arrazi datar.

Bibir Daniah melengkung lebar. Ia tersenyum mendengarnya. Ah, akhrinya bisa bernafas lega di hari minggu.

"Cengar-cengir. Nggak ada yang lucu!" ketus Arrazi membuat senyuman di bibir Daniah pudar.

"Ah, elah nih orang nggak bisa apa ya ngeliat orang lain bahagia sebentar doang!" gerutu Daniah.

"Nggak usah ngegerutu, saya dengar." ucap Arrazi tanpa menoleh kearahnya.

"Saya permisi Dokter." ujar Daniah, lalu keluar dari ruangan Arrazi.

"Andaikan RS ini punya gue, udah gue tendang tuh makhluk!" rutuk Daniah menatap nama Arrazi tertera di pintu.

Episodes
1 EPISODE 1 : BANDARA
2 EPISODE 2 : ARRAZONG
3 EPISODE 3 : MALAIKAT KECIL
4 EPISODE 4 : KOAS - KAOS
5 EPISODE 5 : FLEBOTOMI
6 EPISODE 6 : SALING GIBAH
7 EPISODE 7 : RUMAH CINTA HARAPAN
8 EPISODE 8 : MAKAN SIANG
9 EPISODE 9 : GOSIP
10 EPISODE 10 : KELUARGA DANIAH
11 EPISODE 11 : TRAUMA
12 EPISODE 12 : OMPONG
13 EPISODE 13 : DONGKOL
14 EPISODE 14 : OMG!!
15 EPISODE 15 : DASAR EDUN!!
16 EPISODE 16 : PEREMPUAN MATRE
17 EPISODE 17 : PERNIKAHAN
18 EPISODE 18 : ULET KEKET
19 EPISODE 19 : APARTEMEN
20 EPISODE 20 : PERKARA KOPI
21 EPISODE 21 : SIANIDA
22 EPISODE 22 : RANDOM
23 EPISODE 23 : MENGGEMASKAN
24 EPISODE 24 : ENTOK
25 EPISODE 25 : KEMARAHAN ARRAZI
26 EPISODE 26 : LUKA
27 EPISODE 27 : PERLAKUAN MANIS
28 EPISODE 28 : DASTER
29 EPISODE 29 : KECEWA
30 EPISODE 30 : PEREMPUAN MASA LALU PAPI
31 EPISODE 31 : SUPPORT SYSTEM
32 EPISODE 32 : KABAR
33 EPISODE 33 : GOMBALAN SANG CEO
34 EPISODE 34 : DI MADU?
35 EPISODE 35 : PDKT
36 EPISODE 36 : SAYA SANGAT MENCINTAIMU
37 EPISODE 37 : SENYUMAN MANIS BIKIN SALTING
38 EPISODE 38 : CEMBURU?
39 EPISODE 39 : RACUN CINTA
40 EPISODE 40 : AKU KANGEN KAMU
41 EPISODE 41 : JANDA MENGGODA
42 EPISODE 42 : SI BOCAH PENYELAMAT
43 EPISODE 43 : TERIMAKASIH TELAH KEMBALI, MALAIKAT KECILKU
44 EPISODE 44 : MENGOBATI LUKA
45 EPISODE 45 : PEREMPUAN YANG DI SELINGKUHI
46 EPISODE 46 : BOSEN
47 EPISODE 47 : TERANCAM MERINDU
48 EPISODE 48 : AKHIRNYA....
49 EPISODE 49 : NGIDAM
50 EPISODE 50 : SALAH PAHAM
51 EPISODE 51 : NASIHAT DAN SARAN
52 EPISODE 52 : POSITIF
53 EPISODE 53 : ADA APA DENGAN ELIZA?
54 EPISODE 54 : TERNYATA ADIK KAKAK
55 EPISODE 55 : KESEDIHAN ELIZA
56 EPISODE 56 : RUMAH KITA
57 EPISODE 57 : BU RARA KABUR
58 EPISODE 58 : SURGA YANG TELAH KEMBALI
59 EPISODE 59 : TENTANG ELIZA DAN MAMINYA
60 EPISODE 60 : DIA ADIKKU
61 EPISODE 61 : KELAKUAN DHAFIR
62 EPISODE 62 : UDAH SAH, KITA
63 EPISODE 63 : HUBBY
64 EPISODE 64 : RESEPSI PERNIKAHAN DHAFIR & ELIZA
65 EPISODE 65 : BUMIL NGAMBEK
66 EPISODE 66 : SUPERFETASI
67 EPISODE 67 : PEREMPUAN SPEK UKHTI
68 EPISODE 68 : BEE
69 EPISODE 69 : BUNNY HAT
70 EPISODE 70 : CEMBURUNYA SEORANG ISTRI
71 EPISODE 71 : DUA PROSES PERSALINAN
72 EPISODE 72 : LAKI-LAKI YANG DI UJI
73 EPISODE 73 : PERMINTAAN DALAM MIMPI
74 EPISODE 74 : PUTRA PUTRI ARDA
75 EPISODE 75 : LUAPAN RINDU
76 EPISODE 76 : KELAKUAN SI KEMBAR
77 EPISODE 77 : HAPPY ENDING
Episodes

Updated 77 Episodes

1
EPISODE 1 : BANDARA
2
EPISODE 2 : ARRAZONG
3
EPISODE 3 : MALAIKAT KECIL
4
EPISODE 4 : KOAS - KAOS
5
EPISODE 5 : FLEBOTOMI
6
EPISODE 6 : SALING GIBAH
7
EPISODE 7 : RUMAH CINTA HARAPAN
8
EPISODE 8 : MAKAN SIANG
9
EPISODE 9 : GOSIP
10
EPISODE 10 : KELUARGA DANIAH
11
EPISODE 11 : TRAUMA
12
EPISODE 12 : OMPONG
13
EPISODE 13 : DONGKOL
14
EPISODE 14 : OMG!!
15
EPISODE 15 : DASAR EDUN!!
16
EPISODE 16 : PEREMPUAN MATRE
17
EPISODE 17 : PERNIKAHAN
18
EPISODE 18 : ULET KEKET
19
EPISODE 19 : APARTEMEN
20
EPISODE 20 : PERKARA KOPI
21
EPISODE 21 : SIANIDA
22
EPISODE 22 : RANDOM
23
EPISODE 23 : MENGGEMASKAN
24
EPISODE 24 : ENTOK
25
EPISODE 25 : KEMARAHAN ARRAZI
26
EPISODE 26 : LUKA
27
EPISODE 27 : PERLAKUAN MANIS
28
EPISODE 28 : DASTER
29
EPISODE 29 : KECEWA
30
EPISODE 30 : PEREMPUAN MASA LALU PAPI
31
EPISODE 31 : SUPPORT SYSTEM
32
EPISODE 32 : KABAR
33
EPISODE 33 : GOMBALAN SANG CEO
34
EPISODE 34 : DI MADU?
35
EPISODE 35 : PDKT
36
EPISODE 36 : SAYA SANGAT MENCINTAIMU
37
EPISODE 37 : SENYUMAN MANIS BIKIN SALTING
38
EPISODE 38 : CEMBURU?
39
EPISODE 39 : RACUN CINTA
40
EPISODE 40 : AKU KANGEN KAMU
41
EPISODE 41 : JANDA MENGGODA
42
EPISODE 42 : SI BOCAH PENYELAMAT
43
EPISODE 43 : TERIMAKASIH TELAH KEMBALI, MALAIKAT KECILKU
44
EPISODE 44 : MENGOBATI LUKA
45
EPISODE 45 : PEREMPUAN YANG DI SELINGKUHI
46
EPISODE 46 : BOSEN
47
EPISODE 47 : TERANCAM MERINDU
48
EPISODE 48 : AKHIRNYA....
49
EPISODE 49 : NGIDAM
50
EPISODE 50 : SALAH PAHAM
51
EPISODE 51 : NASIHAT DAN SARAN
52
EPISODE 52 : POSITIF
53
EPISODE 53 : ADA APA DENGAN ELIZA?
54
EPISODE 54 : TERNYATA ADIK KAKAK
55
EPISODE 55 : KESEDIHAN ELIZA
56
EPISODE 56 : RUMAH KITA
57
EPISODE 57 : BU RARA KABUR
58
EPISODE 58 : SURGA YANG TELAH KEMBALI
59
EPISODE 59 : TENTANG ELIZA DAN MAMINYA
60
EPISODE 60 : DIA ADIKKU
61
EPISODE 61 : KELAKUAN DHAFIR
62
EPISODE 62 : UDAH SAH, KITA
63
EPISODE 63 : HUBBY
64
EPISODE 64 : RESEPSI PERNIKAHAN DHAFIR & ELIZA
65
EPISODE 65 : BUMIL NGAMBEK
66
EPISODE 66 : SUPERFETASI
67
EPISODE 67 : PEREMPUAN SPEK UKHTI
68
EPISODE 68 : BEE
69
EPISODE 69 : BUNNY HAT
70
EPISODE 70 : CEMBURUNYA SEORANG ISTRI
71
EPISODE 71 : DUA PROSES PERSALINAN
72
EPISODE 72 : LAKI-LAKI YANG DI UJI
73
EPISODE 73 : PERMINTAAN DALAM MIMPI
74
EPISODE 74 : PUTRA PUTRI ARDA
75
EPISODE 75 : LUAPAN RINDU
76
EPISODE 76 : KELAKUAN SI KEMBAR
77
EPISODE 77 : HAPPY ENDING

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!