Serangan Anjing

Ketika aku masih bergelut dengan berbagai pertanyaan yang muncul di pikiranku, tiba-tiba terdengar suara gonggongan anjing yang saling bersahutan-sahutan di kedalaman semak. Mungkin suara anjing yang terkapar dan suara tembakan senapan angin dari Pak Juari yang menjadi penyebabnya. Kami mulai cemas mendengar gonggongan mereka. Kemudian Pak Bonadi memberikan instruksi kepada kami untuk mulai bersiap jika mereka sewaktu-waktu menyerang secara tiba-tiba .Ditambah ladang tebu yang lebat membuat semakin sulit untuk memprediksi setiap serangan hewan-hewan itu.

"Kalian siap-siap jika mendapat serangan. Pak Juari tolong siapkan senapan anda karena melawan anjing lebih sulit daripada melawan zombie-zombie," perintah Pak Bonadi sembari menyiapkan pistol yang dibawa disakunya.

"Aku ingin membantu, tapi sayang aku tidak membawa peluru yang cukup," jawab Pak Juari sembari mengokang senapan anginnya.

"Tinggal berapa butir lagi?" tanya Pak Bonadi.

"Tinggal 5 butir saja pak," jawab Pak Juari. Pak Bonadi menarik nafas berat.

"Baiklah. Kita punya 2 anak-anak. Kemudian 3 orang remaja yang masih cupu. Seorang pemanah, seorang perawat, dan 2 orang bapak-bapak yang sudah berumur lanjut," ucap Pak Bonadi yang seketika membuat kami jengkel. Kemudian Kak Willie langsung angkat bicara.

"Apa maksud lu ngatain gue kek gitu hah?" teriak Kak Willie yang sudah mewakili apa yang ingin kukatakan kepada Pak Bonadi.

"Memang itulah fakta yang sekarang sedang kita alami," jawab Pak Bonadi dengan tatapan tajam.

"Mungkin ini sedikit beresiko, tapi aku ingin kalian melakukan ini jika mereka menyerang secara bersamaan. Kita harus melakukan ini secara sigap dan cepat," sambungnya.

...----------------...

Kami pun mulai mempersiapkan benda apa saja yang berguna untuk mengusir anjing-anjing itu. Kami menyetujui cara yang diinstruksikan oleh Pak Bonadi, dan kami berharap semoga cara ini berhasil.

"Kalian siap?" tanya Pak Bonadi.

"Siap!" jawab Kak Willie dengan suara yang paling keras sembari menenteng dahan kayu yang cukup besar sebagai senjatanya. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke utara untuk segera menemukan sebuah jalan raya disana dan mencari sebuah bantuan.

Suara gonggongan anjing masih menggema diantara rimbunnya ladang tebu ini. Tetapi kami sudah tidak takut kalau harus menghadapinya. Pak Bonadi menanamkan rasa percaya diri dan keberanian kepada kami agar kami bisa selamat bersama-sama. Ditambah waktu yang masih pagi dan semalam kami bisa tidur dengan cukup, membuat stamina kami masih dalam kondisi yang bugar.

Tebu-tebu yang berjajar rapat dan lebat senantiasa bergerak secara tidak teratur. Daun-daun kering bergesekan menimbulkan suara halus. Batang-batang tebu yang beberapa kali bergetar, seolah-olah ada sesuatu yang menggosoknya. Bayangan hitam yang berlarian didalamnya semakin menambah kesan penasaran dan misterius di dalamnya.

"Apakah itu mereka? Atau hanya perasaanku saja yang terlalu cemas sehingga menganggap angin yang menjadi penyebabnya membuatku berpikir bahwa ada sosok yang menggerakkan tebu-tebu itu?" pikirku sembari menggenggam erat-erat tongkat kastiku. Aini yang juga merasakan sesuatu langsung menggenggam erat kain bajuku.

Tiba-tiba seekor anjing keluar dan langsung menerjang kaki Kak Ayu yang berjalan dibarisan paling belakang. Kak Ayu berteriak kesakitan dan langsung memukulnya dengan tongkat kayu yang dibawanya. Setelah anjing itu melepaskan gigitannya, Kak Evelyn langsung memanah anjing itu hingga mati. Kak Ayu meringis kesakitan tetapi untungnya dia memakai celana jeans yang cukup tebal sehingga tidak menimbulkan luka yang serius.

Tetapi tak cukup sampai disitu, tiba-tiba mulai banyak sekelebat bayangan yang bergerak dengan cepat menuju tempat kami berdiri. Pak Bonadi langsung menginstruksikan untuk melancarkan rencana kedua.

Kami menunggu mereka muncul dihadapan kami. Kemudian satu persatu anjing mulai muncul dihadapan kami. Aku langsung menarik Aini dan segera bersembunyi di lebatnya tebu diikuti yang lain. Kami berlari menembus ladang untuk menghindari kejaran anjing-anjing itu. Aku menyibak dedaunan dan menyingkirkan batang-batang tebu yang menghalangi langkahku. Aku berusaha sejauh mungkin menghindari mereka. Beberapa langkah kemudian, aku berhenti dan melihat ke sekeliling.

"Sudah aman kah?" batinku sembari berjongkok sembari mengatur nafasku yang terengah-engah.

Tiba-tiba di belakangku kembali terdengar daun-daun yang bergesekan. Aku dan Aini langsung bersiap mengarahkan senjata kami untuk menghadapinya. Perlahan sosok itu semakin mendekati. Aku pun semakin erat memegang tongkat kastiku dan berdiri siap untuk menghadapinya.

"Tunggu kak. Ini aku. Novan!" sahut suara itu. Aku bernapas lega.

"Huft ternyata cuman kamu, Van." ucapku. Dia hanya tertawa sembari menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal itu.

Ya. Inilah rencana kedua Pak Bonadi untuk meminimalisir jatuhnya korban lagi. Dengan berpencar kemudian bersembunyi, dapat memecah fokus anjing-anjing itu. Karena kami menyimpulkan, mereka hanya mengandalkan kemampuan penciuman mereka saja. Kami berasumsi indera penglihatan mereka sepenuhnya sudah tiada entah itu disebabkan kutukan atau telah diambil penduduk zombie itu. Dengan begitu, asalkan kami bersembunyi dan tidak berisik, itu sudah cukup untuk menyelamatkan diri kami sepenuhnya.

Rencana selanjutnya adalah, Pak Bonadi, Pak Juari, Kak Willie dan Kak Evelyn bertugas untuk menghabisi anjing-anjing itu hingga situasi bisa dipastikan aman. Dengan kegaduhan yang difokuskan pada satu titik, diharapkan para anjing menyerang mereka sehingga tim yang bersembunyi bisa aman nantinya.

Alasan kenapa Kak Ayu juga bersembunyi karena dia adalah seorang perawat. Sosok penting dalam tim ini. Seorang medis yang menjadi harapan terakhir untuk bisa selamat. Aku bertugas untuk melindungi Novan dan Aini karena mereka berdua masih kecil, dapat mengganggu tim penyerang jika kami masih berada disekitarnya. Sungguh strategi yang cerdas disituasi yang amat genting ini.

Aku membagi tugas dalam tim kecil yang aku pimpin ini. Aini bertugas untuk mengawasi pergerakan tim yang dipimpin oleh Pak Bonadi sehingga kita tidak ketinggalan pergerakannya, Novan bertugas mengawasi sekitar dibagian depan, dan aku bertugas mengawasi bagian belakang. Kami berjalan beriringan dengan perlahan tapi pasti. Aku juga menginstruksikan jika terdapat gerakan diantara batang-batang tebu itu, kita harus berdiam diri terlebih dahulu dan menunggu bayangan itu menuju ke tempat Pak Bonadi untuk dihabisi.

Pertarungan tim Pak Bonadi terlihat sangat sengit. Kak Evelyn sangat lihat melepaskan anak panahnya kearah anjing-anjing itu. Pak Bonadi dan Pak Juari menyerang mereka dengan pisau yang dibawanya. Tanpa ragu langsung menghunuskannya hingga tewas. Tugas Kak Willie mengambil kembali anak panah Kak Evelyn yang menancap pada tubuh anjing yang sudah mati dengan kecepatan berlarinya yang diatas kecepatan berlari kami.

Beberapa menit mereka bergelut dengan para anjing, akhirnya pergerakan mereka terlihat mulai berkurang. Aku bernapas lega karena rencana ini berhasil. Aku memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan segera menghampiri kearah Pak Bonadi.

Beberapa langkah kami berjalan, aku mendengar teriakan Vivi dari arah lain. Aku langsung bergegas menuju ke sumber suaranya diikuti Novan dan Aini yang berlari di belakangku. Arahnya tidak terlalu jauh dari tempat kami bersembunyi. Aku berharap dia masih bisa untuk ku selamatkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!