"Bagaimana Haris bisa menjadi sangat berani?" tanya Pak Bonadi yang seketika membuat kami terdiam dan saling pandang satu sama lain. Mas Doni pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan.
"Orang yang pertama kali siuman setelah kecelakaan itu adalah Haris. Kemudian aku selanjutnya," jawab Mas Doni dengan suara berat.
"Siang itu, setelah kami mencoba untuk mencari bantuan dan hasilnya nihil, kami memutuskan untuk beristirahat sejenak untuk melepas penat. Kami mulai memperkenalkan diri satu sama lain," sambungnya.
...****************...
"Aduh capek banget bro udah keliling-keliling belum ada bantuan samsek. Istirahat dulu lah kita," ucap Haris sambil berjalan kebawah pohon rindang kemudian duduk bersandar dibawahnya. Aku mengikuti di belakangnya.
"Iya nih, Bro. Mana tebingnya licin banget lagi. Gue udah nyerah dakinya," desahku sembari duduk bersandar dan menatap pasrah kearah tebing yang cukup curam tersebut.
"Tubuh gue juga masih sakit-sakitan nih, Bro. Duhh," desah Haris sembari memijat pundaknya.
"Mending kita istirahat dulu abis itu kita lanjut lagi coba daki tebingnya," ucapku sembari ikut memijat pundakku yang pegal.
"Mending kita cari makanan dulu deh bro. Pasti nanti malem atau gak besok kita udah di jemput sama tim SAR," jawab Haris.
"Betul juga lu, Bro. Oiya, btw lu asal mana bro?" tanyaku.
"Sebenarnya gue dari daerah pesisir, Bro. Terus ngerantau kesini buat nyari pekerjaan biar bisa nabung terus nikah," jawab Haris sambil tertawa kecil.
"Widih udah mau nikah aja lu, Bro," ledekku sambil tersenyum sinis.
"Iya lah, Bro. Kita harus punya goals biar bisa terus berkembang maju," jawab Haris menyombongkan dirinya.
"Terus kenapa lu gak nyari kerjaan disana aja, Bro?" tanyaku lagi.
"Ceritanya panjang bro," jawab Haris dengan suara berat sambil menatap langit.
...****************...
Haris adalah seorang anak nelayan yang tinggal di pesisir pantai. Dia sejak kecil sering ikut ayahnya untuk pergi melaut jikalau keesokan harinya dia libur sekolah. Karena melaut harus dilakukan saat tengah malam hingga menjelang fajar, maka satu-satunya cara agar dia bisa pergi melaut hanyalah saat libur panjang atau malam minggu. Dia sangat bersemangat jika diajak pergi melaut sebab itu akan menambah pengalamannya kelak ketika sudah dewasa nantinya.
Saat umur 19 tahun, dia ditinggal pergi oleh ayahnya untuk selamanya. Itu membuat Haris menjadi sangat terpukul mengingat dia adalah seorang anak tunggal dan akan menjadi tumpuan bagi keluarganya.
Suatu malam, seperti biasa dia pergi melaut bersama awak kapal yang lain, tetapi sang kapten kapal atau pamannya sendiri tidak bisa hadir untuk pergi melaut malam itu dengan beralasan masih ada beberapa kepentingan yang harus dilakukan malam itu juga. Awak kapal hanya mengiyakan dan tanpa rasa curiga sedikit pun bersiap untuk pergi melaut.
Saat hari menjelang fajar, seperti biasa para awak kapal yang beranggotakan 5 orang termasuk Haris memutuskan untuk segera berlabuh. Hasil tangkapan hari ini juga lumayan. Senyum cerah menghiasi di setiap wajah seluruh kru kapal termasuk Haris. Dia menyeka peluhnya sembari bersenda gurau dengan rekan-rekannya. Suasana hangat menyelimuti mereka berlima walau ombak masih menggoyangkan perahu dan angin malam yang dingin merasuk ke tubuh mereka. Dengan hati gembira, mereka pun mulai berlayar ke tepi dan memutuskan untuk segera berlabuh walau sang mentari masih belum menampakkan sinarnya. Haris memutuskan untuk pulang terlebih dahulu menyiapkan wadah untuk mengangkut ikan dan dibawa ke pasar setelahnya.
Saat masuk kedalam rumah, betapa terkejutnya ia. Dia mendapati ibunya terkapar tak berdaya di ruang tamu. Dia langsung membuang barang bawaanya ke lantai dan langsung berlari kearah ibunya tersebut.
"Bu! Ibu! Ibu kenapa ini? Jawab bu!" desak Haris penuh tanya dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Dengan suara lirih ibunya berkata,
"Ibu diperkosa pamanmu, Ris. Ibu gak sanggup berdiri lagi. Perut ibu juga sangat sakit sekarang. Ibu udah gak sanggup buat berdiri," jawab ibunya sembari masih terus memegangi perutnya itu.
Haris yang mendengar hal itu pun langsung naik pitam. Telinganya memerah dan tangannya mengepal erat. Dia langsung bergegas pergi kerumah pamannya tersebut. Tetapi ibunya dengan terseok-seok melarangnya.
"Ibu tahu kamu mau berbuat apa. Tapi itu semua mustahil, Nak. Pamanmu setelah melakukan hal keji kepada ibu, dia berkata akanlangsung pergi meninggalkan desa ini," jawab ibu Haris dengan suara lemah. Tetapi Haris tidak menghiraukannya dan tetap pergi ke rumah pamannya itu.
Dengan langkah panjang dan tangan yang mengepal, dia berjalan menuju rumah pamannya. Amarah yang memuncak sudah sepenuhnya merasuki jiwanya. Dia sudah sangat geram sekarang. Ketika ia sampai di rumah pamannya tersebut, rumahnya sudah sepi seperti ditinggalkan pemiliknya. Dia kemudian mengamuk dan menghancurkan benda-benda yang ada disana.
Setelah dia merasa puas, dia kemudian kembali pulang untuk melihat keadaan ibunya lagi. Sesampainya di rumah, dia sangat terkejut mendapati ibunya sudah terkulai lemas. Dia langsung menggendong ibunya dan mencari bantuan untuk mengantarkannya kerumah sakit.
...****************...
"Lu mau tau gak, Don? Pas gue bawa ibu gue kerumah sakit. Ibu gue meninggal disana. Dia menderita penyakit yang gue gak sanggup buat ngucapinnya," ucap Haris sembari pandangannya lesu seakan kesedihan merenggut cahaya matanya. Aku hanya terdiam mendengar ceritanya yang memilukan itu.
"Gue udah gak punya siapa-siapa lagi dirumah. Makanya gue ngerantau kesini buat ngadu nasib. Sama kalo gue beruntung gue bisa ketemu sama si bajingan itu," sambungnya dengan tatapan penuh amarah sembari tangannya mengepal tanah dan meremasnya hingga hancur. Urat tangannya yang kekar terlihat lebih jelas saat ini.
"Abis ini kita nyari sesuatu yang bisa dimakan sambil nguburin mayat-mayat yang sekiranya udah gak bisa di selametin lagi, Don," ucap Haris dengan tatapan yang penuh tekad. Aku hanya bisa mengangguk pelan menuruti permintaannya.
...****************...
Mas Doni pun mulai berlinang air mata setelah menceritakan tentang masa lalu Mas Haris. Kami menaruh rasa simpati dan merasa prihatin akan kondisi Mas Haris di masa lalu. Sosok yang gagah berani dan tak kenal takut itu ternyata memiliki masa lalu yang kelam. Bahkan mungkin masalah yang sedang kuhadapi saat ini pun masih belum ada apa-apanya daripada masalah yang dialami oleh Mas Haris.
"Aku sudah menyadarinya semenjak aku bersama dengan Haris. Sorot mata penuh kebencian walau bibirnya seakan terlihat tersenyum. Seluruh tatapannya itu adalah tatapan yang penuh dengan kebencian. Kebencian yang tertanam jauh dilubuk hatinya hingga membuat kebenciannya mengakar dan sulit untuk disembuhkan," ucap Pak Bonadi dengan ekspresi penuh simpati.
"Makanya saat dia bertarung dengan para zombie itu, dia bertarung tanpa rasa takut sedikit pun. Bahkan dia bertarung dengan bahagia seakan dia bisa melepaskan seluruh amarah yang dia pendam selama ini," isak Mas Doni mengingat kejadian semalam. Kak Ayu mencoba untuk menenangkannya dengan memeluk pundaknya.
Aku menatap jauh kearah awan dan berniat untuk menyelamatkan Aini dan para penumpang yang sudah ku anggap sebagai keluargaku sendiri ini dengan sekuat tenagaku. Tak peduli apapun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan ada yang mati atau berkorban lagi hanya untuk membuatku melarikan diri layaknya seorang pengecut. Aku sudah bertekad untuk itu.
"Wah ikannya udah mateng nih. Yuk kita makan sama-sama," ucap Vivi memecah suasana.
"Ayok gas!" sahut Kak Willie setelah dia menyeka air matanya dan langsung mengambil ikan bakar yang paling besar.
"Lah eh itu punyaku," sahut Novan sambil merebut ikan bakar yang sudah berada ditangan Kak Willie.
"Lu kan kecil, masa mau ikan yang besar?" ledek Kak Willie.
"Makanya ikan yang besar bagus buat pertumbuhan anak-anak," sahut Novan tak mau kalah.
Kami pun mulai tertawa bersama-sama disekeliling hangatnya api unggun. Sejenak melupakan kembali masalah besar yang kami hadapi, dan entah sampai kapan kami bisa pulang dan bertemu dengan keluarga kami kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments