Malam pun telah larut. Dinginnya angin malam memaksa masuk melewati celah ventilasi ruang, disertai suara nyanyian jangkrik yang nyaring memecah keheningan malam. Dan seperti biasa, mataku tidak bisa untuk terpejam.
"Huft gabisa tidur lagi," desahku sambil melipat tangan kananku yang ku gunakan sebagai bantalan untuk kepalaku.
Aku pun mencoba untuk memejamkan kedua mataku lagi berharap aku bisa terlelap dan segera pergi ke dunia mimpi. Beberapa menit kemudian, terdengar suara seperti benturan pintu yang berulang. Aku yang belum terlalu terlelap seketika langsung merasa terganggu dan terduduk sambil mengumpulkan nyawa untuk bangun dan segera untuk memeriksa suara yang mengganggu itu
"Baru aja bisa tidur, udah ada gangguan lagi," gerutuku sembari mengucek mata kiriku.
Setelah nyawaku terkumpul, aku berjalan dengan langkah gontai menuju pintu keluar dan menggapai gagang pintu dengan niat untuk membukanya. Tiba-tiba sebuah tangan mencengkram tangan kananku disertai suara berbisik ditelingaku.
"Jangan dibuka. Itu mungkin mereka yang datang," ternyata suara berbisik itu adalah suaranya Mas Doni dengan tatapan tajam memandang pintu seperti menganalisa benda apa yang ada dibaliknya.
"Ikut aku!" bisik Mas Doni sambil berjalan berjinjit agar tidak menimbulkan kegaduhan.
Kami berjinjit menghampiri sebuah jendela yang berada disamping pintu keluar. Kami pun mengintip dari sebalik jendela itu. Aku sangat terkejut dengan apa yang aku lihat.
"Ternyata beneran mereka," gumam Mas Doni sambil menyeka kaca jendela yang berdebu.
Sosok itu berpakaian seperti guru. Dengan baju cokelat yang mulai pudar, dengan memakai celana hitam bersabuk kulit serta memakai sepatu pantofel yang koyak dan berlumuran lumpur mengotori sampai ke lututnya. Sosok itu juga terlihat membentur-benturkan badannya seperti berusaha untuk memaksa masuk kedalam ruangan ini. Mas Doni pandangannya menyapu sekeliling dan melihat situasi.
"Ada yang lain gak ya? Keknya dia gak sendirian deh," bisik Mas Doni dengan ekspresi cemas terlihat jelas diwajahnya. Aku masih memandangi dengan seksama kearah sosok itu.
"Liat deh mas. Keknya dia matanya buta. Kelopak matanya kek ketutup gitu," bisikku sambil menunjuk kearah sosok itu. Mas Doni menyipitkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas kearah sosok itu.
"Bener juga. Hm. Sepertinya aku ada ide," jawab Mas Doni sembari beranjak pergi.
Dia mulai membangunkan Mas Haris dan terlihat sedang berdiskusi dengannya. Aku masih berdiam diri disamping jendela dan tak bisa mendengar apa yang mereka berdua bicarakan. Kemudian mereka berdua menghampiriku yang masih mematung disamping pintu keluar.
Mereka kemudian masing-masing berdiri di sisi pintu kanan dan kiri. Mas Doni melepas bajunya dan menggulungnya di kedua tangannya. Mas Haris memasang kuda-kuda seperti bersiap untuk melakukan sesuatu.
"Lu siap, Ris?" tanya Mas Doni sembari mengibaskan kaos di kedua tangannya.
"Gas!" sahut Mas Haris dengan posisi siap untuk menerkam.
Sosok itu masih terus membenturkan tubuhnya kearah pintu berulang kali. Dengan mengikuti ritmenya, benturannya, perlahan Mas Doni menarik kebawah handel pintu itu dan membuatnya seakan-akan berhasil membukanya.
Ketika pintu itu terbuka, sosok itu sedikit tersandung kedalam. Mas Doni dengan cepat menutup kepala makhluk itu dengan kaosnya yang sudah dia siapkan sebelumnya. Ternyata itu berfungsi untuk menahan suara teriakkan makhluk itu.
Selagi makhluk itu ditahan oleh Mas Doni, dia memberi kode ke Mas Haris untuk segera mengeksekusinya. Mas Haris seketika meraih kepala makhluk itu kemudian langsung memutarnya kebelakang. Mahkluk itu terkapar seketika. Aku memandanginya yang telah terbaring dilantai itu seraya berkata,
"Makhluk yang mengerikan,"
"Kalian bangunin yang lain, gue coba untuk melihat-lihat situasi sekitar sini dulu. Takut kalo mereka tiba-tiba dateng," perintah Mas Haris sembari beranjak keluar. Kami hanya mengangguk dan segera menghampiri yang lain untuk membangunkannya.
Setelah yang lain bangun, kami kemudian beranjak pergi dari ruangan yang seperti aula ini. Tetapi Mas Haris masih belum kelihatan batang hidungnya.
"Dimana Mas Haris?" tanya Vivi sembari menguap menahan kantuk.
"Kurang tau juga. Padahal tadi dia pamitnya cuman buat keliling-keliling doang liat kondisi," jawab Mas Doni yang berjalan disampingnya.
Kami pun mulai menjauh dari bangunan itu dan segera menuju ke hutan yang ada di sebelah bangunan ini. Tiba-tiba terdengar teriakan yang sangat familiar ditelingaku,
"CEPETAN KABUR! MEREKA SEMUA DATANG!"
Remang-remang dikejauhan terlihat Mas Haris sedang berlari terbirit-birit. Tetapi dia tidak sendirian.
"Gawat! Semuanya cepat bantuin Haris segera!" perintah Pak Bonadi sembari berlari menuju ketempat Mas Haris.
Mas Haris dikejar puluhan zombie dibelakangnya. Kami pun segera bergegas menghampirinya untuk segera membantunya. Tetapi Mas Haris seperti mengkode dengan tangannya agar kami tidak mendekat.
Tetapi kami tidak menghiraukannya. Kami segera bergegas untuk membantu menghadapi puluhan zombie itu. Tetapi sekali lagi Mas Haris memberi kode dengan tangannya agar tidak menghampirinya dan menyuruh kami untuk segera menjauhinya.
Terlihat dari mulutnya seperti berkata untuk segera pergi dari sini. Kami hanya terdiam membeku merasa bimbang apa yang harus kami lakukan saat ini. Pak Bonadi pun berkata,
"Kita harus segera pergi dari sini,"
"Tapi Mas Haris masih disana, Pak," sanggah Vivi.
"Kamu lihat sendiri kan dia menyuruh kita untuk segera menjauh," ucap Pak Bonadi dengan suara hampir berteriak. Vivi hanya terdiam mendengar ucapan Pak Bonadi tersebut.
Kami pun mulai bergegas menjauh dari lokasinya Mas Haris. Aku langsung menggendong Aini dipunggungku dan menoleh kearah Mas Haris dengan maksud untuk mengucapkan selamat tinggal dengan rasa yang bersalah.
Terlihat di bibirnya dia tersenyum kearah kami. Sorot matanya seakan-akan berkata terima kasih telah menurut akan perintahnya. Kemudian Mas Haris pun berlari kearah yang berlawanan dengan kami.
Dia berlari menuju ke sekumpulan zombie-zombie itu. Dia mengambil sebuah balok kayu yang dia gunakan sebagai senjata dan langsung menerjang kearah mereka dengan gagah berani. Para zombie mulai menyerang Mas Haris tanpa ampun.
Mas Haris terlihat sangat luar biasa karena dia mampu mengimbangi seluruh serangan para zombie itu dengan ayunan balok kayu yang sangat lihai. Aku terperanjat melihat pertarungan itu. Suara tawa mengiringi disetiap ayunan kayunya. Dengan raut wajah yang terlihat bahagia dia mengayunkan balok kayu itu dengan penuh semangat dan tanpa terbesit pun rasa takut dibenaknya.
Tetapi kita semua tahu, satu lawan 10 orang terlalu sulit untuk dilakukan. Mas Haris kehilangan balok kayunya saat menampar salah satu zombie sehingga balok kayu yang ia andalkan terpental menjauhinya. Tak kehabisan akal dia tetap menyerang hanya dengan tangan kosong.
Terlhat dari arah belakang terdapat zombie yang melompat kemudian menubruk tubuh Mas Haris. Mas Haris pun terjatuh karenanya. Para zombie pun langsung mengerubutinya. Mas Haris perlahan tercabik-cabik oleh puluhan zombie yang terlihat sangat kelaparan itu.
Pak Juari seketika mengeluarkan senapannya berniat untuk membantunya. Tetapi langsung ditahan oleh Pak Bonadi. Terdengar perdebatan hebat antara Pak Bonadi dan Pak Juari. Tetapi aku tak bisa mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
Tubuhku mematung terperangah tak percaya melihat pemandangan yang mengerikan itu. Mas Haris mengorbankan tubuhnya sendiri untuk melindungi kami. Dalam benakku bertanya-tanya,
"Kenapa dia sampai mengorbankan dirinya sendiri demi kami?"
Tiba-tiba tetesan air mata Aini yang menetes mengenai pundakku menyadarkanku. Aku langsung berniat untuk pergi dari area ini segera.
"Lebih baik kita segera pergi aja, Pak! Jangan sia-siakan pengorbanan Mas Haris saat ini," ucapku seraya melerai perdebatan antara Pak Bonadi dan Pak Juari.
Pak Juari hanya mengangguk pelan dan menghela napas berat. Kemudian kami bersama-sama meninggalkan area ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments