Bertemu dengan sosok tampan dan gagah berpakaian jas lengkap yang begitu pas dengan postur tubuhnya, dengan wajah dan sikapnya yang terlihat berkharisma dan menunjukkan sikap seseorang bangsawan dengan kedudukan tinggi itu membuat Deanda benar-benar harus menahan dirinya agar tidak berteriak histeris karena melihat sosok Putra Mahkota Alvero Adalvino yang sejak kecilnya begitu dia idolakan, bahkan di dalam dompetnya bukannya fotonya yang terpajang, namun justru foto Putra Mahkota Alvero Adalvino, seperti seorang fans berat seorang idol.
Deanda menarik nafas dalam-dalam melihat sosok Putra Mahkota Alvero yang berjarak sekitar 10 meter di depannya. Jarak tersebut merupakan jarak paling dekat dengan sosok yang dikaguminya, yang tidak pernah dibayangkan oleh seorang Deanda Federer.
Oh my God, dilihat dari dekat ternyata dari sisi manapun sosok Putra Mahkota terlihat jauh lebih tampan dan gagah dibandingkan dengan fotonya. Sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganku bisa melihat langsung sosok Putra Mahkota Alvero, Deanda berkata dalam hati sambil matanya ambernya yang indah menatap kagum ke arah Alvero yang juga sedang menatapnya dengan wajah terlihat heran. Bagi Deanda tatapan mata Putra Mahkota dengan wajah heran adalah hal biasa mengingat dia yang berpakaian khas tempatnya bekerja tiba-tiba bisa berada di gedung perkantoran yang mewah perusahaan Adalvino ini.
"Baik Yang Mulia," Laki-laki yang dipanggil Erich itu segera menjawab perintah dari Putra Mahkota Alvero dan berjalan dengan langkah cepat ke arah Putra Mahkota Alvero yang sudah mengalihkan pandangan matanya dari Deanda.
"Erich..., beberapa saat lalu Avitus mengatakan bahwa karyawan yang mengirimkan sample roti bernama Vian, kenapa...," Putra Mahkota Alvero berbisik pelan sambil berjalan ke arah lain diikuti oleh Erich.
"Info terbaru yang saya terima dari Tuan Avitus mengatakan bahwa pihak toko roti mengirimkan lagi pegawainya yang lain, sesuai yang dijanjikan sebelumnya, mengirimkan Nona Deanda Federer kemari," Mendengar penjelasan Erich, Alvero yang baru saja hendak berjalan ke arah pintu keluar gedung menghentikan langkahnya.
"Yang Mulia...," Erich berkata lirih sambil memandang ke arah Putra Mahkota Alvero yang tiba-tiba terdiam di tempatnya berdiri tepat di dekat pintu keluar gedung.
"Tunda meeting kita, mundurkan jadwal meeting kita selama satu jam dari jadwal semula, dan segera pindahkan meeting itu ke gedung ini. Aku akan kembali ke kantorku," Alvero berkata dengan nada tegas sambil membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali ke dalam.
Erich langsung menganggukkan kepalanya tanpa bertanya alasan apa yang membuat Alvero menunda dan memindahkan tempat meeting. Dengan cepat Erich langsung menghubungi para peserta meeting untuk menginfokan perubahan rencana meeting yang dilakukan oleh Putra Mahkota Alvero sambil mengikuti langkah-langkah Alvero yang kembali masuk ke dalam gedung.
Alvero yang berjalan kembali mendekati lift pribadinya, sekilas melirik ke arah posisi dimana tadi Deanda berdiri di sana sambil menatapnya, yang tentu saja sosok Deanda sudah tidak lagi ditemukannya di tempat itu karena sudah masuk ke ruang tunggu yang tadi ditunjukkan oleh Cleosa kepadanya. Dengan langkah sedikit terburu-buru, Alvero mendekat ke arah lift pribadinya dan langsung memasukinya, lalu dengan gerakan telapak tangannya, dia melambai ke arah angka 125 dimana itu merupakan lantai teratas dari gedung bertingkat yang mewah ini, yang merupakan lantai yang khusus dipakai oleh Putra Mahkota sebagai kantornya, dan hanya segelintir orang yang mendapatkan akses untuk bisa naik ke lantai itu.
"Erich, perintahkan Avitus untuk segera memberikan padaku laporan tentang sample roti dari toko roti milik Logan. Aku akan segera menyampaikan keputusanku tentang itu," Alvero berkata sambil melangkah keluar dari lift pribadinya dan berjalan ke arah kantornya kepada Erich yang lagi-lagi langsung mengangguk dengan hormat tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan wajah datarnya.
# # # # # # #
Deanda yang baru saja kembali dari gedung perkantoran perusahaan Adalvino meminum air putih dari gelas yang ada di tangannya sampai tandas tak bersisa. Melihat itu Abella yang sedari tadi begitu penasaran dengan apa yang telah terjadi di tempat Deanda mengirimkan sample roti hanya bisa menatap ke arah Deanda tanpa kedip, menunggu Deanda menghentikan kegiatannya.
"Deanda! Cepat ceritakan padaku apa yang telah terjadi? Apa semua baik-baik saja?" Deanda yang baru saja melap bibirnya yang basah terkena air dengan punggung tangannya langsung tersenyum mendengar pertanyaan Abella.
"Tuan Avitus yang menemui aku dan Vian benar-benar marah karena pengirim sample yang seharusnya aku digantikan oleh Vian. Tapi untung saja setelah dia menerima panggilan telepon dari seseorang di kantornya, tiba-tiba saja kemarahannya segera mereda. Dia langsung membawa kotak berisi sample roti pergi dan menyuruhku dan Vian untuk pulang,"
"Hah..., syukurlah," Abella menarik nafas lega mendengar Deanda dan Vian bisa kembali dengan kondisi baik-baik saja. Siapapun akan merasa takut melakukan kesalahan jika itu berkaitan dengan sesuatu yang terhubung dengan keluarga kerajaan atau bangsawan dengan tingkatan tinggi seperti Duke, apalagi mereka yang hanya merupakan rakyat biasa tanpa memiliki kedudukan sosial yang seringkali dianggap rendah.
"Tapi Abella...," Deanda berkata sambil tangannya memegang kedua tangan Abella dan menggoyang-goyangkannya dengan wajah terlihat begitu senang.
"Kenapa? Apa ada suatu kejadian yang membuatmu senang hari ini?" Mendengar pertanyaan Abella, Deanda langsung mengangguk-anggukkan kepalanya dengan cepat.
"Tebak apa yang sudah terjadi di sana tadi?" Abella mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan Deanda.
"Apalagi yang bisa terjadi selain kamu dimarahi habis-habisan? Jangan bilang kalau kamu begitu senang dimarahi oleh orang-orang di sana tadi," Deanda langsung mengubah anggukannya menjadi gelengan kepala kuat-kuat dan cepat begitu mendengar perkataan Abella.
"Kamu pasti tidak akan percaya! Aku bertemu dengan Putra Mahkota Alvero! Putra Mahkota Alvero Abella! Putra Mahkota Alvero yang asli!" Abella langsung tersenyum melihat bagaimana bahagianya Deanda menyebutkan tentang pertemuannya dengan Alvero.
"Aku benar-benar tidak menyangka bertemu dengannya di gedung itu. Dia benar-benar tampan dan gagah, Putra Mahkota Alvero memang laki-laki paling tampan, paling gagah, paling berkharisma, paling pintar, paling hebat, paling layak memimpin negeri ini, paling....," Abella buru-buru menutup bibir Deanda dengan telapak tangannya melihat bagaimana Deanda tidak bisa menghentikan pujiannya kepada Alvero.
"Apa anehnya bertemu dengan Putra Mahkota Alvero di gedung mewah miliknya sendiri? Kalau kamu bertemu dia di cafe atau di tempat umum tempat kita rakyat kecil mendapatkan hiburan dan menghabiskan waktu, itu baru hebat," Abella berkata dengan sedikit terkikik melihat bagaimana Deanda melotot ke arahnya dengan wajah terlihat tidak suka melihat Abella yang terdengar memojokkan Alvero yang merupakan sosok yang begitu dikagumi oleh Deanda.
"Ah, sudahlah, dari awal kamu memang selalu merusak suasana hatiku jika aku membicarakan tentang kehebatan Putra Mahkota Alvero," Deanda berkata sambil meraih tas ranselnya dan mengaitkan talinya ke bahunya.
"Aku mengatakan itu untuk kebaikanmu. Jangan terlalu terobsesi dengan Putra Mahkota. Kamu tahu dia laki-laki yang tidak akan bisa kamu raih keberadaannya," Mendengar kata-kata Abella, Deanda langsung mencubit pipi Abella dengan sedikit keras.
“Auw…!” Abella langsung terpekik mendapatkan hadiah cubitan di pipinya.
"Apa maksud kata-katamu? Aku hanya sekedar mengagumi sosok hebat Putra Mahkota, bukannya jatuh cinta padanya apalagi berniat untuk menjalin hubungan khusus dengannya. Aku hanya sekedar mengagumi dia sebagai calon raja negeri ini yang memang layak untuk dihormati dan dikagumi," Abella sedikit tersenyum lega mendengar kata-kata Deanda, karena sebenarnya selama ini dia selalu bersikap tidak mendukung tindakan Deanda yang begitu mengagumi Putra Mahkota Alvero karena takut Deanda akan terobsesi dan membandingkan semua laki-laki yang berusaha mendekatinya dengan sosok hebat Putra Mahkota Alvero sehingga menghambat hubungan Deanda dengan laki-laki kelak.
Akhirnya Abella hanya bisa tersenyum mendengar kata-kata Deanda, karena sebenarnya dalam hatinya dia sebagai rakyat negara Gracetian juga sungguh mengagumi dan bangga terhadap keberadaan Putra Mahkota Alvero yang sudah melakukan banyak hal dalam memajukan dan menjaga keamanan negara Gracetian. Kemampuan negosiasi sekaligus kemampuan bisnis dan strategi dalam bidang keamanan Putra Mahkota sudah terbukti dengan berhasilnya dia mengembangkan kerjasama dengan negara lain, membangun infrastruktur dalam negeri sampai dengan menggagalkan setiap rencana penyerangan dari negara lain baik secara fisik sampai ekonomi serta meredam dan menggagalkan setiap rencana pemberontakan dalam negeri, membuat negara ini selalu dalam kondisi aman dan kondusif, sehingga rakyat kecil seperti Abella dan Deanda bisa ikut merasakan hasil kerja keras Putra Mahkota untuk negara ini, salah satunya adalah murahnya biaya pendidikan di negara ini, walaupun pada akhirnya bagi Deanda yang terlalu sibuk menghidupi keluarganya tetap berakhir dengan ketidakmampuannya untuk membayar biaya kuliahnya sehingga ijazahnya tertahan.
Dalam kurun waktu beberapa abad ini keberadaan Putra Mahkota Alvero diakui sebagai calon raja yang memiliki kemampuan di atas rata-rata raja-raja sebelumnya. Hanya saja gosip-gosip tidak sedap di sekitarnya membuat beberapa orang masih meragukan kemampuan Putra Mahkota Alvero apakah kelak bisa menjalankan tampuk kepemimpinan tertinggi di negara ini, terutama pihak-pihak yang berpihak kepada Pangeran Dion Adalvino, adik tiri Putra Mahkota Alvero.
"Ayo kita pulang. Walaupun aku benar-benar bahagia hari ini, tapi hari ini sungguh melelahkan," Abella langsung mengangguk sambil tersenyum mendengar perkataan Deanda.
Deanda dan Abella baru saja keluar dari pintu toko roti tempat mereka bekerja ketika Deanda merasakan handphone yang ada di saku celananya bergetar, membuatnya langsung mengambil dan melihat ada sebuah pesan baru masuk ke handphonenya.
Selamat malam Nona Deanda, besok malam Tuan Alvi ingin bertemu dengan Nona Deanda. Jam 7 malam saya akan menjemput Nona di tempat kerja Nona.
Deanda langsung menarik nafas panjang begitu membaca pesan dari Ernest yang mengatakan Alvi ingin bertemu dengannya, rasanya malas sekali membayangkan harus bertemu Alvi yang tidak sopan dan keras kepala itu. Laki-laki aneh yang tiba-tiba meminta untuk menikahinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
ria aja
sdh dialanyg kmu idolkan
2022-11-16
0
Devi Triandani
bknnya deanda ada janji sama Duke besok mlm ya
2022-08-09
0
ChristyShop Lutim
kenpa baru ketemu karyamu😭
2022-08-06
0