Tanpa mengeluarkan kata-kata, laki-laki itu hanya memandang Deanda dengan tatapan tajam sambil menepiskan tangan Deanda yang tadinya sedang memegang erat pergelangan tangannya. Begitu pergelangan tangan laki-laki itu lepas dari tangannya, Deanda melotot, dan berusaha meraih kembali pergelangan tangan laki-laki itu untuk meminta pertanggungjawabannya sudah membantu pencopet itu lepas darinya dan melarikan diri.
"Jangan mengganggu urusanku! Lebih baik kamu minggir dari depanku sekarang!" Laki-laki itu berkata dengan nada membentak ke arah Deanda, membuat bola mata bewarna amber milik Deanda yang seringkali membuat para pria terpesona, melotot semakin tajam ke arah laki-laki itu.
(Bola mata berwarna amber ini bisa dianggap sebagai warna yang paling unik dan langka, sebab warna yang dihasilkan dari amber ini seperti kuning tembaga. Jangan sampai tertukar dengan orang yang memiliki bola mata berwarna cokelat dan hazel ya, karena warna mata ini seperti berkilau keemasan. Kamu bisa menemukan orang dengan mata berwarna amber ini di Amerika Selatan dan juga negara-negara di Asia).
Dia yang duluan menabrakku, sekarang dengan arogannya menyuruhku menyingkir begitu saja tanpa merasa bersalah sama sekali. Rasanya ingin sekali aku tarik masker di wajahnya dan melihat dengan jelas wajah sombongnya, Deanda berkata dalam hati dengan sedikit mendengus karena merasa jengkel, lagi-lagi dalam hidupnya harus bertemu orang-orang tidak tahu bagaimana cara meminta maaf atas kesalahan yang mereka perbuat.
“Tuan! Sopan sedikit! Apa susahnya meminta maaf kalau memang bersalah!” Deanda meraih kembali pergelangan tangan laki-laki bermasker itu dan memegangnya dengan erat.
“Nona, maaf…,” Tiba-tiba seorang laki-laki muda berpakaian rapi, seperti seorang pengawal yang biasa dia temui di jalan-jalan di kota ini, berlari-lari mendekat ke arah mereka berdua, dan memegang tangan Deanda lembut, dan melepaskannya dari pergelangan tangan laki-laki yang ada di depan Deanda.
Di belakang laki-laki itu terlihat dua orang lain yang menyusul ke arah mereka. Begitu sampai di dekat mereka, kedua pria yang baru menyusul itu memilih untuk berdiri tegak dan diam, tepat di belakang tubuh pria bermasker itu. Membuat Deanda mengernyitkan alisnya, berusaha menebak siap pria bermasker di depannya, kenapa diikuti oleh beberapa orang berpakaian rapi seperti seragam.
“Kenapa kamu ikut campur? Jangan-jangan kalian gerombolan si pencopet tadi ya? Kalian sengaja membiarkannya lepas dari tanganku!” Deanda menjawab permintaan maaf laki-laki yang baru datnag itu dengan nada ketus, menunjukkan rasa tidak sukanya karena sudah membuat seorang penjahat lepas dari tangannya.
“Nona, jangan salah paham, kami tidak mengenal siapa pencopet yang sedang Anda bicarakan. Tapi percayalah Tuanku Alvi tidak sengaja menabrak Nona sehingga Nona melepaskan pencopet itu. Tadinya Tuan Alvi juga sedang mengejar seorang penjahat. Kami minta maaf,” Deanda memandang ke arah laki-laki tampan yang baru saja datang dan mencoba menjelaskan situasinya kepada Deanda.
Sepertinya pria yang berpakaian seperti pengawal itu adalah pria baik-baik, dia juga sangat sopan. Tapi pria yang dipanggil Tuan Alvi itu? Pantas saja sikapnya sok jagoan, ternyata dia adalah salah satu orang kaya yang mau sok jadi jagoan di negara ini, Deanda berkata dalam hati sambil memandang dari atas ke bawah baik laki-laki yang disebut Tuan Alvi maupun laki-laki yang baru datang, yang sepertinya adalah asisten atau pengawalnya.
Laki-laki yang dipanggil Tuan Alvi itu tampak melotot ke arah Deanda yang mengamatinya seolah-olah dia adalah seorang penjahat yang sedang tertangkap basah oleh gadis di depannya itu. Dan laki-laki tampan yang baru menyusulnya tadi tampak tersenyum ramah, tampak berusaha keras membuat Deanda tidak lagi marah, sekaligus menenangkan hati tuannya.
Deanda tidak begitu heran melihat keberadaan pengawal yang terlihat umum di negaranya yang memang memiliki sistem pemerintahan monarki absolut, walaupun sudah di jaman modern seperti sekarang ini. Dan di negara ini hampir semua orang kaya, terutama yang memiliki gelar bangsawan bersikap seperti raja atau pangeran. Dimana-mana mereka membawa pengawal untuk menunjukkan kedudukan mereka, yang kadang justru membuat rakyat miskin sepertinya hanya bisa mencibir karena sikap sok mereka yang ingin menyaingi keluarga kerajaan.
Bagi Deanda yang hanya rakyat biasa yang miskin, orang yang harus dihormati hanyalah raja dan anggota keluarga kerajaan, karena selama ratusan tahun secara turun temurun sudah memimpin negara ini, menjaga, membangun dan memberikan fasilitas umum yang mempermudah banyak rakyak miskin sepertinya bahkan keluarga kerajaan tidak segan-segan menyumbangkan kekayaan pribadi mereka untuk kepentingan rakyat, tapi tidak dengan para penduduk kaya yang berusaha bersikap seperti para anggota kerajaan.
Untuk Deanda mereka yang sok berkuasa tidak layak mendapatkan penghormatan dari rakyat yang sebenarnya memiliki kedudukan yang sama selain masalah ekonomi. Tapi tentu saja Deanda hanya bisa memikirkan itu di dalam pikirannya karena sebagai gadis miskin dia sadar dia tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya kepada keluarga kerajaan.
"Nona, apa Nona baik-baik saja? Apa perlu kami membayar biaya pengobatan Nona?" Deanda sedikit mendengus melihat wajah dingin laki-laki yang baru saja menabraknya, namun mendengar kata-kata sopan dari laki-laki di samping Tuan Alvi yang menawarkan pengobatan untuknya, membuat emosi di dada Deanda sedikit surut.
"Tidak, tidak perlu, saya baik-baik saja. Tidak ada yang terluka. Anda tidak perlu khawatir Tuan," Laki-laki yang menawarkan pengobatan itu terlihat menarik nafas lega mendengar Deanda mengatakan bahwa dia baik-baik saja.
"Nama saya Ernest. Nona tidak perlu sungkan untuk meminta bantuan jika Nona mengalami kesulitan karena pencopet itu," Deanda langsung melambaikan telapak tangannya di depan wajah Ernest mendengar penawarannya barusan.
"Tidak perlu, percuma saja, pencopet itu sudah melarikan diri, akan sulit untuk menangkapnya,"
"Jangan khawatir Nona, setelh ini kami akan berusaha membantu Nona untuk menemukan pencopet itu dan membawanya ke kantor polisi untuk menerima hukumannya," Deanda mengernyitkan dahinya mendengar janji dari Ernest yang baginya tampak hanya sebagai pemanis di mulutnya, karena sehebat apakah Ernest yang hanya seorang pengawal salah satu orang kaya di negara ini bisa menemukan seorang pencopet yang sudah melarikan diri?
Akhirnya Deanda memilih menarik nafas dalam-dalam dan menyunggingkan sebuah senyum di bibirnya, berharap segera pergi dari hadapan Tuan Alvi yang tampak dingin dan pengawalnya. Sepertinya percuma saja memperpanjang percakapan dengan mereka, itu yang ada di pikiran Deanda sekarang. Apalgi tas wanita paruh baya yang tadi dicopet itu masih ada di tangannya, dia harus sesegera mungkin mengembalikannya.
"Tidak perlu dibahas lagi Tuan, lebih baik kalian menyelesaikan urusan kalian, aku juga akan mengurus urusanku sendiri," Deanda berkata sambil melirik ke arah Tuan Alvi yang tetap pada posisinya semula dengan wajah dan tatapan mata dinginnya.
"Kalau begitu maafkan kami. Tapi kami harus segera pergi. Maaf untuk ketidak nyamanan hari ini Nona," Deanda menganggukkan kepalanya, lalu membiarkan keempat laki-laki itu pergi menjauh.
Huh, dasar orang kaya sok berkuasa, untung saja pengawalnya selain tampan juga sopan. Laki-laki itu beruntung memiliki pengawal yang bisa menenangkan orang lain, kalau tidak pasti dia seringkali mendapatkan bogem mentah dari orang-orang di sekitarnya dengan sikap dingin dan sok berkuasanya, Deanda mengomel dalam hati sambil berjalan kembali ke arah depan mall tempat Nyonya yang tadi mengalami pencopetan yang sedari tadi terlihat terus mengamati apa yang terjadi antara Deanda dan para pria barusan.
"Maaf atas kejadian buruk hari ini Tuan. Juga atas hilangnya kesempatan kita untuk menangkap penjahat itu. Saya akan berusaha mencari keberadaan laki-laki itu secepatnya. Apa Tuan Alvi baik-baik saja? Sebaiknya kita segera pergi dari sini dan segera memeriksa kondisi kesehatan Tuan Alvi," Ernest berkata sambil menatap tuannya dengan pandangan mata terlihat begitu khawatir.
"Seperti katamu, kita harus segera pergi dan memeriksakan kondisiku sekarang juga," Laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Tuan Alvi itu terlihat menarik nafas dalam-dalam dan memegang dadanya.
"Silahkan Tuan Alvi," Ernest yang berdiri di samping Tuan Alvi menggerakkan telapak tangannya lurus ke samping, memberi tanda agar Tuan Alvi berjalan lebih dahulu.
Dengan langkah elegan dan percaya diri laki-laki yang dipanggil Tuan Alvi oleh Ernest itu berjalan kembali ke depan disusul oleh kedua pengawalnya yang lain. Dan tanpa diketahui oleh siapapun mata hazel milik laki-laki bermasker tersebut melirik ke arah sosok Deanda yang sudah berjalan menjauh darinya ke arah Duchess Danella yang sedari tadi sudah menunggunya dengan wajah terlihat khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Nita Infinix
jele. bangt
2022-08-09
0
ria aja
lnjut
2022-08-05
0
Ros Wungkul
lanjut dong
2022-07-24
0