Untuk hari ini Ameeza sedikit bersyukur bisa terbebas dari fans gila kedua kakaknya dan sepupu-sepupunya. Semua itu berkat bantuan dari Melva. Meski awalnya Ameeza tak yakin Melva bisa menyingkirkan fans fanatik saudaranya itu, mengingat yang Ameeza tahu Melva anaknya lebay dan terlihat cengeng. Tapi ternyata dugaannya salah, ternyata Melva bisa juga seperti singa, dengan sekali bentakan fans fanatik kedua kakaknya dan sepupu-sepupunya itu langsung kicep.
"Lo gak sakit gigi? Entar kalau sakit gigi gimana? Kasian, jangan makan makanan manis banyak-banyak, yah," ujar Melva dengan wajah khawatir.
Mendengar itu Ameeza tetap tidak menghentikan kegiatannya menikmati ice cream cokelat. Dan jangan lupakan beberapa permen yang berserakan di atas meja kantin.
Melva meraup permen yang berserakan di atas meja. Lalu ia masukan ke dalam plastik hitam yang kebetulan bekas Ameeza membungkus jajanannya tadi.
Malas mengoceh panjang. Ameeza memilih opsi untuk berdehem. Membuat Melva yang sibuk memasukan setumpuk permen di atas meja terhenti. Ameeza memang diam, tapi Melva mengerti dengan sorot matanya yang seolah berkata 'Lo siapa berani larang-larang gue'
Tatapan Ameeza memang sangat ampuh untuk membuat Melva tidak berkutik. Ia meletakan plastik hitam berisi permen itu ke atas meja. Daripada mengurusi Ameeza, lebih baik Melva melanjutkan makan siomaynya yang masih sisa setengah.
Usai menghabiskan ice cream cokelat dan beberapa permen. Ameeza beranjak dari duduknya. "Thanks."
Melva mengangguk. Ia melirik ke arah plastik hitam yang ada di atas meja. "Amy."
Ameeza berbalik disertai alis kanannya naik, seolah bertanya 'ada apa?'
"Permen lo."
"Buat lo."
Tanpa mendengar lebih dulu respon dari Melva, kaki Ameeza melangkah menjauhi kantin. Walaupun begitu Melva merasa senang. Meski Ameeza berkata dengan wajah cuek.
Masih ada waktu kurang dari lima menit untuk istirahat. Ameeza menyusuri koridor untuk kembali ke kelasnya daripada menonton pertandingan basket di lapangan.
Ameeza cuek saja melewati koridor yang tepat bersebelahan dengan lapangan outdoor basket. Ia mengemut sisa permen yang ada di mulutnya.
Entah dari mana asalnya, tiba-tiba segerombol laki-laki sudah berjejer di tepi koridor. Mereka meneriaki nama Ameeza beberapa kali membuat Ameeza kesal. Walau kesal Ameeza berusaha tidak menunjukan wajah kesalnya. Ia hanya menunjukan wajah datar tanpa ekspresi seperti biasa. Alhasil beberapa anak laki-laki yang berjejer di tepi koridor mendengus kecewa karena tak mendapat respon apapun dari Ameeza.
Ameeza sampai di kelas bertepatan dengan bel masuk berbunyi. Ia berdiri dari duduknya saat Melva ingin duduk dibangkuannya yang kebetulan berada di pojok. Setelah Melva duduk, Ameeza pun ikutan duduk.
Sudah lima belas menit berlalu tak ada tanda-tanda guru yang masuk untuk mengajar. Dan berakhirlah dengan keadaan kelas yang sudah seperti pasar. Bagi Ameeza semua obrolan-obrolan tak berfaedah anak-anak di kelasnya terutama anak perempuan sudah seperti dengungan lebah. Membuat pening kepalanya saja.
Tak berselang lama kegaduhan itu terhenti saat ada seseorang mengetuk pintu di sertai dengan ucapan salam. Pandangan anak kelas X MIPA 2 terpusat ke depan. Lebih tepatnya pada laki-laki berparas tampan yang berdiri di depan yang di dampingi oleh salah seorang perempuan.
"Minta perhatiannya sebentar, yah," kata Angga tak lupa dengan senyuman ramahnya yang justru membuat siswi di kelasnya meleleh. Terkecuali Ameeza.
"Kakak di sini mau mendata siapa saja yang ingin bergabung menjadi anggota OSIS. Sekaligus kakak akan menjelaskan eskul apa saja yang ada di SMA Antares," terang Izzi berusaha bertutur kata ramah. Namun, bagi Ameeza wajah kakak keduanya itu tetap saja judes.
"Di SMA Antares ini semua siswa wajib mengikuti eskul atau club, minimal satu. Maksimal tidak terbatas asalkan bisa bagi waktu," tambah Angga.
...-oOo-...
Semestinya Ameeza sudah keluar dari kelas sejak tadi. Tapi, karena segerombol laki-laki yang menunggu di depan kelasnya membuat Ameeza enggan untuk keluar. Terlebih lagi tadi ia sempat mendengar salah seorang diantara mereka menyebut namanya.
Jangan-jangan mereka punya dendam kesumat sama gue? Tapi apa? Jangan-jangan karena tadi gue cuekin.
Ameeza menghembuskan napasnya panjang. Tangannya memegang tali tas lumayan erat untuk menyamarkan kegelisahannya. Kemudian ia mulai berjalan santai menyibak kerumunan di depan kelasnya.
Ternyata tidak terjadi apa-apa padanya. Ameeza bersyukur dalam hati. Namun, kelegaan itu lenyap seketika saat salah seorang dari mereka mulai mengejarnya. Ameeza yang sedikit panik bukannya jalan lurus ke depan untuk sampai ke gerbang utama. Justru ia berbelok ke koridor lain.
Jantungnya terasa mau copot dari tempatnya. Meskipun ia berusaha cuek. Untuk masalah ini Ameeza tidak bisa tinggal diam dan cuek saja. Bisa bahaya.
"Hoi cari dia ke seluruh penjuru sekolah!"
"Lo ngapain nyari dia?"
"Gue cuma mau ngomong sama Ameeza. Penasaran gue. Dia cuek banget."
"Oke."
Deg!
Tubuh Ameeza terus merapat ke dinding. Kepalanya menoleh ke samping. Ada salah satu ruangan yang masih terbuka ternyata. Ameeza awalnya ragu. Namun, saat mendengar suara langkah kaki mendekat tak perlu banyak berpikir ia segera memasuki ruangan itu. Lalu menutupnya rapat-rapat.
Napas Ameeza memburu. Tatapannya memindai ruangan yang ia masuki dan ternyata ruangan itu adalah perpustakaan sekolahnya. Untunglah di sana tidak ada penjaga perpustakaan. Jadilah ia aman tidak kena omel panjang.
Kakinya yang dibalut sepatu sekolah hendak melangkah melewati keset yang ia injak. Namun, suara deheman cukup keras membuat Ameeza urung melangkahkan kakinya.
Ameeza mengedarkan pandangan berusaha mencari siapa orang yang berdehem. Dan tatapannya terhenti pada seorang laki-laki berseragam sama sepertinya tengah duduk di kursi dekat meja khusus penjaga perpustakaan. Bola mata laki-laki itu tidak terfokus menatap ke arahnya melainkan pada buku setebal kamus yang tengah ia pegang.
"Ekhem!" Suara deheman itu jauh lebih keras dan tegas dari yang pertama tadi.
Lagi-lagi Ameeza urung melangkahkan kakinya. Karena penasaran dan sedikit kesal juga ia menatap laki-laki itu dengan wajah seolah tidak ada kekesalan apapun. "Kenapa?" tanya Ameeza kesal tapi ia berusaha menutupinya dengan wajah datar.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. Laki-laki itu menjawab, "Masuk perpustakaan harap lepas sepatu dan kaus kaki." Perkataan itu nampak biasa. Namun, terselip penekanan disetiap katanya.
Kepala Ameeza menunduk. Bodohnya ia sampai lupa melepaskan sepatu. Ameeza segera melepaskan sepatu dan kaus kakinya. Lalu menaruhnya di rak sepatu khusus.
Daripada bosan di dalam Ameeza memilih pura-pura sedang mencari buku. Ia berhenti di salah satu rak buku. Mengeluarkan HP-nya dari saku rok, lalu mengetikan pesan permintaan maaf pada kedua kakaknya. Juga kepada Siska dan Eza karena batal kerja kelompok.
"Ngapain masih di sini, Amy? Untung saya gak jadi ngunci perpustakaan karena siswa yang saya suruh menjaga perpus memberitahu bahwa ada satu orang yang masuk dan belum keluar dari sini."
"Saya lagi cari buku biologi, Bu." Ameeza mengambil asal buku yang ada di rak tanpa melihat.
Bu Atikah—penjaga perpustakaan mengernyitkan dahi heran. "Kamu nyari novel atau buku pelajaran?"
Ameeza menatap buku yang ia ambil. Baru menyadari kecerobohannya karena salah mengambil buku. "Saya salah ambil, Bu."
Ameeza segera menyimpan kembali buku yang ia ambil asal ke tempatnya.
"Ya sudah."
Sebelum Ameeza dan Bu Atikah keluar dari perpustakaan. Ameeza sempat melirik ke arah kursi dekat meja khusus penjaga perpustakaan.
"Dia sudah pulang," celetuk Bu Atikah.
Sial malah kepergok lagi!
Gue cuma penasaran aja sama tuh orang. Kayak pernah ketemu.
...-oOo-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments