Ameeza memasuki perpustakaan setelah melepas sepatu dan kaus kakinya. Selepas masuk ia bingung sendiri yang mana yang namanya Erga. Bodohnya ia tidak tahu juga seperti apa wajah teman sekelasnya itu. Ia bahkan merasa tak memiliki teman sekelas bernama Erga. Atau karena Ameeza terlalu cuek. Jadi, tak memperhatikan lingkungan sekitar.
Suasana perpustakaan lenggang. Tak banyak orang juga. Beruntunglah kalau begitu, Ameeza tak perlu repot-repot kelimpungan mencari Erga terlalu lama. Sehingga tak banyak juga waktunya tersita.
"Permisi, Bu. Ibu tahu Erga tidak?" tanya Ameeza sopan. Meski sebenarnya ia malas mencari Erga yang merupakan teman satu kelompoknya.
Bu Atikah tampak berpikir sebentar. Sebelum akhirnya tersenyum dengan eskpresi seolah mengingat sesuatu. "Ah, tadi kayaknya baru aja datang. Kalau gak salah dia ke rak buku bagian pelajaran biologi."
"Terimakasih, Bu," ucap Ameeza. Lantas ia segera melangkahkan kakinya ke area rak buku biologi.
Ameeza menyusuri rak buku yang berjajar lurus membentuk sebuah lorong. Ia tiba di ujung rak buku khusus biologi. Namun, tidak menemukan siapapun di sana.
Itu orang kemana, sih?
Posisi Ameeza masih seperti sebelumnya. Dengan tubuh yang menghadap ke depan rak buku. Sesekali ia mengulum bibirnya gelisah.
Apa gue balik aja, yah? Daripada nyari dia gak ketemu. Biarin aja dia gak ikut kerja kelompok. Yang rugi juga dia. Ngapa gue yang repot.
Kaki Ameeza melangkah ke belakang. Belum sempat berbalik, punggungnya sudah lebih dulu menubruk seseorang yang ada di belakangnya.
Ameeza dan orang itu berbalik bersamaan. Sempat keduanya saling tatap. Namun, sedetik kemudian Ameeza dan laki-laki itu membuang pandangan.
Dia orang yang jaga perpus waktu itu 'kan.
Mengenyahkan pikiran tentang kejadian menyebalkan itu. Lebih baik Ameeza fokus mencari orang bernama Erga. "Lo tahu Erga?" tanya Ameeza sebelum laki-laki yang memegang buku setebal kamus itu berbalik.
Alis laki-laki di hadapannya naik. Kemudian ia berdehem pelan. "Nyari saya?" tunjuknya pada diri sendiri.
Otak Ameeza berusaha mencerna maksud ucapan laki-laki di hadapannya. Tak berselang lama ia baru paham. "Oh, lo Erga? Kelas X MIPA 2?"
Laki-laki di hadapan Ameeza mengangguk.
Ingin sekali Ameeza mengomel panjang pada Erga. Bikin repot orang saja. Namun, urung. Untuk kali ini Ameeza harus berusaha mengontrol emosinya. Tenang, ia tidak boleh kelepasan di sini. Yang lebih penting dan harus ia lakukan adalah cepat-cepat mengajak Erga ke rumah Eza untuk kerja kelompok.
"Kerja kelompok di rumah Eza."
Pernyataan itu tak mendapat respon apapun dari lawan bicara. Ameeza berbalik ke belakang memastikan Erga masih mengikutinya. Ternyata benar Erga masih mengikuti Ameeza.
"Bawa kendaraan gak?" tanya Ameeza setengah gondok dengan makhluk bernama Erga yang sedari tadi diam saja.
Pemberhentian mendadak Ameeza membuat Erga ikutan berhenti. Mulutnya sudah terbuka. Namun, ia mengurungkan untuk berbicara. Erga memilih menggunakan isyarat dengan gelengan kepala.
Nih, orang bikin gue kesel aja. Untung temen kalau bukan udah gue timpuk pake barbel punya Kak Angga.
Menstabilkan sekejap perasaan kesal yang bertumpuk di hatinya. Ameeza berjalan mendekati mobil berwarna silver miliknya. Lalu memberi kode kepada Erga untuk masuk ke mobil.
Erga mengangguk.
Sementara Ameeza sudah masuk ke mobil lewat pintu depan. Ia menunggu Erga yang masuk ke mobil. Dengan arah pandang ke luar jendela.
Suara pintu mobil ditutup mengalihkan arah pandang Ameeza. Ia menoleh ke samping kursi yang dekat dengan kursi pengemudi. Ternyata tidak ada. Sebelum ia melakukan hal konyol dengan memutar kepala ke belakang. Ameeza memilih opsi melihat lewat kaca kecil yang tergantung di atap mobilnya. Ternyata Erga duduk di belakang.
"Pakai seat belt-nya," titah Ameeza tanpa menoleh ke belakang.
Erga menjawab dengan anggukan kepala.
Berasa ngomong sama orang bisu gue.
...-oOo-...
Akhirnya tugas membuat kerajinan dari barang bekas selesai juga. Walaupun Ameeza masih kesal mengingat waktu kerja kelompok di rumah Eza.
Erga yang duduk di belakang pojok tepat di jajaran Ameeza menghela napas. Berusaha menetralkan kegugupannya. Untuk pertama kalinya ia harus menyampaikan informasi sepenting ini pada orang lain. Ia agak ragu juga untuk menyapa, lalu memberitahu Ameeza soal informasi yang baru saja di dapatnya tadi pagi.
"Ameeza."
Obrolan dengan Melva yang bisa dibilang obrolan searah itu terhenti. Ameeza melirik orang yang memanggilnya sekilas. Kemudian fokusnya jatuh pada buku tulis yang ada di atas meja.
"Pulang sekolah nanti kumpulan club buku."
"Hm," jawab Ameeza seadanya.
Merasa sudah selesai menyampaikan pesan. Erga berbalik. Namun, sebelum itu Ameeza lebih dulu memanggil Erga.
"Info dari?"
"Kakak kelas."
Selepas itu Erga kembali kebangkuannya. Setelah menyampaikan amanat penting itu, Erga merasa lega.
Tak terasa sudah saatnya pulang. Usai membereskan alat tulis, Ameeza keluar dari kelas untuk kumpulan club buku. Namun, ditengah perjalanan Ameeza baru sadar ia tidak tahu di mana tempat kumpulnya.
Sialan! Itu orang bener-bener gak guna ngasih info juga.
Ameeza hanya mampu menggerutu dalam hati. Walau susah payah ia menutupi kekesalan itu dengan topeng berwajah datar.
Terus sekarang gimana?
Meski sebenarnya enggan mencari di mana tempat kumpulannya. Entah kenapa kakinya tetap melangkah ke mana pun mencari tempat kumpulan club buku. Dasar memang hati dan kaki gak sejalan.
Napas Ameeza sedikit tak beraturan. Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Sudah pukul empat kurang, sebab tadi ia mampir dulu ke masjid untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Pintu bertuliskan 'Club Buku' terpampang besar di pintu. Ameeza mengetuk beberapa kali sebelum akhirnya masuk dan memberi salam. Lantas meminta maaf karena terlambat.
"Telat kenapa?" tanya seorang perempuan yang sepertinya seniornya menampilkan wajah tak ramah.
"Jawab!" sentak seorang laki-laki di samping perempuan itu.
"Orang yang ngasih info ke gue gak jelas."
Belum mendapat respon dari seniornya. Tiba-tiba seorang laki-laki mengetuk pintu. Lalu masuk dan memberi salam. "Maaf, Kak. Sa—"
Ucapan itu tak berlanjut. Sebab kakak kelas di hadapan Ameeza lebih dulu memotong. "Udah ketemu. Nih, anaknya," tunjuk senior perempuan.
"Maaf, Kak."
"Udah gak perlu minta maaf. Gue gak butuh. Lo berdua kumpulan pertama udah bikin senior kesel aja."
"Lo berdua satu kelompok. Nih, gulungan kertas terakhir. "
Erga mengambil kertas itu. Lalu membukanya. Ia sempat terdiam sejenak. Sebelum akhirnya mengangguk.
"Kerjakan sekarang juga. Meskipun waktu pengumpulannya minggu depan."
Ameeza dan Erga duduk dalam satu meja yang sama karena mereka berdua satu kelompok.
"Baru juga masuk udah dikasih tugas aja."
"Gue nyesel milih club buku."
"Gue kira club buku bakalan asik. Ternyata malah gini."
Begitulah gerutuan-gerutuan anak kelas X yang baru masuk club buku. Ameeza pun beranggapan sama. Terlebih lagi yang membuatnya kesal setengah hidup adalah Erga yang harus satu kelompok dengannya.
"Bagi yang belum perkenalan silahkan perkenalan nanti saat waktunya pulang," kata senior yang cowok.
...-oOo-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments