Keputusan

"Nona Liana sudah pulang." sapa Anisa yang menyambut kedatangan Liana.

Anisa adalah ART yang ditugaskan kakek Sudibyo untuk melayani Liana. Sebelumnya dia membantu mengurus semua pekerjaan rumah, mulai dari bersih-bersih sampai memasak.

"Nona butuh sesuatu?" tanya Anisa kemudian.

"Aku butuh teman ngobrol. Ayo ikut ke kamar!" ajak Liana.

"Iya, baik, nona!" Anisa pun mengekor di belakang Liana.

Bagi Anisa, melayani Liana itu adalah pekerjaan yang menyenangkan. Daripada dia harus berkutat dengan pekerjaan bersama emak-emak yang pemikirannya jadul dan di luar nalar.

"Kakek di rumah?" tanya Liana saat mereka menapaki tangga.

"Ada, lagi di ruang kerja sama tuan muda Haris." jawab Anisa.

Liana langsung menghentikan langkahnya. Anisa pun melakukan hal yang sama.

"Mas Haris di sini?" tanya Liana memelankan suaranya.

Anisa menganggukkan kepala beberapa lagi.

"Apa yang sedang mereka bicarakan? Apa soal aku?"

Liana tiba-tiba penasaran. Tapi tak lama kemudian dia kembali sadar diri, apa yang mereka bicarakan bukanlah urusannya.

"Mau saya siapkan air buat mandi, nona?" tanya Anisa sambil menutup kembali pintu kamar.

"Tidak, Nisa. Duduklah di sini!" Liana menepuk sisi sofa kosong di sampingnya.

Anisa menolak, dia memilih duduk di lantai. Liana mendengus kesal dengan kelakuan Anisa.

"Nona, jangan...! Saya di sini saja." Anisa tersenyum pada Liana.

"Anisa!!" bentak Liana dengan nada tinggi. "Diamlah...!! Sudah aku katakan, di depan orang-orang kamu boleh bersikap hormat padaku. Terserah kamu. Tapi kalau kita lagi berdua, please..., jangan seperti itu. Aku risih...!!" ujar Liana yang memang sangat keberatan diperlakukan seperti itu.

"Aku sendirian, Nisa. Aku butuh teman ngobrol di rumah ini. Kalau tidak, aku bisa gila lama-lama tinggal di sini...!!" Liana terus ngedumel.

"Em..., iya. Maaf, nona." balas Anisa tak enak hati. "Tapi setidaknya biarkan aku tetap memanggilmu nona, yaa...? Karena aku takut kelepasan memanggil nama nona ketika kita sedang bersama yang lain. Aku bisa dimarahi nanti." pinta Anisa.

"Baiklah..." Liana pun tersenyum.

"Jadi kenapa nona mengajakku kemari?" tanya Anisa.

"Moodku sedang buruk, Nisa. Aku sedang bingung..." adu Liana.

"Kenapa nona? Ada masalah di kampus?" tanya Anisa lagi.

"Bukan di kampus. Tapi di rumah ini, dengan para penghuninya." jawab Liana sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lho...?! Kenapa...?!!"

Liana menatap Anisa lekat-lekat. Lalu meraih tangannya.

"Katakan padaku, apa yang dikatakan kakek saat dia memintamu mengurusi segala kebutuhanku?!" tanya Liana.

"Tuan..., waktu itu..., tuan besar bilang cucu mantunya akan datang. Dan Aku ditunjuk untuk melayani nona." Anisa kembali mengingat kejadian hari itu.

"Hanya itu...? Tidak ada yang lain?!" tanya Liana.

"Ada. Kami harus melayani nona dengan baik. Jangan sampai nona merasa tidak betah di rumah ini. Kata tuan besar, nona adalah orang yang sangat istimewa." Anisa tersenyum lebar, sembari mengingat bagaimana ekspresi bahagia tuan besarnya saat membicarakan semua hal tentang Liana.

"Istimewa?!" sahut Liana.

"Iya, nona." Liana menganggukkan kepalanya.

"Ah, lupakan soal aku. Sekarang aku boleh tanya sesuatu lagi?" balas Liana yang otaknya masih dipenuhi banyak tanda tanya.

"Boleh saja, tapi kalau aku tidak tahu jawabannya maaf ya, nona..." ujar Anisa.

"Kamu sudah lama bekerja di sini?" tanya Liana kemudian.

"Sekitar tiga tahun."

"Apa kamu pernah bertemu ayahku di rumah ini?"

"Tuan Gani?" gumam Anisa.

"Iya..., iya... Itu ayahku."

"Pernah beberapa kali, tuan datang kemari untuk menjenguk tuan besar." begitulah jawaban Anisa.

"Apa hubungan mereka baik? Mereka pernah berdebat tentang sesuatu tidak?"

"Mana mungkin mereka berdebat. Mereka justru terlihat seperti ayah dan anak kandung. Padahal kata mak Yati, tuan Gani itu anak angkat." kata Anisa.

"Oh, nona. Apa nona tahu, kalau dulu tuan besar hampir menjodohkan tuan Gani dengan nyonya Ameena?" suara Anisa memelan.

"Kamu serius?!!" sahut Liana.

"Iya. Katanya dulu itu nyonya sangat menyukai tuan Gani. Sayangnya tuan sudah memiliki kekasih. Itu pasti ibu nona, aku yakin."

Semangat Anisa semakin membara saja. Namanya juga perempuan dipancing dengan topik sedikit saja, bahasannya langsung kemana-mana.

Liana menemukan fakta baru mengenai ayah dan bu Ameena setelah obrolan panjangnya dengan Anisa.

"Apa karena aku anak ayah, dan bu Ameena pernah menyukai ayah. Makanya bu Ameena terlihat perhatian banget sama aku."

___

Sementara di lantai 1, terlihat kakek Sudibyo sedang berjalan bersama Haris menuju ke taman samping. Di sebuah meja di sudut taman, sudah tersaji aneka camilan dan jus buah segar.

"Jadi bagaimana, sudah bicara pada perempuan itu?" tanya kakek.

"Vanya, kek. Itu namanya." balas Haris. Tapi kakek tidak peduli.

"Sebenarnya dia mengizinkan aku menikah lagi." suara Haris terdengar lesu. Berbeda sekali ketika dia membicarakan soal pekerjaan beberapa saat yang lalu dengan sang kakek.

Mendengar jawaban cucunya, si kakek tersenyum miring seolah merendahkan istri Haris.

"Perempuan langka. Status tidak jelas kok dipertahankan. Malah setuju dengan kehadiran orang ketiga dalam rumah tangganya." kakek secara terang-terangan mencibir Haris.

"Kek, cukup..." balas Haris dengan suara yang masih terdengar lembut.

"Sebenarnya kami tidak pernah mempermasalahkan pernikahan kami. Kakek saja yang tidak bisa menerima Vanya, sehingga membuat perjanjian itu." kata Haris.

"Tidak ada pernikahan siri dalam sejarah keluarga kita, Haris." sahut kakek. "Sudah berapa kali kakek katakan padamu. Selidiki perempuan yang kamu bangga-banggakan itu. Agar mata kamu yang dibutakan oleh cinta itu terbuka." tutur kakek.

"Haris sudah kesana, kek. Dan memang mereka tidak pernah merestui kami. Harusnya kakek mendo'akan kami agar segera mendapat restu. Bukan malah menyuruhku menikah lagi." Haris yang terlanjur kecintaan sama Vanya, masih berusaha membela diri.

"Percuma berdo'a. Lha wong yang dido'akan saja memang sudah niat tidak mau pernikahannya dipublikasikan. Entah apa yang dia sembunyikan dari keluarga kita." kakek melirik Haris yang dadanya tampak kembang kempis menahan emosi.

"Sudahlah, kek. Jangan terus menyudutkan Vanya dan berpikir buruk tentangnya. Yang penting sekarang aku sudah menyetujui perjanjian itu. Kakek atur saja semuanya. Aku pulang."

Haris pun pergi meninggalkan sang kakek. Kakek hanya menggelengkan kepalanya.

"Cepat atau lambat, kamu akan mencium bangkai yang selama ini terkubur, cucuku..."

Haris yang melewati ruang tengah, tak sengaja bertemu dengan Liana. Tatapan mata mereka pun saling bertemu, tapi Haris terburu-buru memalingkan wajahnya. Sedangkan Liana hanya bisa menautkan alisnya karena heran.

"Masa iya aku akan menikah sama dia? Ganteng sih, tapi cuek."

"Kok melamun, nona?" tanya Anisa yang ada di belakangnya. "Terpesona ya dengan kegantengan tuan muda yang paripurna...?!" goda Anisa.

"Nggak!!" sahut Liana tanpa ragu.

Mereka pun kembali berjalan menuju taman. Mereka tidak mengetahui kalau di sana ada kakek Sudibyo.

"Ada tuan besar, nona." ujar Liana.

"Ya sudah, biar aku ke sana sendiri. Ada yang aku bicarakan sama kakek." balas Liana.

Tanpa banyak bicara lagi, Anisa putar balik menuju belakang rumah. Guna membantu pekerjaan ART lainnya.

"Kakek..." sapa Liana.

"Eh, Liana." balas kakek.

"Apa aku ganggu?" tanya Liana berbasa-basi.

"Tidak, nak. Duduklah...!" titah sang kakek.

"Ada apa? Jadi mau kembali ke rumahmu?" tanya kakek setelah Liana duduk dengan nyaman.

"Aku sudah pikirkan untuk tetap di sini bersama kakek. Tapi soal menikah itu..." Liana ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Tidak usah bahas itu dulu. Temani kakek duduk santai di sini. Mumpung kakek tidak ada pekerjaan." kata kakek Sudibyo.

"Memangnya biasanya kakek sibuk?" tanya Liana.

"Iyaaa..., begitulah." jawabnya.

"Kenapa kakek masih sibuk bekerja. Bukankah sudah ada anak-anak dan cucu-cucu kakek...?!" sahut Liana.

"Memang semua pekerjaan mereka yang jalankan. Kakek hanya memantau." kakek Sudibyo meneguk jus melon di hadapannya.

"Kakek, boleh aku tahu bagaimana kedekatan kakek dengan ayahku?"

Kakek Sudibyo tersenyum lebar mendengar permintaan Liana. Dia pun dengan semangat menceritakan bagaiamana baiknya hubungannya dengan pak Gani. Bahkan kakek juga menceritakan soal bu Ameena yang tergila-gila dengan ayah Liana.

"Karena itulah, kakek berharap kamu bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Itu impian nenek juga. Kami sangat mengingkan kita menjadi keluarga besar."

"Aku mengerti, kek..." ujar Liana. "Terimakasih kakek sudah menyayangi ayahku." imbuhnya.

"Apa benar aku harus menerima pernikahan ini, Tuhan. Aku belum siap. Tapi aku juga tidak mau mengecewakan ayah dan juga kakek."

Liana menatap wajah keriput kakek yang matanya berbinar menatap langit. Seolah dia melihat gambaran harapannya di atas sana.

"Kakek..." panggil Liana.

Kakek pun menoleh ke arahnya.

"Jika mas Haris setuju dengan pernikahan ini, maka aku juga setuju. Tapi kalau mas Haris menolak, tolong jangan dipaksa."

Ucapan Liana sungguh mengejutkan kakek Sudibyo. Dia nyaris tidak percaya, mengingat bagaimana sikap Liana tadi pagi di meja makan.

"Karena aku juga tidak mau merusak hubungan mas Haris dengan mbak Vanya." sambungnya.

"Terimakasih, nak."

Hati kakek Sudibyo berbunga-bunga. Dia sangat bahagia mendengar pernyataan Liana. Saking bahagianya, air matanya lolos begitu saja dari sudut matanya. Dia teringat akan istrinya dan ayah Liana, pak Gani.

"Ayah..., aku turuti keinginan ayah agar aku tinggal bersama kakek Sudibyo. Semoga ayah bahagia di sana. Soal pernikahan dengan cucu kakek, aku harap ayah juga merestui itu. Kata kakek, ayah juga tidak keberatan, kan..."

Begitulah suara hati Liana. Meski masih ada kegelisahan tentang masa depannya, tapi setidaknya ada rasa lega di bagian hatinya yang lain setelah Liana memenuhi keinginan kakek dan ayahnya.

......................

Episodes
1 Tamu Asing
2 Ayah Jatuh Sakit
3 Kembalinya Ibu Tiri
4 Pelukan Terakhir
5 Jaminan Hutang
6 Rumah Baru
7 Keluarga
8 Menikah Lagi
9 Bimbang
10 Keputusan
11 Calon Istri Kedua
12 Istri Calon Suamiku
13 Kamar Pengantin yang Terabaikan
14 Suami Menyebalkan
15 Kesedihan Kakek
16 Benih Kecemburuan
17 Honeymoon...??!!!!
18 Istri di Atas Kertas
19 Teman
20 Semakin Akrab
21 Tak Tenang
22 Perasaan Damar
23 Kado untuk Liana
24 Salah Pilih Rival
25 Ada Apa Sebenarnya?
26 Mencari Pak Wira
27 Tak Seperti Biasanya
28 Maaf, ibu...!
29 Vanya Frustasi
30 Rencana Haris
31 POV : Haris
32 Rasa Nyaman
33 Maunya Kamu
34 Perubahan Haris
35 Kembali Asing
36 Damar Berulah
37 Jeritan Hati Rosa
38 Jangan Menyentuhku
39 Cerai
40 Reward
41 Kembali ke Rumah
42 Suasana Baru
43 Aku akan Kembali
44 Aku akan Melindungimu
45 Ingin Jadi Satu-satunya
46 POV : Liana
47 Firasat
48 Pertemuan
49 Menghindar
50 Membawa Liana Pergi
51 Mesra dan Gelisah
52 Hamil
53 Ketemu
54 Hukuman dari Kakek
55 Ketakutan Liana
56 Vanya Lagi
57 Luka Kecil
58 Perdarahan
59 Flashback
60 Sang Pelaku
61 Mencintai Rosa
62 Haris Cemburu
63 Pengusik Datang Lagi
64 Akhir Sebuah Penantian
65 Demam
66 Mendatangi Kakek Sudibyo
67 Juan...!!
68 Berpisah Saja
69 Takut Kehilangan
70 Takut Keblabasan
71 Insiden di Swalayan
72 Sakit Lagi
73 Kabar Bahagia
74 Bukan Perempuan Bayaran
75 Permainan Dimulai
76 Apa Dia di Pihakku?!...
77 Nasihat Kakek
78 Bumil Posesif
79 Ancaman
80 Sebuah Video
81 Permintaan Maaf
82 Klarifikasi
83 Tiba-tiba Ingin
84 Kabar Duka
85 Kamera Tersembunyi
86 Ngidam Day
87 Perkara Melon
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Tamu Asing
2
Ayah Jatuh Sakit
3
Kembalinya Ibu Tiri
4
Pelukan Terakhir
5
Jaminan Hutang
6
Rumah Baru
7
Keluarga
8
Menikah Lagi
9
Bimbang
10
Keputusan
11
Calon Istri Kedua
12
Istri Calon Suamiku
13
Kamar Pengantin yang Terabaikan
14
Suami Menyebalkan
15
Kesedihan Kakek
16
Benih Kecemburuan
17
Honeymoon...??!!!!
18
Istri di Atas Kertas
19
Teman
20
Semakin Akrab
21
Tak Tenang
22
Perasaan Damar
23
Kado untuk Liana
24
Salah Pilih Rival
25
Ada Apa Sebenarnya?
26
Mencari Pak Wira
27
Tak Seperti Biasanya
28
Maaf, ibu...!
29
Vanya Frustasi
30
Rencana Haris
31
POV : Haris
32
Rasa Nyaman
33
Maunya Kamu
34
Perubahan Haris
35
Kembali Asing
36
Damar Berulah
37
Jeritan Hati Rosa
38
Jangan Menyentuhku
39
Cerai
40
Reward
41
Kembali ke Rumah
42
Suasana Baru
43
Aku akan Kembali
44
Aku akan Melindungimu
45
Ingin Jadi Satu-satunya
46
POV : Liana
47
Firasat
48
Pertemuan
49
Menghindar
50
Membawa Liana Pergi
51
Mesra dan Gelisah
52
Hamil
53
Ketemu
54
Hukuman dari Kakek
55
Ketakutan Liana
56
Vanya Lagi
57
Luka Kecil
58
Perdarahan
59
Flashback
60
Sang Pelaku
61
Mencintai Rosa
62
Haris Cemburu
63
Pengusik Datang Lagi
64
Akhir Sebuah Penantian
65
Demam
66
Mendatangi Kakek Sudibyo
67
Juan...!!
68
Berpisah Saja
69
Takut Kehilangan
70
Takut Keblabasan
71
Insiden di Swalayan
72
Sakit Lagi
73
Kabar Bahagia
74
Bukan Perempuan Bayaran
75
Permainan Dimulai
76
Apa Dia di Pihakku?!...
77
Nasihat Kakek
78
Bumil Posesif
79
Ancaman
80
Sebuah Video
81
Permintaan Maaf
82
Klarifikasi
83
Tiba-tiba Ingin
84
Kabar Duka
85
Kamera Tersembunyi
86
Ngidam Day
87
Perkara Melon

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!