Keluarga

Sungguh di luar perkiraan Liana. Gadis itu berpikir kursi di ruang makan itu akan terisi penuh. Tapi faktanya, hanya ada lima 5 orang asing di sana. Padahal waktu pertama kali datang, di ruang makan itu ada sepuluh buah kursi.

Ada dua pria dewasa beda generasi, dengan style yang berbeda pula. Mereka duduk di samping kakek Sudibyo. Yang sebelah kanan terlihat lebih berumur, mengenakan setelan jas navy dengan kemeja warna biru muda. Kemudian sisi kiri ada pria yang lebih muda, mengenakan kemeja hitam dengan lengan tergulung sampai siku. Membuat guratan otot-otot lengannya terpampang nyata.

Seorang perempuan berhijab duduk di samping pria dengan jas rapinya. Sedangkan perempuan dengan dress seksi, yang mengingatkan Liana pada ibu tirinya, bersanding dengan pria yang lebih muda. Seorang perempuan lagi berada di antara mereka, dengan dress sederhana persis dengan selera Liana. Ketiganya tampak cantik dan modis. Begitu pun perempuan berhijab yang sedari tadi tersenyum menatap Liana.

Kakek Sudibyo lebih dulu memperkenalkan Liana pada seluruh keluarganya. Pria berjas dan perempuan berhijab itu adalah pasangan suami istri Romi dan Ameena. Sedang di samping kiri kakek Sudibyo adalah cucunya, Haris dan Vanya. Seorang lagi bernama Karin yang merupakan adik Haris.

Liana hanya menganggukkan kepalanya saat kakek Sudibyo menyebut dan menunjukkan satu persatu keluarganya. Kemudian Liana duduk di kursi kosong yang berada di antara bu Ameena dan Karin.

Harusnya hidangan yang ada di meja panjang itu bisa menggugah selera. Apalagi ada beberapa makanan kesukaan Liana di sana. Kare ayam dan gurami bakar. Namun, suasana hati Liana dan isi kepalanya yang terus bergemuruh hebat di dalam sana, membuatnya tidak nafsu makan malam itu. Sehingga dia hanya mengambil sedikit nasi dengan tumis pakcoy tahu putih.

Setelah acara makan bersama, Liana kembali ke kamarnya. Dengan alasan kepalanya yang pusing, Liana bisa menghindar dari obrolan keluarga yang harusnya dia ikuti selepas makan bersama.

"Aku akan bawakan dia obat, pii." ujar bu Ameena.

"Iya, pergilah. Temani Liana di kamarnya." balas kakek Sudibyo.

"Biar aku saja, maa." sahut Karin.

"Mamamu saja, Karin. Kakek ingin kamu pijat pundak kakek, rasanya berat sekali." kata kakek Sudibyo.

"Lagian sih, sudah berumur tetap maksa kerja kayak anak muda saja." celetuk Karin.

"Huuuss...!! Mulutnya...!" tegur sang mama lembut.

Karin hanya tersenyum nakal pada mamanya. Lalu dia menggandeng sang kakek menuju ruang keluarga. Diikuti oleh yang lainnya.

Tak butuh waktu lama bagi bu Ameena untuk sampai di lantai 2. Saat ini dia sudah duduk berdampingan dengan Liana.

"Kamu sedih, ya...?" bu Ameena membuka obrolan.

Namun Liana hanya diam.

"Nak...!" bu Ameena meraih tangan Liana. Lalu mengusapnya dengan lembut.

Hati Liana sedikit luluh karena sentuhan itu. Mengingatkannya pada sentuhan almarhumah ibu kandungnya.

"Liana harus bahagia mulai hari ini. Ayah kamu, menginginkan kamu berada di sini bukan tanpa alasan. Dan bukan pula untuk membuat kamu terpuruk dalam kesedihan." ujarnya.

Liana yang tadinya menunduk, berangsur mengangkat kepalanya. Lalu menatap lekat mata indah bu Ameena.

"Ibu tahu kenapa aku dibawa kemari?" tanya Liana.

"Tentu saja, sayang. Dan ibu sangat senang." bu Ameena tersenyum bahagia. Setelah itu dia tampak memainkan bola matanya. Merasa ada sesuatu yang janggal.

"Ah, tidak..., tidak...!" ujarnya. "Jangan panggil ibu, panggil saja mama. Mau kan...?" imbuhnya.

"Bukannya aku akan menjadi istri kakek, kenapa harus memanggilnya mama?!"

"Panggilan itu lebih enak di dengar. Karena yang memanggil ibu biasanya para pekerja. Dan kamu bukan bagian dari mereka. Kamu adalah anggota baru keluarga kami. Mengerti, sayang...?" bu Ameena menoel hidung Liana.

Liana hanya mengangguk. Dia ingin sekali menanyakan banyak hal. Namun, dia merasa tak enak hati. Sehingga sementara ini dia memilih untuk diam.

___

Sementara itu obrolan di ruang keluarga diputus oleh kakek Sudibyo.

"Haris, ikut kakek ke kamar sebentar!" kata sang kakek.

Haris menatap Vanya, lalu menepuk tangan Vanya dengan lembut. Dan Vanya mengangguk saja.

Di kamar kakek...

"Bagaimana, Ris? Apakah Vanya sudah bersedia meresmikan pernikahan kalian?" tanya kakek Sudibyo.

Haris sudah bisa menebak, bahwa sang kakek akan mempertanyakan kembali pertanyaan yang sama.

"Keeek..."

Kakek memotong ucapan Haris dengan mengangkat tangannya.

"Cukup, kakek sudah tahu jawabanmu." ada gurat kekecewaan di wajah kakek Sudibyo.

"Sampai kapan seperti ini? Apa yang sebenarnya tujuan kalian menikah, hah?! Kalian sudah sama-sama dewasa. Ini sudah berjalan setahun lebih, bahkan kalian belum bisa meresmikan ikatan kalian. Kakek heran, seorang wanita kok tidak mau nikah sah. Aneh!" kakek terus mengomel seperti yang sudah-sudah.

"Kakek, aku mohon kakek mengerti. Orang tua Vanya belum bisa memberikan restunya." begitu dalih Haris.

"Anak muda jaman sekarang. Tidak ada restu pun nekat nikah sirilah, kawin larilah, buat bayi duluanlah. Heran!!" celoteh kakek.

"Setidaknya kan Vanya tidak hamil duluan kek." sahut Haris.

"Haaah, sudahlah lupakan Vanya. Kakek mau bahas soal Liana." kata kakek.

"Kenapa? Kakek mau minta izin buat menikahi daun muda itu?" pertanyaan itu tiba-tiba muncul di otak Haris, sehingga keluar begitu saja dari mulutnya.

Tuk...!!

Tongkat kakek melayang pelan di kepala cucunya itu. Haris hanya mendengus kesal tanpa bisa memarahi sang kakek.

"Kakek ingin kamu menikah dengannya."

Degh...!!

"Apa maksud kakek?!" sentak Haris. "Tidak, kek. Haris tidak akan menduakan Vanya. Dia akan jadi istri satu-satunya Haris!" begitulah penolakan Haris.

"Kakek tidak terima penolakan. Kamu lupa isi perjanjian sebelum kamu minta restu kakek untuk menikahi gadis tidak jelas itu?!" kakek mengingatkan Haris dengan kejadian yang sudah lama lewat.

"Setelah setahun kalian belum meresmikan pernikahan itu. Maka kamu harus menikah dengan perempuan pilihan kakek." tambahnya.

Rupanya Haris melupakan hal itu. Dia terbuai dengan indahnya pernikahan sirinya, sehingga tidak mengingat perjanjian itu.

"Tidak, kek. Tolong beri Haris waktu lagi. Haris akan bicarakan ini dengan Vanya. Haris yakin, setelah mendengar hal ini Vanya akan setuju menikah sah dengan Haris. Tolong, kek...!!" Haris memohon sambil menggenggam tangan keriput kakeknya.

"Baiklah, tidak lebih dari seminggu. Paham!!" ucap kakek dengan tegas.

"Menikah siri itu tidak pernah terjadi dalam keluarga kita, Haris. Kamu satu-satunya yang merusak citra keluarga dengan pernikahan yang kamu lakukan. Apa kamu tahu...? Di mata orang di luaran sana, kamu sudah merusak masa depan Vanya, kamu terlihat sengaja mempermainkan Vanya dengan cara menikah siri dengannya. Padahal semua itu kemauan Vanya."

Haris pun terdiam mendengar semua penuturan kakek. Karena dia merasa semua yang kakek ucapkan tidak sepenuhnya salah.

"Haris minta maaf, kek." gumam Haris pelan.

Kakek hanya diam dengan mata berkaca-kaca. Hatinya terasa begitu sakit, karena dia merasa tidak bisa mendidik cucu kebanggaannya. Dia saja merasa sekecewa itu, bagaimana dengan putrinya, bu Ameena...?! Kakek Sudibyo tidak bisa membayangkannya. Kesakitan yang putrinya itu rasakan, tersamarkan dengan wajah teduhnya yang beberapa tahun belakangan ini memutuskan untuk hijrah.

"Minta maaflah pada mamamu. Hatinya pasti lebih sakit dibanding dengan kekek."

Kalimat itu membuat hati Haris bagai ditusuk sembilu. Seketika dia membayangkan wajah damai sang ibu yang berderai air mata.

......................

Episodes
1 Tamu Asing
2 Ayah Jatuh Sakit
3 Kembalinya Ibu Tiri
4 Pelukan Terakhir
5 Jaminan Hutang
6 Rumah Baru
7 Keluarga
8 Menikah Lagi
9 Bimbang
10 Keputusan
11 Calon Istri Kedua
12 Istri Calon Suamiku
13 Kamar Pengantin yang Terabaikan
14 Suami Menyebalkan
15 Kesedihan Kakek
16 Benih Kecemburuan
17 Honeymoon...??!!!!
18 Istri di Atas Kertas
19 Teman
20 Semakin Akrab
21 Tak Tenang
22 Perasaan Damar
23 Kado untuk Liana
24 Salah Pilih Rival
25 Ada Apa Sebenarnya?
26 Mencari Pak Wira
27 Tak Seperti Biasanya
28 Maaf, ibu...!
29 Vanya Frustasi
30 Rencana Haris
31 POV : Haris
32 Rasa Nyaman
33 Maunya Kamu
34 Perubahan Haris
35 Kembali Asing
36 Damar Berulah
37 Jeritan Hati Rosa
38 Jangan Menyentuhku
39 Cerai
40 Reward
41 Kembali ke Rumah
42 Suasana Baru
43 Aku akan Kembali
44 Aku akan Melindungimu
45 Ingin Jadi Satu-satunya
46 POV : Liana
47 Firasat
48 Pertemuan
49 Menghindar
50 Membawa Liana Pergi
51 Mesra dan Gelisah
52 Hamil
53 Ketemu
54 Hukuman dari Kakek
55 Ketakutan Liana
56 Vanya Lagi
57 Luka Kecil
58 Perdarahan
59 Flashback
60 Sang Pelaku
61 Mencintai Rosa
62 Haris Cemburu
63 Pengusik Datang Lagi
64 Akhir Sebuah Penantian
65 Demam
66 Mendatangi Kakek Sudibyo
67 Juan...!!
68 Berpisah Saja
69 Takut Kehilangan
70 Takut Keblabasan
71 Insiden di Swalayan
72 Sakit Lagi
73 Kabar Bahagia
74 Bukan Perempuan Bayaran
75 Permainan Dimulai
76 Apa Dia di Pihakku?!...
77 Nasihat Kakek
78 Bumil Posesif
79 Ancaman
80 Sebuah Video
81 Permintaan Maaf
82 Klarifikasi
83 Tiba-tiba Ingin
84 Kabar Duka
85 Kamera Tersembunyi
86 Ngidam Day
87 Perkara Melon
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Tamu Asing
2
Ayah Jatuh Sakit
3
Kembalinya Ibu Tiri
4
Pelukan Terakhir
5
Jaminan Hutang
6
Rumah Baru
7
Keluarga
8
Menikah Lagi
9
Bimbang
10
Keputusan
11
Calon Istri Kedua
12
Istri Calon Suamiku
13
Kamar Pengantin yang Terabaikan
14
Suami Menyebalkan
15
Kesedihan Kakek
16
Benih Kecemburuan
17
Honeymoon...??!!!!
18
Istri di Atas Kertas
19
Teman
20
Semakin Akrab
21
Tak Tenang
22
Perasaan Damar
23
Kado untuk Liana
24
Salah Pilih Rival
25
Ada Apa Sebenarnya?
26
Mencari Pak Wira
27
Tak Seperti Biasanya
28
Maaf, ibu...!
29
Vanya Frustasi
30
Rencana Haris
31
POV : Haris
32
Rasa Nyaman
33
Maunya Kamu
34
Perubahan Haris
35
Kembali Asing
36
Damar Berulah
37
Jeritan Hati Rosa
38
Jangan Menyentuhku
39
Cerai
40
Reward
41
Kembali ke Rumah
42
Suasana Baru
43
Aku akan Kembali
44
Aku akan Melindungimu
45
Ingin Jadi Satu-satunya
46
POV : Liana
47
Firasat
48
Pertemuan
49
Menghindar
50
Membawa Liana Pergi
51
Mesra dan Gelisah
52
Hamil
53
Ketemu
54
Hukuman dari Kakek
55
Ketakutan Liana
56
Vanya Lagi
57
Luka Kecil
58
Perdarahan
59
Flashback
60
Sang Pelaku
61
Mencintai Rosa
62
Haris Cemburu
63
Pengusik Datang Lagi
64
Akhir Sebuah Penantian
65
Demam
66
Mendatangi Kakek Sudibyo
67
Juan...!!
68
Berpisah Saja
69
Takut Kehilangan
70
Takut Keblabasan
71
Insiden di Swalayan
72
Sakit Lagi
73
Kabar Bahagia
74
Bukan Perempuan Bayaran
75
Permainan Dimulai
76
Apa Dia di Pihakku?!...
77
Nasihat Kakek
78
Bumil Posesif
79
Ancaman
80
Sebuah Video
81
Permintaan Maaf
82
Klarifikasi
83
Tiba-tiba Ingin
84
Kabar Duka
85
Kamera Tersembunyi
86
Ngidam Day
87
Perkara Melon

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!