Menikah Lagi

Di dalam kamar Haris dan Vanya...

"Kamu kenapa, sayang? Aku perhatikan sejak keluar dari kamar kakek, wajahmu jadi menyebalkan sekali." tanya Vanya sambil menaruh tasnya di atas meja rias.

"Pasti kakek membahas status kita lagi, ya?" imbuhnya.

"Eemm." Haris hanya berdehem sebagai jawaban atas pertanyaan Vanya.

"Sayang..., bukannya itu sudah sering terjadi. Tidak usah terlalu dipikirkan. Yang penting kita bahagia menjalani semua ini. Dan tidak merugikan orang lain juga..." begitu ujar Vanya.

"Kamu tidak merasa dirugikan dengan pernikahan ini?" Haris menatap tajam sang istri.

"Sayaaaang..." Vanya mendekati Haris, lalu duduk di pangkuan Haris sambil membelai pipi suaminya itu.

"Kamu ini ngomong apa, sih?! Kita sudah setahun lebih lho menjalani semua ini. Dan semuanya baik-baik saja. Begitu pula denganku. Selama aku bisa hidup bersamamu." tutur Vanya dengan suara yang sangat lembut, lalu mencium pipi Haris.

"Iya, aku juga baru sadar kalau pernikahan ini sudah berjalan lebih dari setahun. Kalau saja kakek tidak mengingatkanku tadi. Mungkin aku tidak akan tahu." ujar Haris. "Lalu apa tidak sebaiknya kita segera meresmikan pernikahan ini?" tanya Haris.

"Sayaaaang..., kan aku sudah katakan berulang kali...!" balas Vanya dengan rengekan manjanya.

"Aku akan temui langsung mama dan papa. Aku sendiri yang akan minta izin pada mereka. Jadi kamu tidak perlu takut." ujar Haris meyakinkan Vanya.

"Jangan, sayang...!!" cegah Vanya. "Aku tidak mau papa jatuh sakit karena terkejut mendengar keadaan kita saat ini. Biar bagaimana juga, orang tuaku melarang keras aku berhubungan denganmu." kata Vanya dengan suaranya yang terdengar sangat menyedihkan.

"Bersabarlah, sayang. Aku masih berusaha memberi pengertian pada mereka. Yaa.., please...!!" Vanya menangkup kedua pipi Haris.

Haris mendorong pelan tubuh Vanya, agar istrinya itu turun dari pangkuannya. Lalu Haris berdiri, dan berjalan mendekati jendela. Vanya pun mengekori langkah suaminya.

"Sebenarnya ada hal yang terlupakan, yang belum aku ceritakan padamu." kata Haris.

"Apa itu, sayang...?" Vanya memeluk Haris dari belakang, lalu menyandarkan kepalanya pada punggung lebar Haris.

"Sebelum aku mendapat restu dari keluargaku. Aku terikat sebuah perjanjian." Haris menatap jauh ke depan.

"Jika sampai setahun pernikahan kita belum disahkan. Maka aku harus menikah lagi dengan perempuan pilihan kakek." aku Haris.

Seketika Vanya melepaskan tangannya dari perut Haris.

"Perjanjian macam apa itu?!" protes Vanya. "Gak masuk akal banget. Bagaimana bisa kakek mencampuri urusan rumah tangga kita sampai sedalam ini?! Bahkan dia memintamu untuk mendua. Gila...!!" suara Vanya meninggi, karena dia merasa tak terima dengan sikap kakek Sudibyo.

"Jaga ucapanmu!" tegur Haris dengan suara tenang tapi terkesan sangat menusuk.

"Aku memang mencintaimu, Vanya. Tapi bukan berarti aku membiarkanmu mengatai keluargaku dengan kata-kata yang tak pantas." imbuh Haris sangat serius.

"Maaf, sayang...! Habisnya aku tidak menyangka akan seperti ini. Kamu tahu kan aku sangat mencintaimu. Jelas aku tidak rela kamu mendua..." Vanya kembali memeluk Haris, kali ini dia menyandarkan kepalanya pada dada bidang Haris.

"Jadi bagaimana? Kamu masih melarangku menemui orang tuamu dan mengatakan yang sebenarnya? Karena hanya dengan meresmikan pernikahan kita, aku terbebas dari perjanjian itu." Haris mengusap rambut Vanya.

"Memangnya kamu tidak bisa menolak?" gumam Vanya lirih.

"Aku bisa saja melakukannya. Tapi aku tidak siap kehilangan kamu, Vanya." balas Haris.

"Jadi itu ancaman dari kakek?!" Vanya mendengus kesal sambil melepas pelukannya. "Sepertinya dia ingin sekali memisahkan kita. Bahkan dia sampai membuat perjanjian konyol seperti itu?!" lagi-lagi Vanya mengomel.

"Makanya, sebaiknya kita resmikan pernikahan kita, sayang. Kakek kasih aku waktu seminggu. Mau ya...?! Aku akan bikin pesta mewah sesuai keinginanmu. Heem??!" Haris terus merayu Vanya.

"Dan lagi, agar kita juga tidak digunjing orang ketika pergi berdua saja." bujuk Haris lagi.

"Sejak kapan aku peduli omongan orang!!" balas Vanya dengan ketus. "Sudahlah, aku mau mandi!!" Vanya pun meninggalkan Haris.

"Susah sekali membujukmu. Bahkan perjanjian itu pun tidak bisa mengubah pendirianmu..."

......................

Pagi harinya Vanya tengah sibuk menyiapkan pakaian untuk suaminya yang akan berangkat ke kantor. Sedangkan Haris masih berkutat di kamar mandi dengan ritual paginya. Seperti biasa juga, Vanya tidak akan beranjak sebelum Haris benar-benar rapi dan wangi. Vanya selalu mempersiapkan segalanya dengan sempurna.

"Sayang..., bisa kita bicara sebelum turun?" tanya Vanya setelah dia memasang dasi di leher Haris.

"Tentu saja, katakan. Sini...!" Haris tersenyum sangat manis sambil menepuk kasur.

Vanya pun duduk di samping Haris. Dia menarik nafas panjang sebelum mengungkapkan segala isi hatinya.

"Maafkan aku sudah berkata kurang sopan semalam." tuturnya.

"Sudahlah. Lupakan. Untuk saat ini sebaiknya jangan bahas itu dulu, ya." ujar Haris sambil menggenggam tangan Vanya.

"Tidak, sayang. Aku sudah membuat keputusan." akunya.

Haris melepas tangan Vanya. Hatinya merasa sangat senang, karena dia yakin pada akhirnya Vanya akan menyetujui niatnya untuk meresmikan pernikahan mereka.

"Aku sudah putuskan. Kamu boleh menikah lagi." Vanya tersenyum sangat manis.

Degh...!!

Dada Haris terasa dihantam batu besar, jantungnya bagai ditusuk pisau yang sangat tajam. Hatinya terasa tercabik-cabik hingga tak berbentuk lagi. Hancur sehancur-hancurnya.

Haris menggelengkan kepalanya dengan pelan. Matanya memerah menyiratkan sebuah rasa kecewa yang teramat besar. Tanpa banyak bicara, dia beranjak dari kasur itu.

"Sayang...?!" seru Vanya.

Haris mengabaikannya. Dia mengambil ponsel dan kunci mobilnya, lalu keluar begitu saja tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Vanya pun mengejar langkah Haris.

Saat hampir mencapai ujung tangga, senyuman sang mama meluluhkan hatinya. Ingin sekali dia memeluk mamanya saat itu juga untuk mencari ketenangan.

"Kalian sudah turun, ayo sarapan dulu. Papa sudah menunggu." ujar bu Ameena.

Haris pun mengangguk, kemudian mengikuti mamanya menuju ruang makan. Begitu pun dengan Vanya.

Saat sarapan bersama, tidak banyak interaksi antara Haris dan Vanya. Tentu saja suasana itu membuat yang lain kurang nyaman.

"Pasti Haris sudah mengatakan semuanya pada Vanya. Vanya pasti merasa syok dengan semua ini." batin bu Ameena.

Setelah selesai makan, semua pergi beraktivitas. Meninggalkan bu Ameena dan Vanya yang hanya diam di rumah.

"Vanya, bisa kita bicara sebentar?" tanya bu Ameena.

"Iya, ma..." jawab vanya.

Vanya mematikan televisi, lalu berjalan mengikuti ibu mertuanya.

"Apakah Haris sudah mengatakan semuanya?" tanya mamanya.

Vanya pun tahu mertuanya ini sedang membahas soal pernikahan kedua suaminya

"Iya, ma." jawab Vanya sambil tersenyum.

"Semua ini bukan kemauan Haris, nak. Tolong jangan membenci Haris, ya." ujar bu Ameena.

"Maa, aku sama sekali tidak membenci mas Haris. Bahkan aku sudah menyetujui perjanjian itu. Aku rela dimadu maa. Bukankah itu pahala yang akan menjadi jalan menuju surga." senyum Vanya tak luntur sedikitpun.

"Jadi kamu setuju Haris menikah lagi?" bu Ameena merasa heran.

"Iya, maa. Mama kan tahu, kita tidak bisa meresmikan pernikahan ini karena orang tuaku." Vanya tampak sedih.

"Kenapa kalian tidak mendatangi mereka? Katakan yang sejujurnya. Setahun lebih, nak. Mama yakin mereka pada akhirnya akan memberikan restu pada kalian. Lagi pula Haris tidak terlalu buruk untuk kriteria menantu idaman." tutur bu Ameena.

"Tapi papa berat sekali merestui kita, ma. Dia tidak menyukai mas Haris. Dia justru akan menikahkanku dengan orang jahat di sana. Aku sangat takut, maa...!!" Vanya menitihkan air matanya.

Bu Ameena memeluk sang menantu, dan mengusap punggungnya.

"Sulit sekali mengesahkan pernikahan kalian? Bahkan kalian memilih berbagi ranjang dalam rumah tangga..." begitu pikir bu Ameena.

"Apapun itu semoga menjadi solusi terbaik. Tidak merugikan siapapun." hanya itu yang dapat bu Ameena sampaikan.

Rasa kecewa yang begitu besar akhirnya dirasakan sang ibu. Dia pun menemukan jawaban atas diamnya putra pertamanya selama di meja makan. Bu Ameena tak mampu membayangkan betapa sakitnya hati Haris manakala mendengar keputusan pahit itu. Haris yang mati-matian mencari cara menggagalkan perjanjian itu. Justru menerima fakta yang begitu mencengangkan dari sang istri siri.

"Bagaimana keadaanmu saat ini, nak. Harisku pasti sangat terpukul." batin bu Ameena.

"Bagaimana kalau kita beli saja si Vanya. Berikan uang yang banyak pada papanya. Agar dia melepas Vanya untuk Haris?"

Tiba-tiba saja terbesit ide itu dalam benak bu Ameena. Karena dia merasa ini keadaan darurat. Yang terpenting adalah kebahagiaan Haris. Dia rela melakukan apapun untuk Haris.

"Toh tidak salah. Itu artinya Vanya juga akan terselamatkan dari kejahatan papanya, kan. Bukan maksud memperjualbelikan manusia, ya Allah. Tapi mungkin dengan uang, kami bisa membawa kebaikan dalam rumah tangga anak kami. Mereka saling mencintai. Dan Haris tidak mau menduakan istrinya."

Hati dan pikiran bu Ameena terus berdiskusi dengan dirinya sendiri dalam diam. Mencari berbagai solusi untuk permasalahan putranya.

......................

Episodes
1 Tamu Asing
2 Ayah Jatuh Sakit
3 Kembalinya Ibu Tiri
4 Pelukan Terakhir
5 Jaminan Hutang
6 Rumah Baru
7 Keluarga
8 Menikah Lagi
9 Bimbang
10 Keputusan
11 Calon Istri Kedua
12 Istri Calon Suamiku
13 Kamar Pengantin yang Terabaikan
14 Suami Menyebalkan
15 Kesedihan Kakek
16 Benih Kecemburuan
17 Honeymoon...??!!!!
18 Istri di Atas Kertas
19 Teman
20 Semakin Akrab
21 Tak Tenang
22 Perasaan Damar
23 Kado untuk Liana
24 Salah Pilih Rival
25 Ada Apa Sebenarnya?
26 Mencari Pak Wira
27 Tak Seperti Biasanya
28 Maaf, ibu...!
29 Vanya Frustasi
30 Rencana Haris
31 POV : Haris
32 Rasa Nyaman
33 Maunya Kamu
34 Perubahan Haris
35 Kembali Asing
36 Damar Berulah
37 Jeritan Hati Rosa
38 Jangan Menyentuhku
39 Cerai
40 Reward
41 Kembali ke Rumah
42 Suasana Baru
43 Aku akan Kembali
44 Aku akan Melindungimu
45 Ingin Jadi Satu-satunya
46 POV : Liana
47 Firasat
48 Pertemuan
49 Menghindar
50 Membawa Liana Pergi
51 Mesra dan Gelisah
52 Hamil
53 Ketemu
54 Hukuman dari Kakek
55 Ketakutan Liana
56 Vanya Lagi
57 Luka Kecil
58 Perdarahan
59 Flashback
60 Sang Pelaku
61 Mencintai Rosa
62 Haris Cemburu
63 Pengusik Datang Lagi
64 Akhir Sebuah Penantian
65 Demam
66 Mendatangi Kakek Sudibyo
67 Juan...!!
68 Berpisah Saja
69 Takut Kehilangan
70 Takut Keblabasan
71 Insiden di Swalayan
72 Sakit Lagi
73 Kabar Bahagia
74 Bukan Perempuan Bayaran
75 Permainan Dimulai
76 Apa Dia di Pihakku?!...
77 Nasihat Kakek
78 Bumil Posesif
79 Ancaman
80 Sebuah Video
81 Permintaan Maaf
82 Klarifikasi
83 Tiba-tiba Ingin
84 Kabar Duka
85 Kamera Tersembunyi
86 Ngidam Day
87 Perkara Melon
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Tamu Asing
2
Ayah Jatuh Sakit
3
Kembalinya Ibu Tiri
4
Pelukan Terakhir
5
Jaminan Hutang
6
Rumah Baru
7
Keluarga
8
Menikah Lagi
9
Bimbang
10
Keputusan
11
Calon Istri Kedua
12
Istri Calon Suamiku
13
Kamar Pengantin yang Terabaikan
14
Suami Menyebalkan
15
Kesedihan Kakek
16
Benih Kecemburuan
17
Honeymoon...??!!!!
18
Istri di Atas Kertas
19
Teman
20
Semakin Akrab
21
Tak Tenang
22
Perasaan Damar
23
Kado untuk Liana
24
Salah Pilih Rival
25
Ada Apa Sebenarnya?
26
Mencari Pak Wira
27
Tak Seperti Biasanya
28
Maaf, ibu...!
29
Vanya Frustasi
30
Rencana Haris
31
POV : Haris
32
Rasa Nyaman
33
Maunya Kamu
34
Perubahan Haris
35
Kembali Asing
36
Damar Berulah
37
Jeritan Hati Rosa
38
Jangan Menyentuhku
39
Cerai
40
Reward
41
Kembali ke Rumah
42
Suasana Baru
43
Aku akan Kembali
44
Aku akan Melindungimu
45
Ingin Jadi Satu-satunya
46
POV : Liana
47
Firasat
48
Pertemuan
49
Menghindar
50
Membawa Liana Pergi
51
Mesra dan Gelisah
52
Hamil
53
Ketemu
54
Hukuman dari Kakek
55
Ketakutan Liana
56
Vanya Lagi
57
Luka Kecil
58
Perdarahan
59
Flashback
60
Sang Pelaku
61
Mencintai Rosa
62
Haris Cemburu
63
Pengusik Datang Lagi
64
Akhir Sebuah Penantian
65
Demam
66
Mendatangi Kakek Sudibyo
67
Juan...!!
68
Berpisah Saja
69
Takut Kehilangan
70
Takut Keblabasan
71
Insiden di Swalayan
72
Sakit Lagi
73
Kabar Bahagia
74
Bukan Perempuan Bayaran
75
Permainan Dimulai
76
Apa Dia di Pihakku?!...
77
Nasihat Kakek
78
Bumil Posesif
79
Ancaman
80
Sebuah Video
81
Permintaan Maaf
82
Klarifikasi
83
Tiba-tiba Ingin
84
Kabar Duka
85
Kamera Tersembunyi
86
Ngidam Day
87
Perkara Melon

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!