Pelukan Terakhir

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Liana merasakan sesuatu yang lain. Hati dan pikirannya seakan kosong, atau entah sedang memikirkan apa yang dia sendiri tidak mengerti. Berulang kali Liana menarik nafas dan menghembuskannya berlahan.

"Kamu kenapa, Na?" tanya Damar sambil melirik Liana yang duduk di sampingnya.

"Ah, enggak. Nggak ada." Liana tersenyum simpul pada Damar.

Sedangkan dua manusia di bangku belakang tampak sangat tenang, dan sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Beberapa menit kemudian mereka tiba di rumah sakit. Alangkah terkejutnya bu Ratih melihat suami keduanya itu dirawat di kamar VVIP. Dia berpikir suaminya pasti menyimpan banyak uang yang tidak dia ketahui.

"Mas Gani..." bu Ratih menghampiri pak Gani, lalu mencium punggung tangannya.

"Sudah pulang?" tanya pak Gani dengan nada datar.

"Ah iya. Maaf ya, mas. Acaranya begitu mendadak jadi aku tidak sempat pamit. Dan lagi ternyata di sana banyak sekali kegiatan keluargaku. Mas dapat salam dari seluruh keluargaku." bu Ratih sangat bersemangat dalam bercerita, entah itu jujur atau hanya karangan belaka.

"Kalian keluarlah, ayah ingin bicara dengan ibu." ujar pak Gani.

Liana dan Rosa pun keluar dari ruangan itu dan bergabung dengan Damar di luar.

"Buat apa kamu hutang uang sebanyak itu?" tanya pak Gani tanpa melihat wajah sang istri.

Dengan wajah tanpa dosa, bu Ratih duduk di sisi kasur pak Gani.

"Hutang apa, mas? Aku tidak pernah berhutang sama sekali." bantah bu Ratih.

"Jangan membodohiku, Ratih...!" kali ini pak Gani menatap mata bu Ratih dengan geram.

"Haaaah...!!" bu Ratih membuang nafasnya. "Oke, iya aku hutang. Ada masalah?!" begitu ujar bu Ratih.

"Aku pikir kamu sudah berubah. Tapi rupanya kamu selalu diperbudak oleh uang, Ratih." balas pak Gani.

"Salahkan dirimu, mas!" sahut bu Ratih. "Penghasilanmu itu harusnya kau berikan semua padaku. Sehingga aku bisa mengatur segalanya tanpa kekurangan. Nyatanya apa?! Kamu selalu membaginya dengan putrimu yang suka sekali foya-foya tidak jelas."

"Jangan bawa-bawa putriku!" hardik pak Gani dengan suaranya yang serak khas orang sakit, tapi penuh tekanan.

"Kenyataannya memang begitu. Kamu juga tidak adil pada Rosa. Hanya Liana yang selalu kamu nomor satukan." ujar bu Ratih.

"Aku selalu berusaha adil pada mereka, Ratih. Tapi kamu yang selalu merasa iri dengan Liana, putri kandungku." tandas pak Gani.

"Luapkan terus emosimu, mas. Aku rasa itu lebih baik." bu Ratih tersenyum miring.

"Jangan kurang ajar, kamu!" sahut pak Gani.

"Lagian sudah sekarat begini masih saja cerewet." celetuk bu Ratih.

Bu Ratih kemudian mendekatkan wajah ayunya pada pak Gani.

"Asal mas Gani tahu, saat ini aku lebih senang kalau mas Gani mati. Karena aku tidak mau direpotkan dengan merawat pria penyakitan seperti mas."

Bisikan itu benar-benar membuat amarah pak Gani semakin meluap. Dan sepertinya, suasana hati yang tidak stabil itu membuat kondisi pak Gani drop.

Pak Gani berusaha menekan tombol nurse call. Tapi dengan cepat bu Ratih menghalanginya sambil menyeringai.

Sementara di luar kamar. Liana tampak sangat gelisah meninggalkan sang ayah di dalam bersama ibu sambungnya.

"Mau kemana?" tanya Damar saat melihat Liana beranjak dari kursi.

"Aku akan melihat ayah." jawabnya.

Sedikit lagi Liana mencapai gagang pintu, dia mendengar suara langkah kaki orang berlarian. Dari samping kiri tampak dokter yang merawat ayahnya datang mendekat bersama beberapa suster.

"Ayah...?!" Liana bergegas membuka pintu.

"Mas Gani..., betahanlah mas..."

Liana kemudian berlari saat mendengar tangis ibu sambungnya.

"Ayah...!!" seru Liana. "Ayah kenapa...?!" Liana pun tak bisa menahan tangisnya.

"Permisi, beri kami ruang!" ujar dokter yang sudah tiba di kamar itu.

"Tolong tinggalkan ruangan!" dengan nada suara yang sopan seorang suster menggiring bu Ratih dan Liana keluar dari kamar.

Di depan pintu mereka disambut oleh Damar dan Rosa yang tampak panik. Bu Ratih memeluk Rosa sambil menangis. Sementara Damar berusaha menenangkan Liana yang tengah menangis juga.

Tak lama kemudian dokter keluar.

"Dokter, bagaimana suami saya?" bu Ratih yang pertama mendekati dokter itu.

Sedangkan Liana, langsung lari memasuki ruangan ketika melihat raut wajah sang dokter yang begitu sedih.

"Ayah...!!!!" Liana menerobos suster yang akan menutupi wajah ayahnya dengan selimut.

Liana memeluk tubuh pak Gani yang sudah tak bergerak lagi. Dia luapkan rasa kehilangannya dengan tangisan yang benar-benar menyayat hati.

Damar yang tadi mengekor di belakang Liana turut merasakan sakit di hatinya, kala mendengar tangisan sahabatnya itu.

Beberapa menit sebelum hal itu terjadi. Bu Ratih sengaja mengulur waktu memencet tombol darurat, agar kondisi suaminya itu mencapai kritis terlebih dulu. Setelah dirasa pak Gani mulai tak berdaya, bu Ratih mengambil sedikit air di dalam gelas untuk membasahi matanya. Barulah kemudian dia memencet tombol yang tadi ingin digapai pak Gani.

"Allah akan membalas perbuatanmu Ratih..." bagitu batin pak Gani saat melihat kelakuan sang istri.

Suami mana yang tidak kecewa. Melihat istrinya sendiri berbuat sekeji itu pada dirinya. Apalagi dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, kala dia merasa tak mampu lagi menahan rasa sakit.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, jenazah pak Gani segera dimakamkan setelah seluruh keluarga datang. Dan saat ini Liana sedang mengurung diri di dalam kamarnya.

"Kalau saja aku tahu semalam itu adalah pelukan terakhir dari ayah. Aku tidak akan bangun dan akan terus menemani ayah..."

"Ayah..., aku tidak punya siapa-siapa lagi..."

Tok... Tok... Tok...

"Kak Liana...!!" suara Rosa terdengar dari balik pintu. "Ada tamu yang ingin bertemu dengan kakak." katanya.

"Aku belum mau bertemu siapa-siapa." jawab Liana dari dalam.

"Baiklah..."

Rosa pun kembali keluar, dan menyampaikan pesan Liana. Kemudian tamu yang dimaksud itu segera undur diri.

"Begitu doang!" ujar bu Ratih. "Gaya doang elit, duit santunan juga tidak ada. Dasar!!" gerutunya.

"Mereka itu siapa, bu?" tanya Rosa.

"Entahlah. Ibu tidak kenal." balas bu Ratih.

"Sepertinya orang kaya." gumam Rosa kemudian.

"Kaya pelit, buat apa." bu Ratih kemudian kembali masuk ke rumah.

......................

Episodes
1 Tamu Asing
2 Ayah Jatuh Sakit
3 Kembalinya Ibu Tiri
4 Pelukan Terakhir
5 Jaminan Hutang
6 Rumah Baru
7 Keluarga
8 Menikah Lagi
9 Bimbang
10 Keputusan
11 Calon Istri Kedua
12 Istri Calon Suamiku
13 Kamar Pengantin yang Terabaikan
14 Suami Menyebalkan
15 Kesedihan Kakek
16 Benih Kecemburuan
17 Honeymoon...??!!!!
18 Istri di Atas Kertas
19 Teman
20 Semakin Akrab
21 Tak Tenang
22 Perasaan Damar
23 Kado untuk Liana
24 Salah Pilih Rival
25 Ada Apa Sebenarnya?
26 Mencari Pak Wira
27 Tak Seperti Biasanya
28 Maaf, ibu...!
29 Vanya Frustasi
30 Rencana Haris
31 POV : Haris
32 Rasa Nyaman
33 Maunya Kamu
34 Perubahan Haris
35 Kembali Asing
36 Damar Berulah
37 Jeritan Hati Rosa
38 Jangan Menyentuhku
39 Cerai
40 Reward
41 Kembali ke Rumah
42 Suasana Baru
43 Aku akan Kembali
44 Aku akan Melindungimu
45 Ingin Jadi Satu-satunya
46 POV : Liana
47 Firasat
48 Pertemuan
49 Menghindar
50 Membawa Liana Pergi
51 Mesra dan Gelisah
52 Hamil
53 Ketemu
54 Hukuman dari Kakek
55 Ketakutan Liana
56 Vanya Lagi
57 Luka Kecil
58 Perdarahan
59 Flashback
60 Sang Pelaku
61 Mencintai Rosa
62 Haris Cemburu
63 Pengusik Datang Lagi
64 Akhir Sebuah Penantian
65 Demam
66 Mendatangi Kakek Sudibyo
67 Juan...!!
68 Berpisah Saja
69 Takut Kehilangan
70 Takut Keblabasan
71 Insiden di Swalayan
72 Sakit Lagi
73 Kabar Bahagia
74 Bukan Perempuan Bayaran
75 Permainan Dimulai
76 Apa Dia di Pihakku?!...
77 Nasihat Kakek
78 Bumil Posesif
79 Ancaman
80 Sebuah Video
81 Permintaan Maaf
82 Klarifikasi
83 Tiba-tiba Ingin
84 Kabar Duka
85 Kamera Tersembunyi
86 Ngidam Day
87 Perkara Melon
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Tamu Asing
2
Ayah Jatuh Sakit
3
Kembalinya Ibu Tiri
4
Pelukan Terakhir
5
Jaminan Hutang
6
Rumah Baru
7
Keluarga
8
Menikah Lagi
9
Bimbang
10
Keputusan
11
Calon Istri Kedua
12
Istri Calon Suamiku
13
Kamar Pengantin yang Terabaikan
14
Suami Menyebalkan
15
Kesedihan Kakek
16
Benih Kecemburuan
17
Honeymoon...??!!!!
18
Istri di Atas Kertas
19
Teman
20
Semakin Akrab
21
Tak Tenang
22
Perasaan Damar
23
Kado untuk Liana
24
Salah Pilih Rival
25
Ada Apa Sebenarnya?
26
Mencari Pak Wira
27
Tak Seperti Biasanya
28
Maaf, ibu...!
29
Vanya Frustasi
30
Rencana Haris
31
POV : Haris
32
Rasa Nyaman
33
Maunya Kamu
34
Perubahan Haris
35
Kembali Asing
36
Damar Berulah
37
Jeritan Hati Rosa
38
Jangan Menyentuhku
39
Cerai
40
Reward
41
Kembali ke Rumah
42
Suasana Baru
43
Aku akan Kembali
44
Aku akan Melindungimu
45
Ingin Jadi Satu-satunya
46
POV : Liana
47
Firasat
48
Pertemuan
49
Menghindar
50
Membawa Liana Pergi
51
Mesra dan Gelisah
52
Hamil
53
Ketemu
54
Hukuman dari Kakek
55
Ketakutan Liana
56
Vanya Lagi
57
Luka Kecil
58
Perdarahan
59
Flashback
60
Sang Pelaku
61
Mencintai Rosa
62
Haris Cemburu
63
Pengusik Datang Lagi
64
Akhir Sebuah Penantian
65
Demam
66
Mendatangi Kakek Sudibyo
67
Juan...!!
68
Berpisah Saja
69
Takut Kehilangan
70
Takut Keblabasan
71
Insiden di Swalayan
72
Sakit Lagi
73
Kabar Bahagia
74
Bukan Perempuan Bayaran
75
Permainan Dimulai
76
Apa Dia di Pihakku?!...
77
Nasihat Kakek
78
Bumil Posesif
79
Ancaman
80
Sebuah Video
81
Permintaan Maaf
82
Klarifikasi
83
Tiba-tiba Ingin
84
Kabar Duka
85
Kamera Tersembunyi
86
Ngidam Day
87
Perkara Melon

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!