Setelah membeli seblak dan cireng, Bang Hara pun mengantar Rintis untuk kembali pulang karena dirinya harus segera ke bandara militer untuk mengirim seluruh barang kepindahannya ke tempat dinasnya yang baru.
"Semua barang sudah naik. Aku titip adik ku ya, Har. Tolong luaskan sabarmu..!! Aku tidak memintamu untuk tidak marah padanya tapi........"
"Aku paham..!!" Bang Hara menepuk lengan Bang Rei. Sudah hal yang wajar bila kakak seperti Rei begitu mencemaskan Rintis apalagi mereka sama-sama tau kelakuan 'minus' seorang Rintis.
Tak terasa setitik air mata menetes di pipi Bang Rei, Bang Hara pun tertawa melihatnya.
"Bisa nangis lu, Rei??"
"Kocak juga lu, Har. Adik kecilku mau di gondhol kalong, gimana aku nggak kepikiran. Please Har.. adik ku masih bo*oh. Kalau dia buat salah, katakan padaku atau limpahkan pada Katana. Aku yang tidak bisa mendidiknya untuk menyenangkanmu." Kata Bang Rei.
"Kau ini serius sekali, Rei. Jujur ku akui, adikmu memang puncak masalah nomer satu di kepalaku saat ini, tapi setelah aku pahami kelakuan adikmu, ternyata dia imut juga. Kau tenang saja. Kalau dia berulah, tinggal ku panggul saja ke kamar dan selesaikan dengan kepala dingin." Jawab Bang Hara.
"Jangan kasari dia ya, Har..!!"
"Hahahaha.. tidak janji yaaa..!!! Tergantung situasi dan perkara apa yang sudah di rangkai adik cantikmu itu." Balas Bang Hara.
***
Mama Ghiza mengantarkan putrinya di bandara militer dengan sejumlah petuah namun tidak dengan Papa Ratanca yang terus bersedih dengan kepergian putrinya.
Tak berbeda jauh dengan Papa Ratanca, Rintis pun sesenggukan menangis karena harus berpisah dengan 'cinta pertamanya'.
"Jangan nangis, sayang..!! Papa akan sering berkunjung kesana." Janji Papa Ratanca.
Rintis mengangguk mengiyakan, tak banyak kata terucap dari bibirnya. Hanya hatinya yang terlalu jujur bahwa dirinya sungguh sangat sedih harus mengikuti Bang Hara untuk pindah tugas ke tempat dinas yang baru.
-_-_-_-_-
Sore tiba, menjelang magrib dirinya tiba di wilayah baru. Menempati jabatan Danki dalam kepangkatan Letnan satu bukanlah hal yang mudah. Sang mertua memberinya amanah untuk bisa mengemban tugas tersebut untuk menggantikan Danki lama berpangkat Kapten karena suatu hal.
Sebenarnya dua bulan lagi Bang Hara sudah mendapatkan kenaikan pangkat Kapten, hanya saja sebenarnya di dalam aturan memang Bang Hara belum bisa menduduki jabatan seorang Danki yang sesungguhnya terlebih usia Bang Hara pun terbilang muda untuk jabatan tersebut.
Bang Hara mengamati kondisi sekitar. Gagahnya Letnan Hara memang tiada tanding, senjata di belakang punggung semakin menambah wibawa Danki baru disana.
Beberapa anggota memberi salam hormat pada Bang Hara begitu juga pada Rintis.
"Selamat datang, Danton dan ibu..!!!" Kata seorang pria disana.
Mengenal suara tersebut, Rintis pun menoleh. "Abaaaang..!!!!" Rintis segera berlari dan memeluk Bang Katana.
...
Tidak hentinya Rintis menangis apalagi rumah panggung dari kayu membuatnya takut dan tidak nyaman disana. Kamar mandi sangat sempit dan juga airnya berkapur.
"Apa tidak ada rumah yang lain??" Tanya Rintis.
"Tidak ada, rumahmu ini yang paling bagus karena jabatan suamimu adalah Danki." Jawab Bang Katana.
"Tidak ada AC disini??" Tanya Rintis lagi padahal mereka bertiga kini memakai jaket super tebal karena wilayah mereka baru saja terdampak hujan es.
"Lemari es untuk cadangan ikan, mau????" Kata Bang Katana ikut pusing dengan kerewelan adiknya.
Tak lama beberapa orang anggota mengantarkan makanan untuk Danki mereka.
...
Rintis melirik makanan tersebut. Ada sayur daun ubi tumbuk, tempe, tahu dan sambal.
"Orang logistik belum belanja, Bang. Ini di ambilkan seadanya. Yang tersisa hanya tahu tempe. Kami kira Danki akan datang besok pagi karena biasanya pesawat harus transit dulu." Kata Bang Katana.
"Alhamdulillah.. Terima kasih banyak kirimannya. Maaf ya kami merepotkan kalian."
"Aman Bang."
Karena kerewelan Rintis melihat makanan barunya, terpaksa Bang Hara sedikit memaksa dan menyuapi istri kecilnya. Mungkin karena sudah lapar, akhirnya makanan tersebut habis juga meskipun harus diiringi omelan di setiap suapannya.
"Oom.. Rintis ngantuk. Tidur dimana?" Tanya Rintis. Entah sadar atau tidak, gadis itu bergelayut manja di lengan Bang Hara bagai anak kucing.
"Duuhh.. masa bentukan Bu Danki, begini sih Bang..!! Om lagi, dia bilang."" Gumam Bang Katana.
Bang Hara meletakan telunjuk di depan bibirnya. "Nggak apa-apa. Sementara biar Abang dampingi. Jangan menekannya dalam bentuk apapun. Itu tugas Abang."
Bang Katana nyengir sendiri mendengar jawaban seniornya.
***
Bang Hara mengusap pipi Rintis dengan punggung telunjuknya. Rasa gemas mengembangkan senyum tampannya.
'Saya kuat dalam kondisi apapun dan dalam situasi seperti apapun tapi tidak untuk yang satu ini. Jika kemarin kamu minta pisah kamar karena keluargamu, sekarang kamu minta di temani karena takut, tidak ada siapapun disini selain saya.'
"Sekarang saya yang takut. Takut tidak bisa menahan diri. Berdua begini rasanya nyetrum, Neng..!!" Gumam Bang Hara kemudian semakin mendekat dan mendekap Rintis.
Rintis yang merasa sesak mencoba untuk menghindar.
"Neng, kamu capek atau tidak??" Tanya Bang Hara.
"Kenapa, Om?" Rintis balik bertanya dengan suara paraunya.
Sebenarnya malam ini Bang Hara berniat melakukannya tapi melihat wajah lelah sang istri, dirinya pun menjadi tidak tega. Bang Hara memilih mengecup kening Rintis kemudian memejamkan mata dan beristighfar sekedar menenangkan diri.
"Selamat tidur.... Sayang..!!" Bisiknya di telinga Rintis.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Mika Saja
bang hara tetp waras ya menghadapi bocil yg BKN vertigo tp gemesin 🤭🤭
2024-09-01
1
Murni Zain
Jadi pengen k daerah Timur sana.. 🤔🥰 semoga cpt ditangan i ya blBang Hara biar Neng Titisya ganti panggil an 🤭🤭🤭
2024-08-31
3
Nining Dwi Astuti
msh di segel ternyata 🤣🤣🤣
2024-08-31
1