Diary Aluna

Diary Aluna

Tepung Tumpah

Praaang

Sebuah piring berisikan tepung terigu terbalik hingga menyebabkan kebisingan di seluruh ruang dapur. Tanpa sengaja Aluna menginjak sisi kiri piring tersebut karena tak dapat melihat dengan jelas. Pandangannya terhalang oleh kardus besar berisi oven tangkring yang baru saja ia ambil dari gudang atas perintah tantenya.

Bocah SD itu begitu kepayahan karena kotak yang ia bawa bahkan hampir menutupi seluruh tubuh bagian atas gadis kecil itu. Sehingga membuatnya tak dapat melihat dengan leluasa apa yang ada di depan dan di bawah kakinya.

"Hmmm. Bagus! Tumpah semua kan jadinya." omel seorang gadis remaja yang saat itu tengah sibuk menguleni adonan kue.

"Maaf, kak." buru-buru Aluna meletakkan bawaannya dan mulai membersihkan tepung yang berserakan di lantai. Gadis itu meraup dan menempatkan kembali tepung itu ke dalam piring yang tak sengaja ia injak tadi. Ia sapukan dengan kedua telapak tangan kecilnya. Ia begitu takut jika sang kakak dan tantenya akan memukulnya akibat keteledorannya tersebut.

Ketika Aluna sedang fokus membersihkan tumpahan tepung di lantai, tiba-tiba gadis remaja itu menyambar piring tersebut dan melemparkan semua isian tepung itu ke wajah Aluna.

Seketika gadis kecil itu gelagapan. Matanya mengerjap-ngerjap keperihan, mulutnya meludah kecil berusaha mengeluarkan tepung yang tak sengaja masuk ke dalam mulutnya. Hidungnya bahkan terasa sesak akibat tepung yang menyumbat.

"Dasar goblok. Tolol!" maki gadis remaja yang kemudian membanting piring stainless itu ke lantai dan memantul mengenai Aluna. "Ngapain dikerok sampai ke bawah? Kotor semua lah goblok." geram gadis itu.

Aluna hanya tertunduk diam. Matanya mulai berkaca-kaca, sekuat tenaga ia menahan agar tak menumpahkan air matanya saat itu juga.

"Hehehe." kekeh tantenya Aluna yang sejak tadi menikmati adegan yang menurutnya adalah tontonan yang sangat menarik. Tangannya masih terus mencetak adonan telah diuleni oleh keponakannya.

"Heran. Kok bisa-bisanya sih aku punya adik tol*l kayak kamu?" gadis remaja tersebut masih saja mengomeli adiknya.

"Tau nih, terus ngapain masih bengong disitu? Dibersihin dong! Terus beli lagi sana tepungnya!" titah sang tante kemudian.

Aluna segera membersihkan semua kekacauan dengan cekatan. Gadis itu kembali meraup semua tepung yang lebih berserakan dari sebelumnya. Kemudian gadis itu buru-buru ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Apakah ia menangis? Tidak. Aluna tidak punya waktu untuk menangisi yang terjadi padanya saat ini. Ia segera memasuki kamar dan mengambil uang jajannya yang ada di dalam kantung tas ranselnya, kemudian lanjut berjalan ke pasar untuk membeli tepung sesuai perintah sang tante.

Gadis itu melangkah gontai menuju toko sembako tempat langganan tantenya, gadis itu terus mengelus dadanya, menguatkan diri agar tak menangis di tengah keramaian.

Dalam hati ia terus menguatkan diri bak merapalkan mantra yang terus membuat hatinya tegar. Yang kuat Lunaaaa! Yang tegaaaar! Kamu anak kuat. Kamu anak hebat. Kamu pasti bisa!

Betapa ia harus tetap tegar. Harus tetap sabar, ini adalah bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Ingat apa kata nenek! Gak boleh nangis! Gak boleh dendam!  Kata-kata itu terus ia ucapkan berulang-ulang demi membuang jauh rasa marah dan sedih yang sempat menggoyahkan hatinya.

Aluna Mazaya, gadis yang masih berusia 9 tahun itu adalah seorang anak piatu yang selalu ditinggal sang ayah melaut selama berbulan-bulan. Ayahnya merupakan seorang kapten yang mengemudikan kapal pengangkut barang dan penumpang atau yang biasa disebut kapal Ferry. Saat ini ia tinggal bersama nenek dan kakaknya yang bernama Amel. Amel adalah kakak kandung Aluna yang beda ibu. Amel merupakan anak dari istri pertama sang ayah sebelumnya bercerai dan kemudian menikahi ibu dari Aluna.

Ketika Amel masih bayi berusia 6 hari, kedua orang tuanya bercerai karena sang ibu lebih memilih untuk meninggalkan bayi beserta suaminya dan kabur dengan seorang brondong yang tinggal tak jauh dari rumah mereka. Saat Amel berusia 5 tahun, barulah sang ayah bisa kembali membuka hati lalu memutuskan untuk menikah lagi, dan wanita pilihan sang ayah adalah ibu dari Aluna.

Dari pernikahan keduanya, ayah Aluna memiliki dua anak perempuan. Putri pertama dari pernikahan keduanya bernama Alia, saat ini usianya 12 tahun dan tinggal di kampung halaman sang ibu. Sedangkan putri yang kedua adalah Aluna.

Ketika Aluna masih berusia 6 bulan, sang ibu meninggal dunia karena sakit. Oleh sebab itu, dari pihak keluarga sang ibu meminta untuk dapat merawat Alia sang kakak, sedang kan Aluna ikut dan di rawat oleh pihak ayahnya.

Karena terpisah sejak Aluna masih bayi dan sangat jarang bertemu dengan Alia, kakaknya. Jadi bisa dikatakan, Aluna dan Alia tidak terlalu akrab selayaknya saudara kandung pada umumnya. Namun bukan berarti mereka berdua tidak akur dan tidak saling kenal, hanya saja karena jarak dan waktu yang memisahkan, membuat hubungan di antara keduanya sedikit canggung setiap kali berjumpa.

Terlebih perlakuan kasar dari Amel yang kerap kali bersikap selayaknya kakak tiri, membentuk Aluna sebagai pribadi yang lebih pendiam dan takut berinteraksi dengan orang lain, termasuk pada keluarganya sendiri.

***

Aluna tiba di rumah tantenya dengan menenteng sekantong plastik berisi tepung terigu pesanan sang tante. Hari ini Aluna dan Amel diminta oleh tante mereka untuk membantunya membuat kue kering yang akan disajikan pada hari lebaran Idul Fitri minggu depan. Kebetulan nenek Aluna sedang berada di kampung untuk menemui adiknya, dan rencana sang nenek baru akan kembali besok sore.

Sudah hampir 2 bulan lamanya, Aluna, nenek, dan kakaknya diminta oleh sang tante untuk tinggal bersama di rumahnya. Padahal sebelumnya mereka hidup begitu nyaman dan tentram di rumah kontrakan. Akan tetapi, sang nenek langsung saja menuruti putri bungsunya begitu wanita yang sudah berusia lewat kepala empat itu meminta mereka untuk meninggalkan kontrakan dan tinggal bersama dengannya saja.

Hingga akhirnya mereka pindah ke rumah sang tante tanpa sepengetahuan ayah Aluna. Bahkan sampai kini, ayahnya masih belum mengetahui jika ibu dan anak-anaknya sudah tidak lagi tinggal di rumah yang hampir tiga tahun lamanya ia sewa karena memang hampir dua bulan lamanya ayah dari Aluna tersebut sama sekali belum pernah kembali ke rumah. Entah apa yang akan terjadi jika ayahnya pulang nanti dan mendapati mereka sudah tidak lagi ada di rumah tersebut atau bahkan ternyata orang lain lah yang telah menempati rumah itu.

"Beli berapa kilo?" selidik tantenya Aluna ketika gadis itu menghampirinya.

"Cuma 1 kilo tante." jawabnya menyerahkan kantong plastik di tersebut.

"Dapat uang darimana? Nyolong uang tante yah kamu?" tuduh Amel tiba-tiba.

"Enggak kok. Aku beli pakai sisa uang jajan dari nenek." jawab Aluna dengan mulut bergetar. Entah mengapa ia merasa begitu terintimidasi. Padahal ia sama sekali tidak melakukan hal yang dituduhkan.

"Gaya banget sok-sok'an pakai uang jajan sendiri. Udah kaya ya?" cibir sang kakak. Aluna tertunduk diam, tak berani menjawab.

"Sana kamu pergi jauh-jauh! Jijik banget liat kamu lama-lama." usirnya kemudian mengkibaskan tangan seolah sedang mengusir ayam.

"Jangan! Awas kamu kalau berani keluyuran!" Aluna menghentikan langkah mendengar ucapan tantenya. "Gak usah kemana-mana! Mending kamu cuci piring kotor aja sana! Terus abis itu lanjut nyapu halaman belakang rumah!" Aluna mengangguk saja tak menjawab apa-apa. Dalam hati ia merasa dongkol karena selalu saja dilimpahkan pekerjaan rumah yang cukup melelahkan. "Awas ya kalau kamu sampai main sama anak tetangga! Kerjakan dulu semua tugas kamu sampai beres, baru boleh main!" titahnya, yang lagi-lagi hanya diangguki oleh gadis kecil itu dengan lesu.

Aluna berjalan menuju tempat pencucian piring yang letaknya ada di belakang rumah. Perlahan ia mulai mengumpulkan piring-piring kotor bekas sahur keluarga. Namun Aluna terpaksa menajamkan pendengarannya ketika sayup-sayup Aluna mendengar sindiran pedas dari sang tante.

"Asal diajak ngomong gak nyaut. Dibuat tuli sama Allah baru tau rasa kamu!" gertak sang tante dengan suara yang cukup tinggi. Aluna menghembuskan nafas panjang. Sungguh, perlakuan yang ia terima hari ini benar-benar tak sepadan dengan usianya yang masih sangat belia.

Entah mengapa, dirinya tak pernah berani membuka mulutnya meskipun itu hanya sekedar menjawab maupun membela diri atas perlakuan kakak dan tantenya. Jangankan untuk berbicara, bahkan untuk menatap kedua orang itu saja nyali Aluna sudah menciut. Dalam hati Aluna terus mengucap istighfar sambil terus mengingat yang ia alami hari ini. Agar nanti dapat ia rangkai dalam untaian kata untuk ia tulis dalam buku Diary kesayangannya sebelum tidur nanti malam. Untuk sekedar mengadu akan kerasnya hidup yang bocah itu alami setiap harinya.

¤¤¤

Bersambung...

Terpopuler

Comments

🌺༒𝑀𝒶𝒻𝒾𝒶 𝒞𝓇𝒶𝓏𝓎 ༒🌺

🌺༒𝑀𝒶𝒻𝒾𝒶 𝒞𝓇𝒶𝓏𝓎 ༒🌺

Hadir kak, bacanya pas lagi makan jadi malah fokus baca gak fokus makan 😂

2024-10-27

1

🌸🍾⃝ ͩSᷞʜͧᴇᷡᴀ🌸[𝐇𝐢𝐚𝐭𝐮𝐬]

🌸🍾⃝ ͩSᷞʜͧᴇᷡᴀ🌸[𝐇𝐢𝐚𝐭𝐮𝐬]

𝐛𝐚𝐫𝐮 𝐥𝐨𝐡 😭 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐠𝐢𝐧𝐢

2024-09-06

2

☠️⃝⃟𝑽𝑨𝙊𝙚૨αɳ𝙜𝕻𝖓𝖉𝓐𝔂⃝❥

☠️⃝⃟𝑽𝑨𝙊𝙚૨αɳ𝙜𝕻𝖓𝖉𝓐𝔂⃝❥

aku mampir

2024-09-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!