'Dear diary
Hari ini aku sedih banget. Tadi waktu aku kasih titipan ayah sama kak Alia, dia nolak. Kak Alia gak mau terima amplop dan barang-barang yang aku bawa. Jadinya karena aku kesal, aku remas amplop itu dan aku buang ke pinggir jalan. Aku sedih, sedih banget.
Padahal aku sama nenek baru aja sampe, tapi kak Alia malah ketus dan langsung pergi gitu aja ninggalin aku yang lagi ngambek. Untung ada kakek, kakek langsung ambil amplop yang udah aku buang dan ngejar kak Alia, terus kakek juga maksa kak Alia untuk terima barang dan amplop yang aku kasih. Kakek marahin kak Alia, kata kakek, kak Alia harus hargai aku dan nenek yang udah jauh-jauh datang buat ngasih itu sama dia. Kak Alia juga harus sayang sama aku dan mau ngajak aku main, jangan ketus dan jangan cuekin aku lagi.
Aku sedih banget, diary. Kenapa yah kak Alia juga sama kayak kak Amel? Kenapa mereka selalu benci dan gak suka sama aku? Padahal kan, aku ini adik mereka.
Memangnya aku ini kenapa diary? Aku ada salah ya? Sampai-sampai kedua kakak aku benci banget sama aku.
Tapi gak apa-apa deh. Yang penting kakek Ajis dan nenek Menik masih sayang sama aku. Mereka juga masih manjain aku kayak ayah dan nenek Siti.
Udah dulu ya diary. Aku udah ngantuk. Besok aku harus bangun cepet untuk sahur. Dadaaah.
***
Aluna menutup diarynya dan menyimpan buku itu ke dalam ransel miliknya. Setiap malam sebelum tidur, Aluna selalu menyempatkan untuk menuliskan apa saja kegiatan dan peristiwa yang ia lalui seharian. Seolah mencurahkan segala nya ke dalam diary adalah ritual khusus yang wajib ia laksanakan.
Gadis itu kemudian menaiki ranjang queen size di kamar kakaknya dan memeluk guling yang ada di atas ranjang. Perlahan matanya mulai terpejam karena kantuk yang ia taha sedari tadi.
"Ck. Banguuun!" Alia memasuki kamar dan menepuk pundak adiknya.
"Gak ikut tarawih ke mesjid? Jangan tidur dulu!" ujarnya masih terus berusaha membangunkan sang adik yang baru saja menyelami alam mimpi.
"Hmmm" Aluna bergumam tak jelas. Gadis itu sama sekali tak ada niatan untuk membuka mata.
"Huuu. Dasar pemalas. Diajakin sholat malah tidur." gerutu Alia. Gadis itu kemudian beranjak mengambil mukenah dan meninggalkan kamar dengan perasaan dongkol.
"Nek, aku ke mesjid dulu ya. Teman-teman aku udah pada nungguin di depan." pamit Alia pada nek Menik yang tengah asik mengobrol dengan besannya.
"Loh, Aluna gak diajak?" tanya nek Menik mencari-cari sosok Aluna.
"Dia gak mau. Udah tidur." jawab Alia ketus. Gadis itu bergegas pergi meninggalkan ruang tamu demi bergabung bersama teman-temanya. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju mesjid yang ada di desa tempat tinggal mereka untuk melaksanakan sholat isya dan tarawih.
***
"Luuun, bangun! Sahuuuur!" teriak Alia berusaha membangunkan adiknya.
"Hmmm." jawab Aluna. Bocah itu justru kembali memeluk guling dan memperbaiki selimut dan mengabaikan kakaknya.
"Ih. Susah banget sih dibangunin dari semalam." gerutu Alia menyilangkan kedua tangan di dada.
"Eh. Sudah ya, tidak usah dibangunin lagi. Biarkan saja adik kamu tidur! Dia memang biasanya gak makan sahur." ujar nek Siti memasuki kamar. Ia duduk di samping ranjang dan mengelus lembut puncak kepala cucu kesayangannya.
Alia memutar bola matanya kemudian beranjak meninggalkan kamar tanpa memperdulikan nek Siti yang berbicara kepadanya. Nek Siti menatap sinis punggung Alia. Dalam hati ia merasa kesal atas sikap cucunya yang satu itu. Sejak tiba disini pada sore hari tadi, hingga sekarang, Alia terus saja menunjukkan sikap tak sopan dan menyebalkan. Membuat nek Siti merasa tak dihargai dan dihormati oleh Alia. Padahal biar bagaimanapun juga, nek Siti juga tetaplah neneknya Alia juga. Tapi gadis yang tengah menginjak usia remaja itu seolah tak menganggap nek Siti sebagai neneknya, dan hanya menganggap bahwa nek Menik lah satu-satunya nenek yang ia miliki.
Beberapa saat kemudian, sosok Alia muncul kembali. "Kata nenek, ayo sahur dulu, nek." ajak Alia dengan wajah datar. Gadis itu berlalu begitu saja tanpa menunggu nek Siti yang mulai bangkit dan menyusul di belakangnya.
***
Cuaca di siang Ramadhan hari ke 23 ini begitu sejuk. Tidak terik, tidak juga hujan. Cuacanya begitu pas untuk bermain. Setelah sholat Dzuhur, Aluna bermain dengan beberapa anak tetangga di samping rumah neneknya, bahkan Alia juga turut bermain bersama. Perlahan Alia mulai bersikap baik pada Aluna. Mungkin awalnya Alia hanya membutuhkan sedikit waktu untuk bisa lebih akrab dengan sang adik.
Nek Menik dan nek Siti yang tengah asyik duduk dan berbincang di teras begitu lekat mengawasi cucu-cucu mereka yang tengah bermain Gala di halaman rumah.
"Rencananya kami akan pulang nanti sore, besan." ucap nek Siti serai mengunyah daun sirih yang telah dicampur dengan pinang, kapur sirih, dan sedikit gambir. Bibir dan mulutnya tampak memerah, hasil dari sirih yang tengah ia kunyah.
"Loh, kenapa cepat sekali? Apa gak besok saja?" nek Menik memasukkan sirih yang telah ditumbuk halus ke dalam mulutnya. Giginya yang telah ompong mengharuskannya untuk menumbuk daun sirih beserta bahan lainnya karena ia tidak bisa mengunyah jika hanya dengan gusinya saja.
"Karena kan lebaran tinggal menghitung hari, sayang si Nur sama Amel gak ada yang bantuin buat kue lebarannya." ujar nek Siti memberi alasan, sambil sesekali meludahkan ampas sirih ke tanah.
"Yasudah kalau begitu. Bagaimana baiknya menurut besan saja." nek Menik menatap lekat kedua cucunya yang kini tampak tidak canggung lagi. Beliau juga menyayangkan disaat mereka sudah mulai akrab, tapi Aluna justru harus kembali ke kota yang nanti pastinya mereka akan kembali canggung jika bertemu lagi.
"Kalau begitu saya izin ke kamar dulu ya, may beresin barang-barang." pamit nek Siti meninggalkan nek Menik duduk sendirian di teras rumah.
"Aluna!" nek Menik memanggil cucunya tepat saat nek Siti memasuki kamar. Aluna segera berlari menghampiri neneknya.
"Kenapa nek?" tanyanya ngos-ngosan.
"Nenek sedih deh, karena kamu sama nenek kamu mau pulang nanti sore. Sini duduk-duduk sama nenek dulu. Nenek pengen peluk dan ngobrol-ngobrol sama kamu. Pasti bakalan kangen banget." kening Aluna berkerut mendengar penuturan nek Menik.
"Kata siapa kami pulang nanti sore? Perasaan, kata nek Siti kemarin kami baru balik lagi tu besok nek." Aluna merasa heran karena tiba-tiba neneknya berkata demikian. Hatinya merasa sedih jika harus kembali secepat itu. Karena bagaimanapun, tinggal di kampung dengan orang-orang yang menyayanginya jauh lebih menyenangkan, dibandingkan harus tinggal di kota, tapi selalu saja disiksa dan dimaki oleh tante dan kakaknya. Berbeda dengan di kampung, disini orang-orang begitu menyayangi dan memanjakan Aluna. Meskipun Alia sempat bersikap tak ramah padanya, tapi gadis itu tidak pernah memaki maupun memukuli adiknya. Hanya sekedar bersikap tak bersahabat saja.
"Nenek kamu yang bilang. Tuh, nenek kamu di kamar, lagi beresin pakaian untuk persiapan pulang." terang nek Menik membuat hati Aluna semakin cemas.
"Gak mau pulaaaang." rengek Aluna. Gadis itu memeluk erat neneknya. Nek Menik membalas pelukan sang cucu tak kalah eratnya.
Meski sedang asyik bermain, fokus Alia tetap mengawasi adik dan neneknya yang kini tengah berpelukan. Alia penasaran apa yang membuat adiknya merengek manja pada sang nenek. Tapi Alia juga merasa cemas. Cemas jika kasih sayang sang nenek direbut oleh adiknya. Takut jika nanti neneknya hanya menyayangi sang adik, dan tidak menyayangi dirinya lagi. Sebab itu pula lah yang membuat Alia bersikap ketus pada adiknya. Karena nenek, kakek, para tante dan omnya selalu saja membahas Aluna, hingga membuat Alia merasa tersisih dan tak disayangi lagi.
Alia menghampiri adik dan neneknya dengan wajah ditekuk. "Kenapa?" tanyanya.
"Gak apa-apa, ini adik kamu katanya gak mau pulang." terang nek Menik mengelus kepala Aluna. Alia sebenarnya merasa sedih jika adiknya pulang secepat itu. Namun enggan ia tunjukkan pada Aluna.
"Oh, baguslah." ketusnya lalu kembali menghampiri teman-temannya. Ia sama sekali tak menunjukkan keberatan yang membuat Aluna semakin bersedih. Gadis itu semakin mempererat pelukannya pada sang nenek. 'Kenapa sih semua orang benci aku?' batinnya pilu.
¤¤¤
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments