9>>

"Gimana sama kakak kamu, Nak? Dia ke mana? Dan orang tua kamu?" tanya Adara lagi.

"Saya nggak punya orang tua, Tan. Saya juga nggak tahu di mana kakak saya, tapi yang jelas saya nggak mau ketemu sama dia lagi. Saya takut …," jawab Yuna membuat air matanya mulai berkumpul di pelupuknya. Mengingat Saga membuat dadanya menjadi sangat sesak.

"Mungkin saya bakal tinggal sama Mbak Lira, kenalan saya, nggak pa-pa kalau nanti saya harus menjaga anaknya," lanjut Yuna lagi, kini air matanya sudah berhasil lolos dari tempatnya. Ia makin menangis hingga jawaban yang ia berikan malah terdengar seperti anak kecil yang kehilangan permennya.

Adara tersenyum tipis melihat kepolosan Yuna, ia mengusap lembut kepala gadis itu. "Kamu mau tinggal sama Tante?"

"Maaaa!" sela Aksa tak terima. "Kenapa Mama malah ngajak orang asing tinggal sama Mama?!" sambung Aksa lagi.

"Kamu juga gitu, kan? Buktinya kamu biarin dia tidur di sini."

"Tap--"

"Udah, kamu diem aja," potong Wanita itu, lalu beralih pada Yuna. "Kamu mau kan tinggal sama Tante?" tanya Adara untuk kedua kalinya pada gadis itu. Yuna diam, ia bingung. Betul kata Aksa, ia adalah orang asing, dan pasti tidak mudah untuk diterima dalam rumah orang lain.

"Saya taku--"

"Tante anggap kamu setuju," sela Adara seraya tersenyum.

Keputusannya sudah bulat. Ia ingin menolong gadis malang itu. Ia tahu betapa menderita hidup tanpa keluarga. Dulu Adara juga seperti itu, semua keluarganya meninggalkannya dengan sang ibu, membuat Adara dan ibunya harus berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Dan beruntungnya saat itu Adara dipertemukan dengan orang yang tepat, yaitu Cakra Pradikta, lelaki yang kini menjadi suaminya dan yang membuat hidupnya menjadi lebih baik.

"Rumah kamu di mana? Ayo, Tante anterin kamu buat ambil baju kamu."

***

Sampailah di rumah Yuna, ia langsung masuk ke rumahnya dan diikuti oleh Adara yang berjalan di belakang. Sedangkan Aksa memilih menunggu di luar, sebenarnya dia kesal karena harus repot-repot datang ke sana. Saat Yuna dan Adara masuk mereka kaget ketika di ruang tamu ada Saga yang hendak menuangkan wine di gelasnya. Saga yang melihat Yuna langsung berdiri menghampirinya.

Plak!

Saga menampar pipi Yuna. "Kenapa kamu bawa orang ke sini?! Kamu mau lihatin betapa miskinnya kamu, hah?!" sentak Saga kemudian, mencekik leher Yuna, sementara tangannya yang satu lagi hendak menampar Yuna lagi.

"Berhenti! Apa kamu sudah kehilangan akal?!" tegur Adara.

"Siapa Anda? Ingin ikut campur, hah?" tanya Saga lalu memasang seringai liciknya.

"Dia adikmu! Bagaimana bisa kamu menjual adikmu sendiri?!"

Plak! Plak!

"Lihat, kan? Saya bahkan bisa menamparnya sampai saya puas, Anda tidak punya hak! Ini adik saya," balas Saga tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Adara makin kesal melihat sikap laki-laki di hadapannya ini, ia menarik paksa Yuna agar berlindung di belakangnya, tetapi Saga langsung mendorong tubuhnya hingga terhempas menghantam meja, bahkan gelas wine yang digunakan Saga tadi ikut terhempas hingga membuat suara riuh di dalam ruangan.

Prang!

Mendengar suara itu Aksa langsung ikut masuk ke rumah Yuna, ia kaget ketika melihat Saga, lebih-lebih lagi ketika melihat mamanya tersungkur di lantai.

"B*r*ngsek!" ujar Aksa kemudian menghampiri Saga dan menghajarnya. Saga tak melawan, dia malah terus memasang senyuman liciknya meskipun terus dipukuli oleh Aksa. Puas memukulnya Aksa mendorong Saga menjauh, ia beralih menghampiri mamanya yang masih terduduk di lantai.

"Mama nggak pa-pa? Kita pulang aja," ujarnya.

"Mama nggak akan pulang kalau Yuna juga nggak ikut!" tolak Adara, ia kembali berdiri dan mendekati Yuna yang sudah terduduk lemah di sisi ruangan.

"Ma, dia orang asing!" pekik Aksa.

"Aksa!" tegur Adara, agar Aksa memilah kembali kata-katanya.

"Wow, jadi dia nyokap lo?" sahut Saga yang saat ini sudah duduk di sofa seraya memangku satu kakinya.

"Gue udah bayar adek lo semalam, sekarang biarin nyokap gue bawa dia!" ujar Aksa menahan amarahnya.

Saga berdecih pelan mendengar ucapan Aksa barusan, ia berdiri dari duduknya dan menghampiri Aksa.

"Lo pikir seratus juta itu cukup buat beli adek gue?! Kalau lo mau ambil dia silakan, tapi lo harus kasih duit lebih ke gue," ucap Saga dengan tatapan puasnya, dia sangat puas karena bisa mengambil keuntungan lagi saat ini. Licik memang.

"Gue nggak bego! Meskipun gue kasih lo uangnya sekarang pasti besok-besok lo minta lagi!"

"Otak bocah kayak lo boleh juga. Asal lo tahu, gue nggak pernah nyia-nyiain kesempatan yang ada. Selama gue bisa dapet duit, gua bakal ngelakuin apa aja, termasuk memeras lo secara perlahan," ujar Saga, tertawa keras di akhir kalimat.

Bugh!

Aksa tak bisa menahan amarahnya lagi, ia kembali menghujani Saga dengan pukulan kerasnya. Entah kenapa semua ucapan yang keluar dari mulut laki-laki itu berhasil menyulut emosinya sampai ke puncak. Rasanya detik ini juga dia ingin membunuh Saga tanpa ampun sedikitpun.

"Aksa! Berhenti, Nak!" teriak Adara yang masih memeluk Yuna. Ia tidak ingin anaknya memukuli orang lagi. Mendengar teriakan mamanya, Aksa berhenti memukuli Saga, tetapi ia tak ingin melepas cengkeraman di kerah baju Saga.

"Begini saja," Adara masih menggantung ucapannya, "nikahi Yuna!" ujar Adara tegas.

Aksa dan Yuna sontak kaget mendengar itu, Aksa menatap tak percaya pada mamanya, sedangkan Yuna langsung melepas rangkulan Adara dari bahunya. Bagaimana bisa keputusan seperti itu dibuat dalam keadaan seperti ini.

"Mama, apa-apaan? Ini--"

Saga tertawa puas. "Ibu pikir saya akan menyerahkan adik saya begitu saja?"

"Sebutkan berapa yang kamu mau, saya akan berikan. Asalkan kamu lepaskan Yuna, dia akan menjadi menantu saya dan akan menjadi tanggung jawab saya. Setelah mereka menikah, kamu tidak akan memiliki hak apa pun atas Yuna," jelas Adara penuh penekanan.

Saga kembali terkekeh, ia terlihat makin puas. "Saya tidak akan segan-segan meminta banyak kepada Anda," ucap Saga.

"Sebutkan saja!" balas Adara.

"Baiklah, baiklah, mari kita bicarakan ini baik-baik," ujar Saga kemudian bangkit dan duduk di sofa.

Adara menyanggupi permintaan Saga, ia merangkul Yuna dan membawanya untuk ikut duduk di sofa. Aksa yang masih tidak menerima keadaaan ini langsung menahan mamanya agar tidak duduk.

"Ma, sebenarnya apa rencana Mama?" tanya Aksa.

"Sebaiknya kamu telepon papamu sekarang Nak, kita akan bicara serius," titah Adara dengan tatapan memohon pada Aksa, mau tak mau Aksa pun mengikuti permintaan mamanya. Sangat sulit bagi Aksa jika menolak permintaan dari Mamanya itu.

***

Jangan lupa like teman-teman🤍

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!