Bab 10

Apakah kejadian itu akan terjadi lagi pada pertemanannya dengan Martin ??

...----------------...

Kembali pada Lia yang sekarang.

Komunikasi antara Lia dan Martin tetap berjalan dengan baik. Mereka saling bertukar kabar baik lewat telpon ataupun pesan, terkadang juga mereka janjian bertemu walau tidak setiap minggu.

Enam bulan sudah mereka berteman tapi tanpa status yang jelas. Lia yang tampak ragu membuka hatinya dan Martin yang sepertinya masih nyaman dengan kondisi seperti itu walau niat awal mendekati Lia untuk hubungan yang lebih serius.

Siang itu, Lia sedang beristirahat setelah selesai membereskan kontrakannya. Kesibukannya bekerja dari Senin hingga Jumat, membuat dia hanya punya waktu di hari Sabtu untuk sedikit merapikan kontrakannya walau setiap hari tampak selalu rapi.

Sambil menikmati segelas jus mangga setelah menghabiskan makan siangnya, Lia duduk di teras rumahnya sambil mendengarkan musik dari headset berwarna biru muda yang terpasang di kepalanya, mirip seperti bando.

Ketika sedang asyik mengikuti dalam hati lagu yang di dengarnya, tiba-tiba Lia kedatangan tamu, ibu Tuti, pemilik kontrakannya.

Lia pun agak kaget dan heran, ada apa gerangan maksud kedatangan ibu Tuti menghampirinya. Lia merasa tidak mempunyai masalah apa pun. Uang kontrakan selalu ia bayarkan tepat waktu. Dia juga merasa tidak pernah terlibat masalah yang berkaitan dengan peraturan penghuni kontrakan. Dengan tetangga sesama penghuni kontrakan pun ia tidak pernah mempunyai masalah. Lia pun bingung.

“ Siang mbak Lia. “ sapa ibu Tuti.

“ Siang ibu. Mari silahkan duduk. “ ucap Lia sambil mempersilahkan ibu Tuti duduk di kursi teras kontrakannya.

" Maaf ya saya datang tidak memberi kabar ke mbak terlebih dulu. " ucap ibu Tuti.

' Gak apa-apa ibu, untungnya saya ada di rumah, kalo tidak, ibu pasti kecewa. " jawab Lia.

" Oala..iya ya, kok saya malah gak kepikiran seperti itu tadi, saya langsung aja buru-buru dari rumah langsung ke sini karna tidak sabar mau ketemu dengan mbak. " ucap ibu Tuti.

Setelah berbasa basi menanyai kabar dan yang lainnya, ibu Meri menyampaikan tujuannya mendatangi Lia.

" Kira-kira ada apa ya ibu, atau apa yang dapat saya bantu. " ucap Lia.

" Kamu benar mbak, saya mau minta tolong banget sama kamu, saya perlu bantuanmu. " ucap ibu Tuti

“ Begini Lia, tujuan saya ke mari mau mengabarkan bahwa minggu depan saya mau mengadakan pesta, putri saya akan menikah. " kata ibu Tuti.

" Wah selamat ya ibu, seneng dong mau dapat mantu, berarti nambah anggota keluarga baru ya. " kata Lia.

" Acaranya di mana ibu dan jam berapa, nanti saya usahakan deh untuk datang. Nanti juga ibu gak perlu repot-repot memberi tahu penghuni kontrakan lainnya, biar saya aja. Nanti ibu cukup foto saja undangannya terus WA deh ke saya, nanti saya aja yang info di grup. " kata Lia.

" Iya sih mbak, tapi sekarang kami ada masalah. " ucap ibu Tuti.

" Apa masalahnya ibu? " tanya Lia.

" Sampai saat ini, kami tidak menemukan orang yang bersedia menjadi pendamping pengantin putri saya. Ribet terlalu banyak permintaan yang di minta tolongin. Untuk itu saya minta tolong sama mbak, bantu saya kali ini karena waktunya sudah terbatas, saya sudah bingung mau minta tolong dengan siapa lagi. “ ucap ibu Tuti memohon.

Sejenak Lia terdiam. “ Jika aku terima permintaan ibu Meri, berarti ini kedua kalinya aku jadi pendamping pengantin. “ ucap Lia dalam hati

Secara tidak sadar, alam bawah sadar Lia agak khawatir jika pendapat orang tua zaman dulu tentang pendamping pengantin terjadi padanya, akan susah mendapatkan jodoh. Memang jadi akan ribet urusannya.

Kegagalan hubungannya dengan Chandra padahal hubungan itu baru sebentar, kata orang seumur jagung, sudah menimbulkan sedikit trauma bagi Lia untuk menjalin hubungan yang serius dengan laki-laki, terlebih itu jika menilai dari segi status sosial.

Kedekatannya dengan Martin yang belum ada kejelasan sampai sekarang, sudah seperti judul lagu Duo Ratu, Teman Tapi Mesra. Di bilang teman, iya, tapi melihat perhatian dan tindakan Martin jika mereka bertemu, membuat semua menjadi ambigu jika Martin belum memberi kejelasan apapun.

Trauma akan keadaan diri dan keluarganya yang hanya orang biasa, kadang membuatnya ragu untuk membuka hati.

“ Gimana Lia, apa kamu mau menolong saya, kali ini saja? “ tanya ibu Tuti menyadarkan Lia dari lamunannya.

Lia melihat gurat lelah di wajah ibu Meri. Wajah yang sudah repot untuk mengurus persiapan pernikahan putrinya yang mungkin tidak cukup membereskan itu semua dalam waktu seminggu, walau mungkin menggunakan jasa WO. Ada hal-hal tertentu yang kadang orang tua mau langsung turun tangan mengurusnya karna akan mendapat kepuasan tersendiri akan hasilnya dan kini di tambah lagi dengan kebingungan masalah pendamping pengantin, sepertinya ibu Meri sudah bingung mencari ke mana lagi pendamping pengantin untuk putrinya.

“ Baiklah ibu, saya bersedia menjadi pendamping pengantin putri ibu. Acaranya Sabtu depan kan? “ jawab Lia sambil menghembuskan nafas perlahan dengan berharap dalam hati, ini adalah tugas terakhir kalinya dia sebagai pendamping pengantin, jangan lagi, jangan sampai tiga kali.

“ Terima kasih Lia atas kesediaanmu membantu ibu, ibu senang sekali. Sekarang ibu lega, masalah ini sudah terselesaikan. Jumat malam ibu akan datang menjemputmu, atau jika tidak sempat, nanti supir di rumah yang akan datang. Jumat malam kamu menginap di rumah ibu ya, biar Sabtu langsung jalan dari rumah. Untuk segala keperluan perlengkapanmu, nanti ibu yang sediakan, pokoknya kamu tinggal terima beres aja deh. Segera ibu kabarin, kapan dan di mana untuk fitting bajunya.“ ucap ibu Tuti senang dan lega karna dia menemukan pendamping pengantin untuk putrinya.

" Kata ibu, saya tinggal terima beres, tapi hati dan pikiran saya jadi gak beres. Ibu yang lega, saya yang deg-degan, bu." tawa Lia dalam hati.

“ Kalau begitu, ibu pamit dulu ya. Sekali lagi terima kasih ya Lia.“ lanjut ibu Tuti sambil beranjak meninggalkan Lia.

“ Semoga ini untuk terakhir kalinya aku menjadi pendamping pengantin, jangan sampai tiga kali. “ ujar Lia dalam hati sambil masuk ke dalam kontrakannya setelah ibu Tuti sudah tak terlihat.

Hari demi hari di lewati Lia seperti biasa dengan kesibukannya di kantor. Begitu juga pertemanannya dengan Martin, tampak tak ada perubahan.

Sejak ibu Tuti memintanya untuk menjadi pendamping pengantin putrinya, Lia memutuskan untuk mulai membuka hati, siapa tahu akan ada perubahan dalam pertemanan antara Martin dan dirinya. Ia mencoba berharap agar omongan para tetua dahulu, tidak terjadi dengannya.

Bagaimanakah kelanjutan hubungan Lia dan Martin, apa akan tetap di tetap atau selangkah maju ke depan atau malah menjadi mundur ke belakang ???

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!