Gabriel merajuk

Sore hari, seorang gadis muda tengah bermain bersama bayi perempuan berusia setengah tahun sekaligus menikmati angin sore yang sejuk bersama seorang bocah laki-laki yang sedang mengerjakan tugas sekolahnya. 

Sesekali matanya beralih pada layar ponselnya yang terus menampilkan panggilan-panggilan yang tak terjawab dan panggilan masuk. Gadis itu hanya menghela nafas kasar saat sebuah pesan dari ibunya yang membuatnya tak ingin merespon apapun. 

“Belgetal hati ini, saat kau memandangi. A–aku jadi calah tingkah cendili… “

“Kau memang tantik, memang kamu tantik, tantik, tantik gitu masa nda mau cama daddy Gama ! “ lirih lirik lagu yang dinyanyikan bocah laki-laki itu. 

“Ekheeee… “

Mendengar pekikan adiknya, Gabriel langsung menoleh dan menatap sinis adiknya yang tersenyum menggemaskan. 

“Apa tawa-tawa ! Benelkan bunda tantik tapi nda mau cama daddy Gama ?! “ sindir Gabriel kesal. 

Sindiran Gabriel membuat gadis muda itu cengo. Bisa-bisanya dia disindir keponakannya. Dia menatap keponakannya dengan wajah bingung. 

“Memang Gabri maunya gimana ? “ tanya Glady pelan. 

Gabriel menatap ke arah Glady dengan wajah bersungut kesal. Dia mengingat perkataan oma nya tadi pagi, jika ingin Glady menjadi bundanya dan mau menikah dengan daddynya dia harus melakukan hal yang menguras isi otaknya. 

“Gabli bilang pun pelcuma nda juga jawabannya iya, “ ketus Gabriel dan langsung membelakangi Glady dengan kedua tangan menyilang di dada.

Di rumah, Lediana sedang diliputi kekesalan. Glady, putrinya yang diandalkan, tidak juga menjawab atau membalas pesan-pesannya. Lediana menghela napas panjang, berusaha menahan amarah yang memuncak. Hari ini, ketua RT datang ke rumah dan kembali menanyakan tentang dugaan pengkhianatan yang dilakukan oleh Glady dalam rumah tangga Patricia dan Gama.

Patricia duduk di sebelah Lediana, terlihat gelisah. “Apa yang harus kita katakan, Ma? Ketua RT terus mendesak.”

Lediana mengerutkan kening, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Kita harus tetap pada cerita kita. Kita bilang saja jika Glady sudah mengganti nomor ponselnya dan kita tidak bisa menghubunginya.” bisiknya kepada Patricia. 

Patricia mengangguk. Lediana dengan wajah biasa mengatakan hal yang membuat ketua RT curiga, “ Maaf pak, Glady sudah menggantikan nomor ponselnya.. “

Ketua RT menatap mereka dengan penuh selidik. “Saya hanya ingin memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman di sini. Banyak rumor yang beredar dan saya perlu kebenaran.”

Patricia mencoba tersenyum, meskipun hatinya berdebar kencang. “Kami juga ingin kebenaran, Pak. Tapi seperti yang Mama katakan, Glady sudah mengganti nomor ponselnya. Kami tidak bisa menghubunginya lagi.”

Lediana mengangguk setuju. “Betul sekali, Pak. Glady sudah lama tidak menghubungi kami. Mungkin dia merasa malu atau bersalah.”

Ketua RT menghela napas, merasa tidak puas dengan jawaban mereka. “Baiklah, kalau begitu. Tapi jika ada perkembangan, tolong segera beritahu saya.”

Setelah ketua RT pergi, Lediana menatap Patricia dengan marah. “Kenapa Glady tidak menjawab? Dia tahu ini penting!”

Patricia menunduk, merasa bersalah. “Ma, mungkin Glady benar-benar tidak mau terlibat lagi. Tapi bagaimana jika ketua RT datang lagi, apa yang harus kita katakan.”

“Tapi ini bukan hanya tentang dia! Ini tentang kita semua!” Lediana hampir berteriak. “Kita harus menyelesaikan masalah ini sebelum semakin parah dan Glady harus bisa menikah dengan mantanmu, jika tidak habislah kita ! “

Patricia hanya bisa mengangguk, “Kenapa Lady tidak mengangkat telepon dari ponsel mama, biasanya dia langsung menjawab. Apa dia tahu rencana kita ? “ tanya Patricia khawatir. 

“Tidak, tidak mungkin ! Rahasia ini hanya mama dan kamu yang tahu. Tidak ada yang tahu selain kita berdua ! “ jawab Lediana tegas. 

Di sore hari, setelah ketua RT pergi, Patricia mencoba menghubungi Glady sekali lagi. Namun, seperti sebelumnya, tidak ada jawaban. Patricia merasa frustasi, tapi dia tahu bahwa mereka harus bertahan dan menghadapi semua ini bersama.

Lediana masih terlihat marah ketika Patricia mendekatinya. “Ma, kita harus tetap tenang. Apapun yang terjadi, Glady harus menikah dengan Gama dengan begitu rumor yang kita buat seolah nyata, ”

Lediana menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Kau benar, sayang. Rumor itu harus segera diwujudkan, “

Malam hari, Patricia dan Lediana kembali menghubungi Glady, berharap bahwa Glady akan menjawab panggilan mereka. Tapi apa yang diharapkan semuanya sia-sia, karena Glady benar-benar memblokir nomor mereka. 

*

*

*

Gabriel berdiri di depan bibinya, Glady, dengan wajah yang menunjukkan kekecewaan dan kesedihan. Anak lelaki berusia empat tahun itu tidak berhenti merajuk sejak sore, dan Glady, yang sudah kewalahan dengan bayi berusia setengah tahun, Gabriella, di gendongannya, hanya bisa menghela napas panjang. 

"Gabriel, apa yang kamu inginkan?" tanya Glady dengan lembut, meski nadanya mulai terdengar lelah. Tangannya yang satu mengayun-ayun Gabriella, mencoba menenangkan tangisannya yang semakin kencang.

Gabriel memalingkan wajahnya, tidak ingin melihat Glady. "Aku mau bunda sama daddy menikah," gumamnya akhirnya, suaranya kecil namun penuh ketegasan.

Permintaan sederhana itu membuat hati Glady terasa sesak. Bagaimana dia bisa menjelaskan kepada Gabriel bahwa keinginan itu tidak semudah yang dibayangkan? Bagaimana dia bisa menjelaskan situasi yang begitu rumit kepada seorang anak kecil?

"Kan bibi bisa jadi bundamu sayang,tanpa harus menikah dengan daddymu" kata Glady sambil berlutut di depan Gabriel, mencoba menatap mata keponakannya dengan penuh kasih. "Bibi disini untuk kamu, dan kita bisa bermain bersama."

Namun, Gabriel tetap keras kepala. "Gabli mau bunda dan daddy, menikah ! Culit kali nyuluhnya nikah, padahal nikah itu mudah ! Kenapa bunda dan daddy tidak mau belsama ?" tanyanya dengan nada marah yang tidak biasanya.

Gabriella mulai menangis lebih keras, dan Glady merasa hatinya semakin sakit. Dia tahu, situasi ini tidak adil bagi Gabriel dan Gabriella. Mereka terlalu kecil untuk memahami semua kekacauan yang terjadi di antara orang dewasa.

"Bibi tahu kamu mau bibi menikah dengan daddy, Gabriel. Tapi masalahnya, kakak bibi adalah mommy mu. Masa iya bibi naik tahta dadakan," kata Glady sambil mencoba menenangkan Gabriella dengan lembut. "Tapi Daddy dan Bibi sedang mencoba mencari jalan yang terbaik untuk kita semua. Kamu percaya sama Bibi, kan?"

Gabriel menunduk, lalu mengangguk perlahan. "Tapi Gabli maunya bunda dan daddy menikah," katanya lagi, suaranya mulai bergetar dengan isak tangis yang tertahan.

Glady menarik napas panjang, berusaha keras untuk tidak menangis di depan anak-anak ini. "Bibi juga mau yang terbaik untuk kamu dan adikmu, Gabriel. Tapi bibi juga tidak mungkin menikah dengan daddymu yang kaya itu ?"

Tiba-tiba, ponsel Glady bergetar di sakunya. Dia tahu siapa yang menelepon—ayah Gabriel dan Gabriella. Glady merasa jantungnya berdebar kencang. Ini adalah saat yang dia hindari, tetapi tidak bisa dihindari lebih lama lagi. Keputusan besar harus dibuat.

"Gabriel, Bibi harus bicara sebentar ya," katanya sambil berdiri dan menempatkan Gabriella di tempat tidurnya. "Kamu bisa bermain dengan mainanmu dulu?"

Gabriel mengangguk lesu, masih tidak sepenuhnya mengerti tetapi menerima penjelasan Glady.

Glady keluar ke ruang tamu dan menjawab telepon. "Halo?"

"Lady, kamu masih bersama anak-anak. Ada yang ingin aku bicarakan" suara di ujung sana terdengar tegas, tetapi juga cemas. "Aku tahu ini sulit, tapi kita harus memutuskan apa yang terbaik untuk anak-anak."

Glady menghela napas gugup, "Ada apa,bang ? Apa ini mengenai permintaan Gabriel ? "

"Iya dan juga ada hal lain yang harus kamu ketahui juga,"

“Mengenai apa ? “ tanya Glady bingung. 

“Ini tentang keluargamu, nanti setelah aku pulang. Aku akan menceritakannya kepadamu dan juga aku meminta pendapatmu, “ kata Gama dengan suara tegas. 

"Aku mengerti," sahut Glady. 

“Ohya, mengenai menikah. Apa pendapatmu ? “ tanya Gama tiba-tiba membuat Glady terdiam dengan jantung yang berdetak kencang.  Dia tahu ini adalah saat yang tepat untuk membuat keputusan. Tapi hati dan pikirannya masih terombang-ambing.

"Aku belum memikirkan kesana, bang, “ jawab Glady jujur.

“Baiklah,besok kita bisa bicara lebih lanjut," katanya akhirnya.

"Baik bang, “

Setelah menutup telepon, Glady kembali ke kamar dan melihat Gabriel yang sudah mulai bermain dengan mainannya. Gabriella sudah tenang dan hampir tertidur.

Glady tahu, apapun keputusannya, itu akan mempengaruhi kehidupan mereka semua. Dia harus bijaksana dan berpikir matang-matang demi masa depan Gabriel dan Gabriella. Dan malam itu, dia berdoa semoga diberi petunjuk untuk mengambil keputusan yang terbaik.

Terpopuler

Comments

A R

A R

bagussssss sayaa sukaaa

2024-08-07

0

LISA

LISA

Kasian Gabriel & Gabriella..moga Lady & Gama dpt memutuskan yg terbaik utk kedua anaknya

2024-08-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!