Bel istirahat berdering keras, menandakan akhir dari jam pelajaran yang cukup menguras energi. Guru yang berdiri di depan kelas menutup buku catatan, meletakkannya di atas meja dengan rapi, dan menghela napas kecil.
“Baiklah, anak-anak, sampai di sini dulu pelajaran kita hari ini,” katanya sambil melirik ke arah siswa-siswa yang sudah tidak sabar untuk segera keluar dari kelas. “Jangan lupa, tugasnya dikerjakan. Dikumpulkan besok pagi. Saya tidak mau ada yang terlambat.”
Para siswa menjawab serempak dengan nada setengah malas, “Iya, Bu…”
Guru tersenyum tipis sebelum meninggalkan kelas, dan suara gaduh langsung menggema di seluruh ruangan. Suara kursi bergeser, buku yang ditutup dengan keras, dan obrolan di sana-sini mulai memenuhi udara.
Reyna menatap buku catatannya sejenak, merapikan barang-barangnya dengan tenang. Di sebelahnya, Bulan menguap sambil meregangkan tubuh. “Akhirnya,” gumamnya sambil menyandarkan tubuh di kursi. “Pelajaran yang bikin pusing.”
Reyna meliriknya sekilas, tersenyum kecil. “Kamu selalu bilang begitu setiap kali pelajaran selesai.”
Bulan tertawa pelan. “Ya, tapi kali ini lebih pusing dari biasanya.”
Sambil merapikan meja, Bulan mendekatkan diri ke Reyna. “Ke kantin, yuk? Aku laper banget.”
Reyna menutup bukunya dengan pelan, mengangguk sambil tersenyum. "Ayo," jawabnya.
Mereka berdua bangkit dari kursi dan berjalan keluar kelas. Di sepanjang lorong, suara ramai murid-murid lain yang juga menuju kantin terdengar memenuhi udara. Reyna menatap Bulan yang tampak ceria seperti biasa, namun dia bisa menangkap sedikit kelelahan di wajah temannya itu.
"Kamu kelihatan capek, ada yang salah?" tanya Reyna, sedikit khawatir.
Bulan menghela napas panjang. "Enggak sih, cuma lagi banyak pikiran aja. Tugas numpuk, terus Yasmin juga lagi butuh perhatian lebih. Kadang, aku ngerasa kayak gak cukup waktu sehari."
Reyna mengangguk paham, ia merasakan empati untuk sahabatnya. "Kalau kamu butuh bantuan, aku ada kok."
Bulan menatap Reyna dan tersenyum lembut. "Thanks, Rey. Kamu memang selalu bisa diandalkan."
Mereka tiba di kantin dan segera mencari tempat duduk yang nyaman. Setelah memesan makanan, mereka duduk di pojokan yang agak sepi. Reyna sedang mengaduk minumannya ketika matanya menangkap sosok yang dikenalinya—Bintang. Dia sedang duduk sendirian di meja dekat jendela, tampak sibuk dengan ponselnya.
“Reyna, kok tiba-tiba diam?” tanya Bulan sambil melirik ke arah pandangan Reyna.
“Oh, tidak... cuma liat Bintang aja,” gumam Reyna.
Bulan mengikuti arah pandangan Reyna dan tersenyum penuh arti. “kalau begitu kita pindah duduk di mejanya saja."
"Eh?"
Reyna tertegun, menatap Bulan dengan mata membelalak. "Pindah ke mejanya? Ngapain?" bisiknya cepat, merasa canggung dengan ide tersebut.
"Udah.. nggak papa, ayo!"
Sebelum Reyna bisa menolak, Bulan sudah berjalan ke arah meja Bintang. Dengan enggan, Reyna akhirnya mengikuti di belakangnya, dalam hati bertanya-tanya apakah saat ini Bulan sudah tertarik pada Bintang. Di kehidupan sebelumnya mereka memang dekat.
Ketika mereka mendekati meja, Bintang mengangkat pandangannya dari ponsel dan tersenyum tipis.
"Hai, boleh duduk di sini?" tanya Bulan dengan ceria.
Bintang mengangguk ramah. "Tentu, silakan."
Mereka dengan santai memulai percakapan sambil makan, sesekali tertawa kecil ketika membicarakan hal yang lucu.
"Kalian ngomongin apa? Seru sekali." Bumi membawa nampan berisi makanan dan berjalan ke arah mereka bersama Jaden, yang mereka kenal sebagai Radit, disebelahnya.
Bulan hanya memutar bola matanya ketika Bumi dan (apalagi) Radit duduk di meja mereka.
“Kenapa kamu duduk di sini? Apa tidak ada meja lain?” tanyanya sambil menatap mata Jaden. Dia sekarang tidak suka melihatnya apalagi dengan apa yang sudah dia lakukan ke Reyna.
Jaden hanya tersenyum tipis, tampak santai meski diserang pertanyaan tajam. “Kalau kamu lihat, hampir semua meja sudah penuh. Jadi, aku nggak punya pilihan lain selain duduk di sini, bersama kalian.”
Bulan menyipitkan mata, tatapannya tak beranjak dari Jaden. Dia cepat-cepat melirik sekeliling kantin, lalu mendapati beberapa meja kosong di sudut yang teduh, jauh dari sinar matahari. “Tapi di sana ada— hm!”
Ucapannya mendadak terputus ketika Reyna Dengan cepat menyumpalkan sepotong kupat ke mulutnya. “Habiskan makananmu, bel sebentar lagi berbunyi,” ujar Reyna dengan tenang, tapi penuh maksud.
Jaden terdiam sejenak, lalu tertawa kecil melihat ekspresi Bulan yang kini kikuk, sedangkan Reyna hanya tersenyum tenang. Semua yang ada di meja ikut tertawa kecil.
Namun, kesenangan mereka tak berlangsung lama. Seorang gadis datang menghampiri mereka dengan langkah percaya diri. Luna melemparkan senyum ramah sebelum akhirnya berbicara, “Wah, sepertinya kalian lagi asyik ya?”
Semua orang di meja menoleh dan setengah dari mereka nampak sedikit terkejut dengan kedatangan Luna, sementara Jaden hanya memandang dengan wajah datar.
Luna mengalihkan pandangannya ke Bumi, lalu menyapa, "Hai Bumi!"
Jaden bisa melihat raut bingung Bulan. Dia ingat betul petunjuk dari sistemnya tentang pertemuan kedua Bumi dan Luna. Ini sepertinya adalah momen penting dalam alur cerita.
Mungkin Jaden harus membaca novel yang diberikan sistem, agar dia bisa mengerti alurnya.
"Sistem, tentang pertemuan kedua Bumi dan Luna, apakah inilah saatnya?" Jaden mencoba berkomunikasi dengan sistem melalui benaknya.
“
“Apakah ada yang harus aku lakukan?”
“
“Baiklah.”
Sementara itu, Bintang dan Bulan memandang Luna dengan rasa penasaran, terutama karena kedekatannya dengan Bumi. Bumi, yang tampaknya tidak terlalu terkejut dengan kehadiran Luna, hanya mengangkat alis dan memberi senyum kecil. “Hai, Luna. Ada apa?”
Luna tersenyum penuh arti dan sedikit mengedipkan mata. “Tidak, aku hanya ingin menyapa.” Kemudian, Luna beralih fokus ke Jaden dengan tatapan tajam. “Kamu Radit, kan? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan. Boleh?”
"Aku?!"
Dengan cepat, Jaden menghubungi sitem lagi. "Sistem! Kenapa Luna tiba-tiba ingin bicara denganku? Apakah ini juga ada dalam plot?"
"
"Lalu kenapa ini terjadi?!"
“Radit, sepertinya Luna ingin berbicara denganmu. Kami bisa selesai makan dulu kalau perlu,” ujar Reyna sambil mengeluarkan pendapatnya dengan nada tenang namun penuh perhatian.
Jaden mengangguk, menyadari bahwa mungkin dia perlu memberi ruang pada Luna untuk berbicara. “Baiklah, aku akan keluar sebentar."
Jaden berdiri dan mengikuti Luna yang sudah melangkah menjauh ke sisi kantin. Bumi dan Bulan saling bertukar pandang, merasa cemas dengan perubahan suasana yang tiba-tiba, sementara Bintang hanya memperhatikan semuanya dengan hati-hati.
Reyna merasa ada yang aneh. Dikehidupan sebelumnya, Luna datang untuk berbicara dengan Bumi, namun sekarang targetnya berganti menjadi Radit?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
cemburu kah
2024-09-30
0