Bab 13: Tidak bisa kembali lagi

Jaden memandang laki-laki yang muncul entah dari mana. Dia memanggil Reyna dan tersenyum hangat pada wanita itu. Meteka mengobrol tentang sesuatu yang tidak Jaden mengerti. Dia berwajah tampan, sampai-sampai Jaden mengira dia merupakan karakter utama pada novel yang dimasukinya. Mungkin akan dia tanyakan pada Sistem nanti. Visualnya berhasil membuat Jaden memperhatikan lebih jauh. Hidungnya yang mancung terlihat berkilau oleh butiran keringat yang mengalir, caranya bicara memperlihatkan deretan gigi putih dan lesung pipi yang dalam di kedua pipinya.

Jaden terpesona pada imajinasi penulis yang menggambarkan karakter ini dengan begitu menawan.

"Memang tidak," ujarnya sambil memutar bola mata, ekspresi sedikit enggan terlihat jelas. "Tapi, bukankah lebih mudah jika laki-laki yang mengantarnya? Aku juga membawa motor, bisa sampai di rumahnya lebih cepat, " ujarnya lagi yang membuat Jaden mengerutkan kening, menggelengkan kepalanya.

'Apa dia datang hanya untuk mengantarku pulang? Betapa baiknya dia! Tidak, tentu saja tidak! Lagipula, itu hanya akan membuat kita tersesat!

"Tidak mau! Kepalaku sangat pusing, bagaimana bisa aku membonceng dengan kebut-kebutan di jalan? Apa kamu mau aku memeluk perutmu agar tidak jatuh?" Jaden buru-buru mencegah hal itu terjadi.

"Kamu membuatku merinding," laki-laki itu membalasnya dengan kedua tangan memeluk tubuhnya.

Jaden mendengus, "kamu pikir aku tidak? Tetaplah di sekolah, jadilah siswa yang baik." Jaden dengan sengaja menepuk kepalanya beberapa kali yang langsung ditepis kasar empunya kepala. Jaden bisa melihat Reyna hampir tertawa dari ekor matanya.

Setelah perdebatan ringan, laki-laki itu akhirnya mengalah dengan memasang ekspresi memelas layaknya anak anjing.

"Berhentilah berakting seperti itu!" Jaden tidak tahan dengan perubahan sikap yang dilakukan orang ini. Wajahnya yang pucat karena pusing berubah menjadi kesal. "Lagipula siapa orang ini? Kenapa dia tiba-tiba datang dan ingin mengantarku?" tanyanya pada Reyna, matanya menyipit curiga.

Meski Jaden tau bahwa anak laki-laki itu melotot dengan wajah memarah, entah karena marah atau malu, dan melempar tatapan tajam, semua itu dia abaikan.

Reyna mendesah, dia lelah menghadapi dua laki-laki ini. Ia menatap Jaden dengan sabar. "Dia Bintang. Siswa baru di kelasku," jelasnya sambil menahan keinginan untuk menggelengkan kepala. Ia menatap Bintang dengan tatapan meminta maaf, berharap dia mengerti situasinya.

"Oh," Jaden mengucapkannya dengan nada datar. 'Bukan berarti aku tau perannya di novel ini.' Jaden mendengus lagi, masih belum puas, tapi akhirnya mengangguk. "Baiklah, ayo kita pergi sekarang," ucapnya seraya menggandeng tangan Reyna.

...****************...

"Wah, ini rumahku?" Jaden hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Mata Jaden membesar, menelusuri setiap detail rumah megah di depannya. Dinding kaca besar memantulkan sinar matahari, memperlihatkan interior mewah yang terlihat seperti di majalah arsitektur. Tangannya gemetar saat meraih gerbang yang kokoh dan modern, dinginnya logam seolah memastikan semuanya nyata. "Ini... sungguh luar biasa," gumamnya kagum, masih terpana oleh keindahan dan kemewahan yang ada di hadapannya.

Reyna melirik Jaden yang masih melongo. "Sepertinya kita harus pergi ke rumah sakit. Kamu bahkan lupa dengan rumahmu." Jaden bisa melihat raut khawatir pada paras cantiknya.

Dia terkekeh, "Tidak perlu. Ayo masuk."

Mereka melangkah masuk ke dalam rumah yang megah, di mana lantai marmer putih berkilau menyambut mereka. Lampu kristal besar menggantung di langit-langit tinggi, memancarkan cahaya lembut yang menerangi ruang tamu yang luas. Furnitur mewah tertata rapi, dengan sentuhan warna-warna netral yang elegan. Dinding-dinding dihiasi dengan lukisan-lukisan abstrak dan foto-foto hitam-putih yang artistik.

"Wow,” Jaden menghembuskan napas panjang, matanya terpaku pada setiap detail. “Aku tak pernah membayangkan bisa tinggal di tempat seperti ini.”

Reyna berdiri di sampingnya, masih memperhatikan dengan cermat. “Kamu benar-benar lupa semuanya, ya? Ini bukan cuma rumahmu. Ini adalah tempat di mana banyak kenangan terbentuk.”

Jaden menoleh ke arah Reyna, menatap wajah yang penuh perhatian itu. “Mungkin… aku hanya butuh waktu untuk mengingatnya kembali.”

Reyna hanya mengangguk. "Sepertinya Bi Siti sedang keluar. Kamu istirahatlah, aku harus kembali ke sekolah." Reyna berkata kepada Jaden yang sedang meraba sofa yang didudukinya.

"Kenapa tidak membolos saja?" Jaden mengatakannya tanpa sadar.

"Radit." Mendengar nada datar dan tegas itu lagi, Jaden jadi tidak bisa membantah.

"Baiklah, baiklah. Tapi aku masih sangat pusing, dan perutku lapar tapi kamu bilang Bi Siti bahkan tidak di sini," jawab Jaden, memasang wajah memelas.

Reyna menghela napas. "Oke, aku akan membuatkan sesuatu untukmu sebelum pergi. Tapi hanya kali ini saja, ya?"

Jaden tersenyum lebar. "Oke!" ujarnya seraya mengacungkan jempolnya.

...****************...

Jaden membuka pintu kamar dan melangkah masuk. Kamar itu jauh lebih luas dan mewah daripada yang dia bayangkan. Dindingnya dipenuhi poster-poster band terkenal, rak trofi yang penuh dengan penghargaan, dan tempat tidur king-size dengan sprei gelap yang tampak begitu nyaman. Di sudut ruangan, meja belajar dipenuhi peralatan teknologi terbaru—laptop, headphone, dan perangkat game yang tertata rapi. Kamar ini adalah visualisasi sempurna dari impian masa remajanya.

Langkahnya kemudian mengarah ke cermin besar yang tergantung di dinding. Saat melihat bayangannya, Jaden tertegun. Wajah yang dia lihat memang wajahnya, namun ada sesuatu yang berbeda.

"Apakah ini benar-benar aku?" gumamnya, menatap refleksinya dengan penuh kebingungan.

Potongan rambut Radit terlihat berbeda dari yang biasa Jaden pakai. Jaden sebelumnya mewarnai rambutnya menjadi merah muda dan sepanjang bahu, sekarang dia mendapati rambutnya dipotong rapi dan berwarna hitam—kemungkinan karena dia anak sekolahan—menyempurnakan bentuk rahangnya yang tegas. Kulitnya berwarna terang dan bersih, memberikan kesan segar dan muda. Dahi lebar serta alis tebal yang terawat menambah kesan maskulin pada wajahnya. Mata milik Radit sedikit lebih besar dan tajam, berbentuk almond dengan warna cokelat gelap yang menawan. Bibirnya penuh dan seimbang. Jaden tersenyum lebar, menampilkan gigi putih yang rapi. Selain wajah yang hampir sempurna, tubuhnya juga ramping dan atletis.

""

"Ah, jangan muncul tiba-tiba, kamu membuatku kaget!" Jaden memegang dada bagian kirinya, wajahnya menunjukkan keterkejutan.

""

Jaden menaruh tangan di pinggangnya dengan gerakan kasar, jari-jari menekan kuat di sisi pinggangnya. Alisnya berkerut, "jadi kamu mendengar aku menanyakan itu saat kamu pergi? Kamu benar-benar tidak berguna!"

""

Dia berdecak, "Jadi, apa yang terjadi? Kamu tampak sangat buru-buru tadi." Menghela napas panjang, dia melepas dasi sekolahnya dan merebah diatas kasur.

""

"Baiklah, jika kamu berkata begitu." Jaden menutup matanya, tidak untuk tidur, melainkan untuk mengistirahatkan pikirannya. Dia masih tidak bisa percaya dengan apa yang sedang dialaminya.

"Aku ingat aku belum mengiyakan tugas yang kamu berikan, dan aku juga tidak pernah bilang bahwa aku tidak keberatan dipindahkan ke sini."

""

"Kalau begitu, biarkan aku ke surga. Kenapa kamu harus mengambil rohku tanpa izin dan mengganggu ketenanganku dengan tugas konyol seperti ini?" desak Jaden, suaranya penuh kemarahan dan frustrasi.

""

Jaden menelan ludahnya dengan susah payah, tampak gugup. "Be-begitukah? Baiklah, kamu aku maafkan atas pencurian roh itu. Tapi bagaimana jika aku tetap tidak ingin melakukan tugas yang kamu minta?"

""

"Hei, itu terlalu kejam. Apa kamu senang mengancamku?" Jaden beranjak menjadi duduk, matanya memicing dengan kesal. "Setidaknya berikan kompensasi."

""

"Hadiah?"

""

"Seperti kehidupan kedua? Tapi apa maksudnya dengan 'Petinggi'?"

""

"Maksudmu ada transmigrator selain aku?"

""

Jaden bersemangat, wajahnya berseri-seri dengan antusiasme yang jelas. "Apakah aku bisa bertemu dengan transmigrator yang lain?" tanyanya dengan nada penuh harapan. Jaden pikir akan bagus jika mereka bisa bekerja sama.

""

Jaden mendengus lesu. "Kalau begitu apa boleh buat. Sepertinya aku butuh lebih banyak informasi dari dunia novel ini. Ceritakan semuanya padaku."

""

Terpopuler

Comments

Sampai sini, lumayan menarik

2024-09-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!