Bab 15: Mencari Tokoh Antagonis

Reyna, Bulan, dan Bintang berjalan beriringan menuju kantin. Langkah mereka tenang, mengikuti irama derap sepatu yang bertemu dengan lantai koridor yang licin. Bintang, yang berada sedikit di belakang, sesekali melirik ke arah Reyna, memperhatikan bagaimana rambutnya yang panjang bergoyang lembut mengikuti gerakan langkahnya. Ada sesuatu tentang cara Reyna bergerak yang selalu menarik perhatiannya, seolah-olah dunia di sekitarnya sejenak memudar ketika ia memandangnya. Namun, Bintang menyembunyikan senyum kecil di bibirnya, tidak ingin terlihat terlalu tertarik.

Sementara Reyna tampak sibuk dengan ponselnya, jari-jarinya menari lincah di atas layar, mengetik pesan atau mungkin sekadar menggulir media sosial. Ekspresinya tenang, sedikit serius, membuatnya tampak lebih imut seperti anak kecil yang sedang menyusun rencana rahasia.

Bulan melangkah lebih cepat, sesekali melirik ke sekeliling, mencari sosok yang tak pernah jauh dari pikirannya. Ketika mereka hampir sampai di depan kantin, pandangan Bulan akhirnya menangkap apa yang ia cari—Bumi, sahabatnya sejak kecil, sedang bersandar di dinding, kedua tangannya terlipat di dada, wajahnya memancarkan ketenangan yang menenangkan.

Senyum lebar menghiasi wajah Bulan, dan tanpa ragu ia melambai ke arah Bumi. "Bumi!" panggilnya dengan suara riang, matanya berbinar.

Bumi mendongak dari lamunannya, menyadari kehadiran Bulan dan kedua temannya. Senyum cerah segera menghiasi wajahnya, menghapus sisa-sisa kelelahan yang mungkin ia rasakan. Dengan langkah ringan, ia mendekati mereka, tangannya tetap dimasukkan ke dalam saku celana, menambah kesan santai yang sudah menjadi ciri khasnya.

"Kalian lama sekali," Bumi mengeluh tapi suaranya tetap lembut namun terdengar jelas di tengah keramaian kantin.

Reyna menyimpan kembali ponselnya, "Kami berganti pakaian terlebih dahulu," ujarnya.

Bulan mendekat kearah Bumi, langsung bertanya dengan nada yang penuh rasa ingin tahu, "Kamu tidak bersama dengan Radit, Bum? Dimana dia?"

Bumi terdiam sejenak, alisnya sedikit berkerut, seolah tidak menginginkan pertanyaan itu. Tatapannya sempat melirik Reyna dan Bintang, "Mana ku tahu," jawabnya akhirnya, suaranya agak ragu. "Aku sempat melihatnya sekilas tadi... mungkin kembali ke arah kelas."

Bulan mengangguk, tidak terlalu memikirkan jawabannya. "Kalau begitu, ayo kita pesan makanan! Bumi yang traktir," serunya sambil tersenyum lebar, mencoba mencairkan suasana.

"Ha? Kenapa aku?" Bumi protes, mengangkat alis dengan ekspresi tak percaya.

Bulan tertawa kecil. "Karena kelas kamu mengalahkan kelas kami di pertandingan basket tadi."

"Itu tidak adil, bukankah yang kalah yang harus membayar?"

"Nananana~ aku tidak dengar~"

...****************...

Disisi lain, Jaden mengikuti petunjuk sistem tentang keberadaan sang antagonis, Luna.

Tokoh antagonis dalam novel ini jauh dari apa yang dibayangkan Jaden.

Biasanya, sosok antagonis adalah gadis dengan penampilan mencolok dengan rambut panjang berwarna terang yang selalu ditata dalam gaya ikal atau ponytail tinggi (atau mungkin tidak, mengingat ini adalah cerita masa sekolah- itu pasti melanggar peraturan), tapi mereka tetap menggunakan aksesoris seperti jepit rambut lucu, gelang, dan anting-anting untuk menonjolkan penampilannya. Disertai wajah judes dan culas.

Dan dalam novel yang dibaca Jaden sebagai referensi penulisannya, sosok antagonis di serial gadis sekolah sering kali digambarkan dengan seragam yang dimodifikasi agar tampak lebih trendi—misalnya rok yang sedikit lebih pendek, kaus kaki warna-warni, dan sepatu platform. Tidak lupa riasannya ringan namun mencolok dengan lip gloss berkilau, sedikit eyeliner, dan maskara untuk menonjolkan bulu mata. Pembawaannya biasanya centil dan manja, sering berbicara dengan nada yang manis dan melengking, sambil berjalan dengan langkah ringan dan percaya diri, menarik perhatian di mana pun dia berada.

Tapi apa-apaan ini?

Orang yang katanya bernama Luna ini justru mengenakan setelan pakaian olahraga dengan salah satu ujung celananya terangkat sembarangan, tanpa riasan sama sekali, dan hanya mengikat rambutnya dengan kucir kuda sederhana.

"Sistem, kamu yakin orang itu adalah Luna?" Jaden bersembunyi dibalik pagar sambil mengawasi Luna dari kejauhan.

""

"Jika ada yang mengatakan dia adalah tokoh sampingan, aku akan percaya. Tapi untuk peran antagonis, bukankah dia terlalu sederhana? Dia tidak miliki aura yang kuat dan jahat."

""

"Kalau begitu kenapa Reyna mempunyai aura yang begitu kuat, sampai dia bisa mempengaruhi tokoh penting dalam cerita?"

"

Jaden bisa mendengar suara gugup dari sistem namun dia mengabaikannya. "Lalu bagaimana perasaan Luna kepada Bumi saat ini?"

""

"Yah, aku terlelap dihalaman ke dua," Jaden menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Awalnya Jaden berencana untuk memanfaatkan obsesi Luna untuk mendapatkan perhatian Reyna namun sepertinya dia harus menunda rencana tersebut. Bagaimanapun rencana itu tidak bisa dilakukan terburu-buru.

Tanpa sengaja Jaden melihat Reyna yang sedang berbicara dengan protagonis wanita yaitu Bulan. Di belakang mereka ada Bintang dan Bumi, tampaknya mereka baru kembali dari kantin. Dengan langkah panjang, Jaden mendekati mereka. "Reyna, bisa kita bicara sebentar?" tanyanya, suaranya terdengar tenang tidak ada unsur memaksa.

Reyna menoleh, tampak terkejut dengan kehadiran Jaden yang tiba-tiba. Namun, sebelum dia sempat menjawab, Bintang segera maju dan menghadang, "Ada apa?"

Jaden menatap Bintang dengan tajam. "Ini bukan urusanmu. Aku hanya ingin bicara dengan Reyna." jawabnya sebal. Kenapa peran utama pria kedua selalu mengganggunya?

Bintang membuka mulut, siap membalas, namun seorang siswa lain datang menghampiri. "Bintang, kamu dipanggil ke ruang guru, sekarang!" katanya dengan nada tergesa.

Bintang ragu sejenak, memandang Jaden dengan curiga, namun akhirnya dia mengangguk dan beranjak pergi. Saat itu, Jaden memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali fokus pada Reyna. "Jadi, bagaimana, Reyna?" tanyanya lagi.

"Kamu tidak harus pergi jika tidak mau, Reyna." Bulan memberitahu sahabatnya. Dia masih tidak bisa mempercayai Radit sepenuhnya.

"Tidak apa, Bulan." Reyna menarik napas panjang. "Baiklah, Jaden. Apa yang ingin kamu bicarakan?" ujarnya akhirnya.

...****************...

"Tidak peduli bagaimana hubungan kita di masa lalu, aku ingin kita bisa berteman mulai sekarang."

Jaden membawa Reyna ke atap sekolah yang sepi dan jauh dari jangkauan siswa maupun guru.

Reyna menatapnya, matanya menyiratkan keraguan. "Apa yang kamu harapkan dari pertemanan ini? Lagipula aku sama sekali tidak berniat untuk jatuh cinta lagi denganmu."

"Aku percaya perasaan manusia sangat mudah berubah." balas Jaden dengan sedikit senyum menggoda.

Reyna menyipitkan mata, bibirnya sedikit naik. "Apa kamu berniat merayuku dengan selubung ikatan pertemanan?" Meski suaranya halus, Jaden tau bahwa itu sindiran.

Jaden mengangkat bahu santai, "Apa kamu mengizinkan aku melakukan itu?"

Reyna mendengus kecil. "Kamu tetap melakukan itu meski aku bilang tidak."

Jaden tertawa pelan, "Aku tersanjung. Kamu sangat mengerti aku."

Reyna kembali menatapnya tajam, suaranya lebih tegas. "Baik kita berteman tapi jangan melewati batas, jangan memaksa, jangan menyentuhku, jangan—"

"Cukup," potong Jaden, sambil mengangkat tangan seolah menyerah. "Aku tidak bisa melakukan apapun jika kamu terus menambah larangan lagi."

Jaden membuat cengiran yang lebar sampai Reyna terheran dengannya.

"Kamu benar-benar bukan Radit yang aku kenal." gumam gadis itu pelan.

"Hm? Kamu mengatakan sesuatu?"

Reyna menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa."

Jaden menatapnya sejenak, lalu tersenyum hangat. "Jadi, kita berteman sekarang?"

...****************...

"Sekarang, waktunya menyelamatkan teman kita." Bulan menatap harap pada Bumi. Dia sudah menunggu sepuluh menit di kelas, namun batang hidung Reyna belum juga nampak.

Bumi mengangkat alis, tidak langsung menjawab. "Temanmu," ujarnya dingin.

"Teman kita. Jangan mendebatku," balas Bulan cepat sebelum Bumi bisa menyela. Suaranya tegas, menunjukkan ketidak sabaran yang jelas.

Bumi masih fokus pada layar ponselnya, tampak tidak terganggu.

"Aku penasaran apa yang mereka bicarakan? Aku sangat ingin menyusulnya. Radit bisa saja menyakiti Reyna seperti sebelumnya. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi." Bulan mengepalkan tangannya dan bola api terlihat dimatanya.

"Radit tampak tenang, dan juga dia sedikit berbeda. Kamu tidak perlu cemas." Kata Bumi menenangkan tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel yang menampilkan game, membuat Bulan mendengus kasar dan menatapnya malas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!