Kesokan harinya, langit cerah menyambut kami dengan hangat. Kak Silvia dan aku berjalan beriringan menuju kamp pertahanan, semangat kami terpancar dari langkah-langkah yang mantap.
"Siap untuk latihan hari ini?" tanya Kak Silvia sambil menyunggingkan senyum yang penuh semangat.
Aku mengangguk mantap. "Tentu saja. Kita harus lebih kuat dari sebelumnya." Ucapku dengan penuh semangat.
Aku dan Kak Silvia memulai latihan ku dengan berlarian menuju kamp pertahanan bersama, dengan 2 gelang pemberat disetiap pergelangan tangan dan kakiku.
Ketika kami tiba di kamp, suara gemuruh dari latihan para pejuang menyambut kami. Suasana penuh semangat dan determinasi terasa begitu kental.
"Kita mulai dengan latihan fisik," Ucap Kak Silvia, menginstruksikan dengan tegas. "Kita akan fokus pada kekuatan dan ketahanan hari ini."
Kami segera memulai latihan dengan berbagai rutinitas intens. Setiap gerakan terasa berat dan otot pada tubuhku seakan akan meledak , namun tekad ku untuk menjadi lebih kuat mengalahkan rasa lelah.
"Jangan menyerah! Ingat, kita berlatih bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi untuk semua orang yang kita cintai," seru Kak Silvia, memberikan semangat kepada ku.
Setelah latihan fisik, kami beralih ke sesi pertarungan. Latihan khusus pun dimulai. Kak Silvia menunjukkan beberapa teknik baru yang bisa membantu kami dalam pertempuran.
"Perhatikan gerakan ini," katanya sambil memperagakan sebuah teknik. "Ini bisa memberikan kita keunggulan di medan perang."
Kak Silvia mengawasi setiap gerakanku dengan lebih ketat, memastikan aku melampaui batasanku.
Aku mencobanya beberapa kali, berusaha menyempurnakan gerakanku. Kak Silvia memperhatikan dengan cermat, memberikan koreksi di sana-sini.
"Bagus, lebih baik lagi," ujarnya. "Ingat, kelincahan dan strategi sama pentingnya dengan kekuatan."
Ketika aku berlatih bertarung, Kak Silvia menggandakan lawanku, memaksaku untuk berpikir lebih cepat dan bereaksi lebih sigap. Keringat membasahi tubuhku, tetapi semangatku tidak surut.
"Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga mental," kata Kak Silvia sambil memberiku waktu istirahat sejenak. "Pasukan Raja Iblis tidak akan memberi kita ampun. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan."
Saat kami melanjutkan latihan, Kak Silvia tiba-tiba berhenti dan menatapku tajam. "Ingat saat kau melawan summoner minggu lalu?" tanyanya. Aku mengangguk, mengingat betapa sulitnya pertarungan itu.
"Kau terlalu fokus pada summonan nya dan mengabaikan summoner itu sendiri. Itulah yang membuatmu hampir kalah. Jangan ulangi kesalahan itu," katanya tegas. "Dalam pertempuran nyata, kau tidak bisa mengabaikan detail sekecil apapun. Setiap kesalahan bisa berakibat fatal."
Aku menunduk, mengingat kesalahan itu, tetapi kemudian mengangkat kepala dengan tekad baru. "Aku mengerti, Kak. Aku tidak akan mengulanginya."
Kak Silvia tersenyum tipis. "Bagus. Sekarang, mari kita lanjutkan."
Saat matahari mulai tergelincir ke barat, kami menyelesaikan latihan dengan sesi refleksi. Kak Silvia mengumpulkan kami dalam lingkaran, wajah-wajah lelah namun puas menatapnya.
"Hari ini kita telah berlatih keras," katanya dengan suara yang lembut namun tegas. "Ancaman di luar sana nyata, dan kita harus siap. Tapi aku yakin, dengan semangat dan kerja keras kita, kita akan mampu melindungi desa ini dan masa depan dunia."
Saat kami sedang beristirahat sejenak di bawah pepohonan, seorang prajurit datang tergesa-gesa, napasnya tersengal-sengal.
“Pak Jhon memanggil kalian segera ke tenda,” katanya dengan suara panik.
Dengan langkah cepat, aku dan Kak Silvia menuju tenda tempat Pak Jhon menahan Summoner. Sesampainya di sana, Pak Jhon berdiri dengan wajah serius di depan mereka.
“Kabar buruk,” katanya langsung. “Summoner ini ternyata anggota dari kelompok rahasia yang berbahaya. Mereka tidak hanya memanggil pasukan Raja Iblis untuk menghancurkan desa dan seluruh dunia, tetapi juga berusaha membangkitkan makhluk kuno yang terkurung di dalam hutan Rawgle.” Ucapnya setelah melihat kita datang.
“Makhluk kuno?” tanya salah satu dari mereka dengan nada tak percaya. “Apa mungkin?”
Penyihir tua itu mengangguk. “Ya, legenda tentang makhluk kuno di hutan Rawgle bukan sekadar dongeng. Jika mereka berhasil, itu akan menjadi bencana besar bagi desa dan kerajaan.” Ucapnya serius.
Kak Silvia terlihat panik. "Kita harus menyerang langsung para komplotan itu, sebelum mereka memanggil pasukan Raja Iblis dan monster kuno." Ucap Kak Silvia.
Pak John menggelengkan kepala."Itu bukan perkara yang mudah Silvia, kekuatan kelompok mereka jauh lebih kuat dari kita." Ucap Pak John serius.
"Pak John, apa bala bantuan kerajaan sudah datang?" tanya Kak Silvia dengan nada cemas.
Pak Jhon menggelengkan kepala dengan berat hati. "Belum," jawabnya pelan, nada suaranya penuh kekecewaan.
Kak Silvia memukul meja dengan keras, wajahnya memerah karena marah. "Sialan para bangsawan itu! Mereka hanya peduli pada kehidupan mewah mereka sendiri!" teriaknya dengan kemarahan yang membara.
Aku melangkah maju, mencoba menenangkan suasana yang memanas. "Tenanglah, Kak. Kita harus membuat strategi untuk bertahan. Keselamatan para penduduk desa harus diutamakan," kataku dengan tegas dan penuh keyakinan.
Pak Jhon mengangguk, setuju dengan kata-kataku. "Benar, kita harus berbuat sesuatu sekarang. Tidak bisa hanya menunggu."
Suasana tegang memenuhi udara saat kami merenungkan situasi yang semakin kritis. Tiba-tiba, terdengar suara keras dari dalam tenda.
Kami semua terdiam, menoleh ke arah sumber suara. Pintu tenda terbuka, dan seorang prajurit muda masuk dengan tergesa-gesa.
"Tuan-tuan, ada kabar buruk," katanya terengah-engah. "Summoner berhasil melarikan diri!"
Pak Jhon memukul meja, kali ini dengan lebih keras. "Sial! Dia bisa menghancurkan semua yang kita perjuangkan!"
Kak Silvia berdiri, tatapannya penuh determinasi. "Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus segera bertindak. Kita harus menghentikan Summoner sebelum dia melakukan lebih banyak kerusakan."
Aku menatap mereka berdua dengan tekad yang sama kuatnya. "Kita tidak bisa menunggu bala bantuan yang mungkin tidak akan pernah datang. Mari kita susun strategi dan hadapi ancaman ini dengan segala yang kita miliki."
John menatapku. "Edward cepat kau telusuri setiap jalan yang dilalui Summoner itu, ikuti dari belakang sampai markas besar mereka, namun kau harus berhati-hati dengan berbgia macam ancaman." Ucap John dengan nada serius.
Kak Silvia terlihat cemas" Pak John..." Ucap kak Silvia terputus." Kak Silvia biarkan aku yang turun tangan disini, kau percayalah denganku, aku pasti menangkap Summoner itu." Ucap ku degan penuh ambisi.
Kak Silvia perlahan mendekat." Baiklah jika itu maumu, tapi kau harus membawa gulungan perlindungan ini, jika kau dalam keadaan terluka parah gulungan ini otomatis akan mengteleportasi mu kembali dikamp pertahan." Ucap kak Silvia dengan mata berbinar sambil memberikan gulungan.
Aku menatap Kak Silvia dengan penuh semangat." Tenanglah kak aku pasti akan kembali dengan selamat."
Kak Silvia mengusap kepalaku." Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat." Ucap kak Silvia dengan senyuman merekah di bibirnya.
Aku menggenggam erat tombakku. " Siap kak." Ucapku degan penuh semangat.
Dengan semangat baru dan tekad yang kuat, kami mulai merencanakan langkah selanjutnya. Perjuangan kami belum berakhir, dan kami tahu bahwa nasib desa ini ada di tangan kami. Kami siap menghadapi apa pun yang datang demi melindungi orang-orang yang kami cintai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments