Tengah malam di hutan Rawgle, pepohonan menjulang tinggi, dan angin berdesir lembut membawa bisikan misteri.
Aku dan Kak Silvia melangkah perlahan di antara bayangan, mencoba menemukan jejak Summoner yang telah lama dicari.
Angin dingin menyusup ke dalam jaketku, membawa aroma tanah basah dan daun busuk.
Cahaya bulan yang redup menembus celah-celah dedaunan, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang bergerak seiring langkah kami.
"Aku mendengar kabar kalau Summoner itu memiliki kekuatan untuk mengendalikan makhluk-makhluk hutan ini," bisik Kak Silvia, matanya awas mengamati sekeliling. "Aku tidak tahu seberapa kuat dia, tapi kita harus siap untuk apa pun."
Suasana tiba-tiba menjadi hening. Tidak ada lagi suara serangga atau burung malam. Kami berhenti, merasakan perubahan yang aneh ini.
Dari balik pepohonan, muncul sesosok pria berjubah hitam dengan tongkat yang dihiasi kristal di ujungnya. Matanya menyala dalam kegelapan, menatap kami dengan tajam.
"Siapa yang berani mengganggu kedamaian hutan Rawgle?" suaranya dalam dan bergema, seperti gaung dari kedalaman gua.
Kak Silvia maju selangkah, suaranya tegas meski ada kecemasan di matanya. "Kami tak akan membiarkanmu menghancurkan lebih banyak lagi, Summoner. Kamu telah menyebabkan banyak kerusakan."
Summoner itu tersenyum tipis. "Maka kalian akan merasakan kekuatan yang sesungguhnya."
Dengan ayunan tongkatnya, Summoner memanggil makhluk-makhluk hutan. Dari balik pohon, serigala besar dengan bulu hitam muncul, diikuti oleh Hob Goblin mengelilingi kami.
Aku dan Kak Silvia bersiap, aku menggenggam erat tombak di tangan, dan sihir di ujung jari-jari ku, sedangkan Kak Silvia mengeluarkan aura mana yang sangat besar, bersiap bertarung.
Pertarungan pun dimulai. Kak Silvia, dengan kelincahannya, menghadapi serigala hitam itu, mengayunkan Belatinya yang tajam dengan presisi.
Aku, dengan hati-hati, bergerak maju melewati serigala hitam yang tengah berkejaran dengan Kak Silvia.
Mereka mengerumuni kami dengan gigi tajam dan mata yang lapar akan pertarungan. Tombakku terayun di udara, menantang makhluk-makhluk hutan yang menghalangi jalanku menuju Summoner.
Serangan-serangan mereka datang dengan cepat dan liar, tetapi aku menggunakan kecepatan dan keahlian bertarung untuk menghindari serangan-serangan itu.
Sementara itu, Kak Silvia terus menghadapi makhluk-makhluk lain yang berusaha menghalanginya.
Tiba-tiba, para Hob Goblin kembali menyerang dengan ganas dengan senjata mereka, mencoba menganggu ku untuk mendekati Summoner.
Aku menggenggam erat tombak ku, aku menerjang maju, untukmengetahui seberapa jauh perkembanganku.
Aku berputar, mengarahkan tombakku ke udara dan menebas dengan kuat. Hob Goblin jatuh, tubuhnya terbelah menjadi Dua, Hob Goblin yang melihat temannya mati, dia langsung menyerang ku secara bersamaan.
Aku bergerak cepat bagaikan kilat, menebas setiap monster yang menghalangi jalanku. Satu persatu Hob goblin terjatuh dengan tubuh berserakan.
Aku tidak menyangka aku bisa membunuh para Hob Goblin dengan mudah, dan juga terkejut, tombak yang kupakai sangat tajam dan kuat, tidak sesuai dengan penampilan nya.
kini aku mengetahui setiap latihan keras ku membuahkan hasil yang memuaskan hati.
Kak Silvia, dari sisi lain, masih bertarung sengit dengan serigala hitam. Dia terus melawan dengan belatinya yang lincah, menebas dan menghindar, memanfaatkan setiap celah yang muncul di antara serangan-serangan liar makhluk tersebut.
Kesempatan itu datang ketika makhluk-makhluk hutan sedikit mengendur serangannya.
Dengan langkah-langkah mantap, aku terus maju, memusatkan pikiran pada Summoner yang masih mengendalikan situasi ini dari kejauhan.
"Sudah dekat!" teriakku pada Kak Silvia, memberi isyarat bahwa aku hampir mencapai Summoner. Dia mengangguk, berusaha mengalihkan perhatian serigala hitam yang semakin ganas.
Aku menembus barisan pohon-pohon besar yang melindungi Summoner. Tombakku menghunus ke arahnya dengan cepat, mengarahkan serangan langsung ke tubuhnya yang berdiri tegak.
Namun, Summoner itu tidak tinggal diam. Dengan tangkas, dia mengelakkan seranganku dengan gerakan yang menyilaukan, membalas dengan serangan sihir yang membuat tanah bergetar.
"Serangan dari kanan!" teriakku saat para monster lain mencoba melindunginya, menyerbu ke arah kami.
Kak Silvia mengayunkan Belatibya, membelah udara dan menghalau serangan tersebut. Summoner tidak tinggal diam.
Dengan cepat, dia mengangkat tongkatnya lagi, mengeluarkan mantra yang membuat tanah di sekitar kami retak dan akar-akar pohon menjalar keluar, mencoba menjebak kami.
Aku menghindari serangan itu dengan loncatan ke samping, tetap berpegang pada tombak dengan erat.
Kemudian, aku kembali menyerang, menyalurkan energi sihir melalui tombakku untuk mempertahankan serangannya.
Summoner tersinggung oleh keteguhan kami. Dia mengangkat tongkatnya lagi, memanggil hantu-hantu dari bayangan untuk melindunginya.
Mereka muncul di sekitar kami, wajah-wajah penuh amarah, dan aku merasakan cengkeraman kegelapan mereka mencoba merasuki pikiranku.
Namun, aku tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, aku membalas dengan sihir cahaya yang menerangi kegelapan, mencoba menangkis dan melawan setiap serangan yang datang.
Kak Silvia juga tidak kalah sengit, terus menyerang dengan Belatinya yang melambung, menjaga makhluk-makhluk bayangan itu tetap dalam keterpurukan.
"Awas!" teriakku saat akar-akar tersebut melesat ke arah kami.
Aku menggunakan sihir api dasar yang diajarkan Kak Lucy untuk membakar akar-akar itu, membuka jalan bagi Kak Silvia untuk mendekat ke Summoner.
Saat Kak Silvia mendekat, Summoner melepaskan serangan sihir langsung ke arahku.
Sebuah cahaya hijau menghantamku, dan aku merasa dunia berputar. Pandanganku kabur, dan kesadaranku seolah tertarik keluar dari tubuhku.
Kak Silvia menyadari hal ini dan segera mencoba melindungiku, berusaha menghalangi mantra Summoner.
"Tidak, jangan biarkan dia menguasaimu!" serunya, berusaha mengatasi sihir yang menghantamku. Namun, dalam usahanya itu, dia sendiri terkena sihir manipulasi pikiran.
Kak Silvia berhenti sejenak, matanya berkabut sebelum berbalik menyerangku. "Maafkan aku," bisiknya pelan, sebelum mengayunkan belatinya ke arahku.
Aku terpaksa mengangkat Tombakku untuk menangkis serangannya, merasakan beban emosional karena harus melawan orang yang kuanggap kakakku sendiri.
Summoner tertawa di belakangnya, menyaksikan kami bertarung. "Lihatlah bagaimana kekuatanku memecah belah kalian," katanya sinis.
Aku tahu aku harus bertindak cepat. Sambil bertarung dengan Kak Silvia, aku mencari celah untuk mendekati Summoner.
Serangan Kak Silvia semakin kuat, dipandu oleh sihir jahat yang mengendalikan pikirannya.
Aku menggunakan sihir pelindung dasar untuk melindungi diri dari serangan-serangannya, sementara perlahan mendekati Summoner.
"Ayo, Kak! Ini bukan dirimu!" teriakku, berharap bisa menggugah kesadarannya. Pertarungan dengan Kak Silvia semakin intens.
Dia menyerangku dengan kombinasi jurus belati yang sangat sulit ditangkis. Aku berusaha mengingat semua teknik yang pernah dia ajarkannya, mencoba bertahan dan tidak melukainya.
"Kak Silvia, lawan sihirnya! Kau lebih kuat dari ini!" teriakku lagi sambil menangkis dan menghindari serangan keras yang hampir merobek pundakku.
Dia menyerang lagi, kali ini dengan gerakan cepat dan akurat. Aku harus bergerak cepat untuk menghindari serangan demi serangan.
Namun, aku melihat momen di mana dia tampak ragu sejenak, matanya seolah berkilat dengan sedikit kesadaran. "Sekarang atau tidak sama sekali," pikirku.
Dengan sebuah lompatan cepat, aku berhasil mendekati Summoner dan menebas tongkatnya, menghancurkan kristal yang menjadi sumber kekuatannya.
Summoner terjatuh, terengah-engah. Makhluk-makhluk hutan berhenti bergerak, seolah-olah di bawah pengaruh mantra yang telah dipatahkan. Kak Silvia pun kembali sadar, terhuyung-huyung sebelum kembali berdiri dengan tegak.
"Kak Silvia, kau baik-baik saja?" tanyaku cemas. Kak Silvia mengangguk, masih terengah-engah.
"Ya, terima kasih. Kau telah menyelamatkanku." Kami mendekati Summoner yang kini tak berdaya di tanah.
"Kau telah kalah," kata Kak Silvia tegas, menatap Summoner dengan tajam.
"Aku pikir aku yang akan memenangkan," gumam Summoner dengan napas tersengal, mencoba bangkit dari tanah.
Namun, dia menyerah saat melihat tombakku mengarahkan ujungnya ke arahnya dengan tegas, lalu memukul keras membuatnya pingsan.
Summoner itu hanya tertawa kecil sebelum pingsan. Aku dan Kak Silvia saling menatap, menyadari bahwa meski kemenangan ada di tangan kami, tugas menjaga hutan Rawgle baru saja dimulai.
Kami mengikat Summoner dan mulai berjalan keluar dari hutan, sinar bulan menjadi satu-satunya penuntun kami.
Petualangan ini mungkin telah selesai, tapi kami tahu masih banyak lagi tantangan yang menunggu di depan.
Kami sadar, menjaga penduduk dan kedamaian di hutan Rawgle adalah tanggung jawab besar yang kini berada di pundak kami.
Setelah mengalahkan Summoner dan menyegel kekuatannya, aku dan Kak Silvia membawa Summoner kembali ke desa untuk diadili. Namun, di tengah perjalanan, sesuatu yang mengerikan terungkap.
"Tunggu, kalian tidak mengerti," kata Summoner dengan suara lemah. "Tujuan asliku bukan hanya kekuatan pribadi. Aku berencana memanggil pasukan Raja Iblis untuk menghancurkan desa ini dan seluruh dunia." Ucapnya tertawa lemah.
Aku terkejut mendengar pengakuannya. "Apa? Bagaimana bisa?"
Kak Silvia mempercepat langkahnya. "Kita harus segera ke kamp pertahanan dan melaporkan ini," ujarnya tegas.
Sesampainya di kamp, Pak Jhon dan yang lain menyambut kami. "Kerja bagus, kalian berhasil menangkapnya," katanya sambil menepuk pundakku. "Kamu luar biasa dalam pertarungan tadi."
Aku tersenyum malu. "Terima kasih, Pak Jhon, tapi sebenarnya aku tidak memiliki mana." Ucapku berterus terang.
Pak Jhon tertawa. "Bakatmu yang alami itulah yang membuatmu istimewa. Mana atau tidak, kamu tetap hebat."
Kak Silvia segera melaporkan seluruh kejadian kepada komandan. "Summoner ini berencana memanggil pasukan Raja Iblis. Kita harus bersiap menghadapi ancaman yang lebih besar."
Komandan mengangguk serius. "Kita akan meningkatkan penjagaan dan mulai berlatih lebih keras. Kalian berdua, kembalilah ke panti asuhan untuk beristirahat. Kalian sudah bekerja keras."
Malam itu, di panti asuhan, aku merasakan kelelahan yang luar biasa. Tapi aku tahu, besok adalah hari yang baru dan tantangan belum berakhir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments