Pagi yang cerah menyambut desa yang tenang, dengan sinar matahari yang memancar hangat di antara dedaunan hijau.
Di halaman Panti Asuhan yang asri, Aku berdiri dengan perasaan campur aduk.
Ini adalah hari pertama Latihan ku dalam bela diri, dan aku akan dibimbing oleh Kak Silvia, Kakak sekaligus Mentorku yang selama ini sangat ku hormati.
Kak Silvia, dengan senyum lembut dan penuh ketenangan, menghampiri ku. "Selamat pagi, Edward. Apakah kamu siap untuk memulai perjalanan ini?" tanyanya.
Aku memperhatikan penampilan Kak Silvia, dia memakai baju polos layaknya orang desa pada umumnya dengan celana panjang berwarna hitam, rambut panjangnya diikat kebelakang seperti ekor kuda.
Aku mengangguk dengan semangat, "Ya, Kak Silvia. Aku sudah menantikan hari ini." Ucapku dengan penuh semangat.
Kak Silvia tersenyum manis. "Baiklah, kita akan memulai dengan sesuatu yang berbeda dari yang mungkin kamu bayangkan. Latihan pertama kita bukan tentang kekuatan fisik, tetapi tentang menyatukan pikiran dengan alam. Duduklah di sini," ujar Kak Silvia sambil menunjuk pada sebuah tikar rumput yang lembut.
Aku menuruti perintahnya dan duduk bersila di atas tikar. Kak Silvia duduk di depanku, mata kita saling bertemu dalam pandangan penuh pengertian.
"Edward, sebelum kita melangkah lebih jauh, kau harus belajar untuk menyatukan dirimu dengan alam semesta. Rasakan dan pahami setiap pergerakan molekul di sekitarmu. Tutup matamu dan tarik napas dalam-dalam." Ucap Silvia membimbing ku.
Aku menutup mata ku, mencoba fokus pada instruksi Kak Silvia. Aku mulai menarik napas panjang, merasakan udara segar yang mengisi paru-paru.
"Dengar, Edward," suara Kak Silvia terdengar lembut di telinga ku. "Dengarkan setiap suara di sekitar kita. Suara angin yang berbisik melalui pepohonan, kicauan burung yang saling bersahutan, dan suara air yang mengalir di sungai kecil dekat sini. Semua itu adalah bagian dari alam yang harus kamu pahami."
Aku mendengarkan dengan seksama, mencoba merasakan setiap elemen yang disebutkan oleh Kak Silvia. Perlahan, Aku mulai merasakan koneksi yang dalam dengan lingkungan sekitar.
"Kak Silvia, aku mulai merasakannya. Seolah-olah aku bisa mendengar bisikan angin dan merasakan gerakan daun," bisik ku dengan mata masih tertutup.
"Itulah yang kita cari, Edward," jawab Kak Silvia.
"Sekarang, bayangkan dirimu sebagai bagian dari alam semesta ini. Setiap tarikan napasmu adalah napas bumi. Setiap pergerakanmu adalah pergerakan alam itu sendiri. Fokuslah pada harmoni ini."
Aku mulai membayangkan diri ku menyatu dengan alam. Aku merasa seolah-olah diri ku adalah bagian dari tanah, pohon, dan air di sekitar. Koneksi ini membawa rasa damai yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
"Bagus, Edward. Kamu mulai memahami inti dari latihan ini. Bela diri bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi tentang harmoni dengan alam dan energi yang mengelilingi kita," lanjut Kak Silvia dengan lembut.
"Sekarang, cobalah untuk tetap dalam keadaan ini sambil membuka matamu perlahan-lahan."
Aku membuka mata ku dengan perlahan. Aku masih merasakan kedamaian dan koneksi yang dalam dengan alam.
"Aku mengerti sekarang, Kak Silvia. Ini lebih dari sekedar latihan fisik."
Kak Silvia tersenyum bangga, "Ya, Edward. Inilah dasar dari semua pelatihan kita. Ketika kamu bisa menyatukan pikiran dengan alam, gerakanmu akan lebih bermakna dan kuat. Mari kita lanjutkan latihan ini setiap pagi, dan lihat bagaimana kamu berkembang."
Pagi ini menjadi awal dari perjalanan panjang bagi ku. Di bawah bimbingan Kak Silvia, Aku tidak hanya belajar tentang bela diri, tetapi juga tentang bagaimana menjadi satu dengan alam semesta.
Perjalanan ini akan membentuk ku menjadi seorang pejuang yang bijaksana, kuat, dan selaras dengan kekuatan alam.
*
Setelah beberapa minggu bermeditasi menyatukan diri dengan alam, Aku merasa lebih kuat dan lebih seimbang.
Tubuh ku lebih lentur, gerakan ku lebih lincah, dan kepercayaan diriku meningkat.
Namun, Kak Silvia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai.
Latihan menyatukan diri dengan alam hanyalah permulaan; tantangan mental dan emosional yang lebih besar menanti di depan.
"Edward, sudah waktunya kita meningkatkan latihan kita," kata Kak Silvia suatu pagi yang cerah, senyumnya penuh makna. "Hari ini, kita akan berjalan ke hutan dan menghadapi tantangan alam."
Aku, meski merasa sedikit gugup, mengikuti Kak Silvia dengan tekad bulat.
Kami berjalan melewati jalan setapak yang berkelok-kelok, dikelilingi pepohonan tinggi yang rindang.
Suara burung berkicau dan gemerisik daun dihembus angin menambah suasana tenang tapi penuh misteri.
Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah sungai dengan batu-batu besar yang berserakan di permukaannya.
Air sungai mengalir deras, menciptakan bunyi gemericik yang menenangkan namun juga menantang.
"Tugasmu adalah menyeberangi sungai ini tanpa jatuh," kata Kak Silvia dengan nada tegas namun lembut. "Fokuskan pikiranmu dan rasakan setiap pijakan."
Aku menatap sungai itu dengan hati-hati. Batu-batu yang licin dan air yang deras tampak seperti rintangan besar.
Namun, Aku mengingat latihan meditasi, mengingat ajaran Kak Silvia tentang keseimbangan dan ketenangan pikiran.
Dengan napas yang diatur, Aku mulai melangkah hati-hati dari satu batu ke batu lainnya. Setiap langkah terasa seperti meditasi dalam gerakan.
Keseimbangan dan ketenangan pikiran menjadi kunci, seperti yang diajarkan Kak Silvia.
Aku merasakan setiap pijakan dengan penuh kesadaran, mengizinkan diriku untuk benar-benar terhubung dengan alam di sekitarnya.
Langkah demi langkah, Aku menyeberangi sungai dengan hati-hati. Namun, di tengah perjalanan, Aku kehilangan keseimbangan dan hampir tergelincir.
Aku membalikkan badan. "Aku tidak bisa, Kak," Ucapku dengan suara putus asa.
Kak Silvia berdiri tegak di tepi sungai, sorot matanya tajam dan penuh dorongan semangat. "Kamu bisa, Edward! . Ingatlah latihan kita! . Fokus pada napasmu. Rasakan setiap pijakan. Jangan biarkan rasa takut menguasai! ." Ucap Kak Silvia dari tepi sungai.
Aku mengangguk, mencoba mengendalikan detak jantung ku yang cepat. Aku menarik napas dalam-dalam, mengingatkan diri untuk tenang. Dengan perlahan, Aku kembali menjejakkan kaki ke batu berikutnya. Namun, lagi-lagi Aku tergelincir, nyaris terjatuh ke air.
Kali ini, Kak Silvia melangkah mendekat, suaranya lebih lembut namun tetap tegas, "Edward, lihat aku. Kamu sudah melangkah sejauh ini. Jangan biarkan keraguan menghentikanmu sekarang. Ini bukan tentang kekuatan fisik semata, tapi tentang ketenangan dan fokus dalam pikiranmu. Kamu bisa melakukannya."
Aku Terinspirasi oleh kata-kata Kak Silvia, Aku menguatkan tekad. Aku menarik napas dalam-dalam lagi, memusatkan pikiran ku , dan melangkah dengan lebih hati-hati.
Langkah demi langkah, meski kesulitan, Aku terus maju, tidak lagi memikirkan kegagalannya tetapi pada keberhasilan yang akan ku raih.
Setiap kali merasa hampir jatuh, Aku mengingatkan diri kh pada latihan dan bimbingan Kak Silvia.
Keringat mengalir di dahi ku, tapi semangat pantang menyerahku semakin menguat.
Akhirnya, dengan langkah terakhir yang mantap, aku berhasil menyeberangi sungai.
Berdiri di tepi sungai yang seberang, Aku tersenyum lebar, merasakan campuran lega dan kebanggaan.
Kak Silvia tersenyum bangga, matanya berkilauan dengan penghargaan. "Bagus, Edward. Ini baru permulaan. Tantangan terbesar kita selalu ada di dalam diri kita sendiri. Hari ini kamu telah mengalahkan rasa takut dan keraguanmu. Ingatlah, setiap langkah yang kita ambil membawa kita lebih dekat pada tujuan kita." Ucap kak Silvia memberikan semangat.
Aku tersenyum, merasa puas namun juga menyadari bahwa perjalanan ini masih panjang.
Tantangan hari ini memberiku suatu pelajaran berharga tentang ketekunan, fokus, dan ketenangan.
Dan di bawah bimbingan Kak Silvia, aku siap menghadapi tantangan apapun yang menanti di masa depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
hide my smile
up lah buset
2024-06-16
0