Keesokan paginya, di dalam gedung sekolah yang mulai ramai dengan aktivitas siswa, suasana berubah tegang. Seorang murid berandalan dari kelas tiga terhempas dari arah pintu, tubuhnya menabrak berbagai kursi dan tergeletak kesakitan. Rasa takut terpancar dari matanya saat dia mendengar langkah-langkah seseorang yang mendekat.
"Mulai sekarang kalian seluruh kelas tiga F harus mengikuti perintahku," suara itu tegas dan penuh otoritas.
Semua siswa di kelas itu tampak ketakutan. Sosok yang mendekati murid yang tergeletak adalah Aren, dengan senyum tipis yang menghantui. Dia duduk di atas perut murid yang kalah, jemari Aren yang halus siap menyentil dahi orang itu dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya meringis.
"Apakah kau mengerti?" tanya Aren dengan nada yang tidak mengizinkan bantahan.
Orang yang dikalahkan oleh Aren mengangguk ketakutan, wajahnya penuh rasa sakit dan kehinaan. Melihat jawaban itu, Aren menyeringai puas.
"Yoshaa!" Aren berteriak, bangkit dengan semangat yang membara. Tanpa menunggu lebih lama, dia berlari keluar kelas dan menyerbu ke kelas sebelah, menyebarkan kerusuhan di seluruh kelas tiga. Suara perkelahian, kursi yang terguling, dan teriakan siswa yang panik terdengar jelas di sepanjang koridor sekolah.
Di tempat lain, Ash mendengar keributan itu dan segera tahu bahwa itu adalah ulah seseorang. Ash bersama pengikutnya segera bergegas ke arah sumber keributan.
Ketika Ash tiba di kelas yang menjadi pusat kerusuhan, dia melihat sosok Aren sedang berdiri di tengah ruangan, dikelilingi oleh siswa-siswa yang tergeletak kesakitan. Aren tampak puas dengan kekacauan yang dia ciptakan.
Aren perlahan menunjuk satu persatu orang-orang yang sedang tergeletak. "Lu... lu... lu... dan lu, ah pokoknya lu semua harus mengikuti perintah Gue. OK?"
Mereka yang tergeletak nampak mengangguk tak berani membantah. Aren melompat ceria, dia benar-benar menunjukkan wajah yang penuh dengan kepuasan. Kemudian saat dia ingin berlari kearah pintu untuk menemukan pengikut yang banyak. Tapi~
"Aren!" seru Ash, mencoba menarik perhatian. "Apa yang kau lakukan?!"
Aren tersenyum tipis menatap membosankan kearah Ash. "Yo Rambut imut, aku sudah muak dengan semuanya. Mulai saat ini aku akan menunjukkan siapa yang berkuasa di Sekolah."
Ash berjalan mendekat, mencoba meredakan situasi. "Aren, apa yang terjadi denganmu? Hah?"
Aren menatap Ash dengan mata penuh semangat namun juga kebingungan. "Hee.. Apa yang kau katakan?"
"Tentu saja untuk menguasai seluruh kelas disekolah ini!" Aren menampilkan wajah beringasnya.
"Ya, pokoknya itu saja. Cukup sekian dan terima kasih." Aren menampilkan senyuman tipis dan tatapan serius.
Ash menghela napas, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum berbicara. "Kau benar-benar berubah."
Saat Ash menghalangi jalan Aren, dia mencoba menahan Aren yang tengah marah. Namun, Aren dengan kasar melewati Ash dan melanjutkan larinya ke arah kelas sebelah. Suara teriakan ketakutan dari siswa-siswa di kelas itu bercampur dengan tawa puas Aren yang menggema di lorong sekolah.
Teriakan ketakutan segera memenuhi udara, diselingi dengan tawa puas Aren yang terdengar jelas di antara suara kekacauan.
Ash keluar dari ruangan, matanya menatap pemandangan yang mengerikan, banyak siswa kelas tiga tergeletak kesakitan di lantai. Dengan tatapan serius, dia berbalik dan mulai berjalan cepat, diikuti oleh beberapa pengikutnya yang setia.
Namun, Ash segera menoleh dan dengan tegas berkata, "Jangan ikut aku. Kalian pergilah ke markas. Aku ada urusan dengan seseorang."
Para pengikutnya mengangguk, meski dengan ragu-ragu, dan mulai bergerak menuju markas mereka. Sementara itu, Ash mempercepat langkahnya menuju markas White Dragon, bertekad untuk menemukan Sano.
Sesampainya di markas White Dragon, Ash mendapati suasana yang lebih tegang dari biasanya. Para anggota White Dragon berkumpul di sekitar, saling berbisik dan menatap cemas. Ash dengan cepat mencari Sano, yang akhirnya ditemukan di dalam ruangan utamanya.
"Yo Sano," panggil Ash dengan nada tegas. "Kita perlu bicara."
Sano menatap Ash dengan tajam, seolah sudah menduga kedatangan Ash. "Apa yang terjadi, Ash?"
Ash duduk disofa, dia duduk agak sedikit memajukan tubuhnya, tangannya bersantai diantara kedua pahanya. Memandang serius kepada Sano.
"Aren," jawab Ash singkat. "Dia mulai kehilangan kendali. Dia menimbulkan kekacauan di seluruh sekolah, dan kita perlu menghentikannya sebelum keadaan semakin buruk."
Sano menghela napas, wajahnya menunjukkan kelelahan yang dalam. "Aku sudah mendengar kabar tentang itu. Aren memang sulit dikendalikan. Tapi lihatlah aku sekarang. Aku sedang lelah,"
"Tapi jika dia terus seperti ini, dia akan menghancurkan kita dari dalam," balas Ash.
Sano mengangguk pelan, menyadari kebenaran kata-kata Ash. "Baiklah. Nanti aku akan mencoba berbicara dengannya. Tapi jika dia tidak mendengarkan. Aren akan merasakan pukulanku, apakah kau keberatan?"
Ash berdiri dan menendang meja dengan keras, melampiaskan emosinya. Pengikut Sano yang berada di markas White Dragon nampak kesal dengan ulah Ash, namun Sano mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka tidak ikut campur.
"Apa kau tidak mengerti? Jika kau berselisih dengannya, bukankah itu akan merusak gencatan senjata kita bertiga? Aren memang sendiri. Tapi dia adalah monster!" teriak Ash, suaranya penuh dengan frustasi.
Sano memandang Ash dengan tatapan serius. "Apa yang kau maksudkan, Ash?"
"Kita butuh Aren untuk menghadapi Geng Motor," jawab Ash tegas. "Bukankah Ace sudah mengabarimu? Hah?!"
Sano terdiam sejenak, mengingat informasi penting itu. Beberapa waktu lalu, Ace memang mengabari tentang ancaman baru.
Sebuah geng motor yang ganas dan mengancam keseimbangan kekuatan di kota. Beberapa sekolah setuju untuk bekerja sama menghadapi ancaman tersebut. Termasuk SMA Kemayoran yang dipimpin oleh Rocki.
"Benar," kata Sano akhirnya, suaranya lebih tenang. "Aku semestinya tidak mengabaikan ancaman itu. Jika geng motor tersebut tidak bisa dikendalikan, memang kita semua akan mengalami bahaya."
Ash mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aren adalah kunci. Dia mungkin tidak ingin terlibat dalam geng atau aliansi, tapi dia memiliki kekuatan yang kita butuhkan. Kita harus menemukan cara untuk bekerja sama dengannya."
Sano mengangguk setuju. "Baiklah. Aku akan berbicara dengan Aren. Kita harus menjelaskan situasinya dan meyakinkan dia bahwa ini demi kepentingan semua orang."
Ash merasa sedikit lega mendengar kata-kata Sano. Mereka tahu bahwa hanya dengan bersama-sama mereka bisa mengatasi ancaman yang lebih besar.
Mereka meninggalkan markas White Dragon bersama, dengan tujuan untuk menemukan dan berbicara dengan Aren.
Setibanya di tempat Aren biasanya berada, mereka menemukan dia sedang duduk sendirian di atap sekolah, memandang langit yang mulai gelap. Angin menerpa rambutnya, menciptakan suasana yang hening dan penuh ketegangan. Meskipun sedikit memar terlihat diwajah Aren.
"Aren," panggil Sano saat mereka mendekati. "Kita perlu bicara serius."
Aren menoleh, tatapannya datar namun waspada. "Apa yang kalian mau? Hah?!" tanyanya, suaranya tenang namun penuh dengan kewaspadaan.
"Kita semua harus berkumpul," kata Ash langsung. "Sebuah geng motor yang saat ini menguasai kota sudah melakukan pergerakan. Kita butuh kekuatanmu untuk menghadapi mereka. Aren apakah kau mengerti?"
Aren memandang keduanya dengan tatapan tajam. "Dan kenapa aku harus peduli?"
Sano dan Ash menukar pandangan, sepertinya Aren tidak mudah diajak negosiasi bersama-sama.
"Pergilah." Perintah Aren.
Namun disana, pandangan Sano berubah menjadi datar. Menatap bosan kearah Aren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments