Suasana di belakang halaman sekolah menjadi semakin tegang. Ash, yang sekarang berdiri sambil menyeka darah di bibirnya, ingin melihat bagaimana Aren berhadapan dengan Sano.
"Aku tidak keberatan jika kalian berdua melawanku sekaligus," kata Sano dengan tenang, tatapannya dingin.
Tiba-tiba, dari atas gedung, Alvin melompat turun dengan gerakan indah.
"Maaf Aren. Aku tidak sabar ingin menghajar wajah bodoh orang itu."
Dia mendarat dengan lincah di dekat Sano, dan tanpa ragu, melompat lagi dengan kecepatan yang mengagumkan, melancarkan serangan tendangan menyamping ke arah Sano. Dunia seolah melambat saat Alvin bergerak, memperlihatkan betapa terampilnya dia dalam setiap gerakan.
Namun, Sano dengan mudah menghentikan tendangan Alvin menggunakan satu tangan, menunjukkan kekuatan dan ketenangannya. Dengan tatapan tajam dan senyuman sinis, Alvin mengancam Sano, "Jauhi, Mulan!"
Sano tertawa sinis. "Hah? Alvin. Apakah kau bercanda!"
Tanpa peringatan, Sano melancarkan serangan balik yang cepat. Namun, Alvin, dengan refleks yang luar biasa, melompat ke belakang, menghindari serangan tersebut. Dunia seolah melambat sekali lagi, memperlihatkan betapa kerennya Alvin saat bereaksi.
Keduanya menatap satu sama lain dengan intensitas yang luar biasa. Tanpa peringatan, Alvin melesat maju dengan kecepatan yang luar biasa.
Dunia disekitarnya seakan melambat saat ia bergerak, memperlihatkan betapa kerennya aksinya. Setiap gerakan Alvin terlihat begitu presisi dan kuat.
Alvin melompat dan melancarkan tendangan ke arah Sano. Dengan ketangkasan yang sama, Sano menghindar ke samping. Ia mendekati Alvin dengan cepat, mengalungkan kedua tangannya ke tubuh Alvin, dan dalam satu gerakan kuat, membantingnya ke samping. Alvin terhempas dan mendarat di tanah dengan keras.
Namun, Alvin tidak tinggal diam. Dengan sigap, ia menahan dirinya dari hempasan tersebut, menggunakan kedua tangannya untuk menopang tubuhnya dan langsung bangkit kembali. Mata mereka kembali bertemu, memancarkan tekad dan semangat yang tak tergoyahkan.
Alvin menyeringai, betapa dia menikmati pertarungannya dengan Sano.
Aren menyaksikan pertempuran ini dengan mata terbelalak, menyadari bahwa dia tidak hanya menghadapi Ash tetapi juga dua orang lain yang sama-sama kuat dan berbahaya. Ash, di sisi lain, terlihat semakin tertarik dengan perkembangan situasi. Dia menyeringai, menikmati drama yang sedang berlangsung di hadapannya.
"Aku harus akui, Alvin. Gerakanmu cukup mengesankan," kata Sano dengan suara tenang. "Tapi, kau tidak akan pernah bisa menjatuhkanku."
Alvin berdiri tegak, menatap Sano dengan mata yang penuh determinasi. "Bego. Ini bukan masalah mengalahkan atau dikalahkan. Aku serius, brengsek."
Sano mengangkat alisnya, tampak lebih tertarik daripada marah. "Apakah kau benci melihat kakakmu selalu bersamaku?"
"Sepertinya kau benar-benar ingin cepat mati ya?" tanya Alvin menatap tajam, tak sabar ingin melakukan serangannya lagi.
Saat pertarungan semakin memanas, tiba-tiba Aren berlari dengan kecepatan luar biasa. Ketika Alvin bergerak menuju Sano, Aren mengambil langkah mengejutkan dengan melancarkan serangan barbar kepada kedua lawannya. Serangan ini memaksa Alvin dan Sano untuk bertahan dengan kekuatan penuh, membuat mereka sedikit terhuyung.
"Apa yang kau lakukan, Aren?" seru Alvin, terkejut dengan tindakan tiba-tiba Aren.
Aren merasa bosan dan terganggu dengan mereka berdua. "Kalian mengganggu perkelahianku dengan si rambut imut," katanya dengan suara dingin dan tegas. Dia lalu menatap Ash dengan tajam, menebar ancaman yang jelas.
"Hei rambut imut, jika kau bermacam-macam denganku lagi, aku akan mengejarmu. Ini bukan tentang geng atau strategi. Ini tentang kita berdua," ujar Aren dengan nada penuh determinasi.
Ash, yang awalnya terkejut dengan serangan Aren, kini tersenyum tipis. "Baiklah, Aren. Aku mengerti. Kita akan menyelesaikan ini nanti, kau dan aku."
Aren mengabaikan Alvin dan Sano yang masih kebingungan, kemudian berbalik dan berjalan pergi dengan kecewa.
Dia meninggalkan mereka bertiga di belakang, merasa bahwa perkelahian ini tidak berjalan seperti yang dia inginkan.
tiba-tiba Aren menoleh kearah mereka bertiga.
"Kalian para brengsek tak tau diri, benar-benar sangat membosankan!" Arun menunjukkan jempolnya mengarah kebawah, meremehkan mereka semua.
Tapi, seringaian tipis muncul diantara mulut Aren. "Tapi ya, semangat bertarung kalian tidaklah buruk. Kalian benar-benar kuat sekali." Jempol Aren yang mengarah kebawah nampak mengarah keatas, sepertinya Aren menyukai mereka bertiga.
Ash, Alvin, dan Sano tetap berdiri di tempat mereka, masing-masing merenungkan apa yang baru saja terjadi. Pertarungan yang diwarnai oleh kekuatan dan strategi itu kini berubah menjadi sesuatu yang lebih personal dan intens.
Aren telah mengirim pesan yang jelas, dia tidak akan membiarkan dirinya dipermainkan oleh siapa pun, termasuk Ash.
Sementara itu, di kejauhan, Alvin menatap Sano dengan tatapan dingin. "Kita belum selesai, Sano. Tapi kali ini, aku akan membiarkanmu pergi."
Sano mengangkat bahu dengan sikap acuh tak acuh. "Kau tahu di mana mencariku jika kau ingin melanjutkan ini."
Saat Alvin dan Sano meninggalkan halaman belakang sekolah, hanya Ash yang tetap tinggal di sana. Ash memandang sekeliling, lalu berjalan ke arah tempat di mana dia melihat Aren pergi. Dia menemukan Aren sedang duduk santai di bawah pohon besar, tampak tenang dan sedikit termenung.
Ash terkejut melihat Aren yang tampak tidak terpengaruh oleh kejadian sebelumnya. Dengan langkah mantap, Ash menghampiri Aren dan duduk di sampingnya.
"Yo, Pahlawan. Apakah kau lelah?" sapa Ash, matanya mengamati Aren dengan penuh minat.
Aren menoleh dan menatap sinis. "Hah kenapa kau kemari? brengsek!"
"Kau sudah selesai bermain-main dengan mereka?" tanya Aren dengan nada santai. Sepertinya dia sudah bosan dengan sikap Ash.
Ash tersenyum tipis. "Sepertinya begitu. Tapi aku ingin tahu, kenapa kau tiba-tiba menyerang Alvin dan Sano?"
Aren menghela napas panjang. "Aku bosan dengan semua drama itu. Pertarungan ini seharusnya hanya antara kita berdua."
Ash tertawa kecil. "Kau benar. Mungkin kita lebih mirip daripada yang kita kira."
"Hah?! Mirip? Ogah!"
Meskipun mereka adalah musuh, setelah adu pukul dan ketegangan yang mereka alami, ada perasaan saling menghormati yang mulai tumbuh di antara mereka. Pertemanan yang aneh namun absolut terasa di udara.
Aren menatap langit yang mendung. "Kau tahu, aku berpikir untuk bolos hari ini."
Ash, yang dikenal sebagai salah satu murid terpintar di sekolah, mengejutkan Aren dengan jawabannya. "Jika kau bolos, aku akan ikut."
Aren menoleh, terkejut. "Serius? Kau, Si rambut imut, orang-orang menganggapmu sebagai murid terpintar disekolah, dan sekarang mau bolos sekolah?"
Ash mengangkat bahu dengan santai. "Kenapa tidak? Saat ini, kau jauh lebih menarik daripada sekolah ini." Ash tersenyum simpul.
"Hah? kau yakin?"
Kemudian, saat Aren dan Ash bolos, mereka menemukan sebuah pagar tinggi yang menghalangi jalan mereka. Tanpa ragu, Aren menantang Ash untuk melewati pagar itu.
Aren maju pertama. Dia berlari dengan anggun, tubuhnya bergerak seolah mengikuti irama yang tak terlihat. Ketika melompat, dunia seolah melambat. Aren seakan melawan gravitasi, berlari di sepanjang dinding pagar. Ketika hampir sampai di atas, dia melompat dan tangannya meraih ujung tembok, lalu melompat melewati batas tembok dan mendarat di seberang dengan anggun.
Aren menoleh ke arah Ash, menantangnya dengan pandangan meremehkan. "Bisa kau lakukan itu?" tanyanya dengan nada yang penuh keyakinan.
Ash hanya tersenyum, percaya diri dengan kemampuannya. "Tentu saja," jawabnya. Dia mengatur napas, lalu mulai berlari. Gerakannya mulus dan menawan, setiap langkahnya diatur dengan presisi yang sempurna. Saat di udara, Ash benar-benar memukau, sinar sore hari yang menerpa rambutnya memberikan efek dramatis meski langit mendung. Dia bagaikan seorang malaikat yang turun dari langit.
Dengan lompatan yang anggun, Ash meraih ujung tembok dan melompat ke seberang, mendarat mulus di samping Aren. Aren terpukau, tak bisa menyembunyikan kekagumannya.
"Lumayan," kata Aren, suaranya penuh kekaguman. "Kau benar-benar tidak ingin kalah dariku."
Ash tersenyum, menikmati pujian dari Aren. "Kau terlalu meremehkanku, Aren."
Mereka berdua berdiri di sana, menikmati momen kebebasan dan kebersamaan yang tidak terduga. Aren merasakan perasaan yang berbeda terhadap Ash. Meskipun mereka awalnya adalah musuh, kini ada rasa hormat dan bahkan kekaguman yang tumbuh di antara mereka.
Aren menyukai Ash, bukan hanya karena kemampuannya, tetapi juga karena keberaniannya dan ketenangan yang dia miliki. Mereka berdua tahu bahwa meskipun mereka berasal dari dunia yang berbeda, ada sesuatu yang menghubungkan mereka.
Hari itu, di bawah langit yang mendung dan suasana sore yang tenang, Aren dan Ash menemukan bahwa persaingan mereka telah berubah menjadi sesuatu yang lebih. Mereka tidak hanya sekadar rival, mereka menemukan persahabatan yang tak terduga dan mungkin, awal dari sesuatu yang lebih mendalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
CHRIS G
menarik, jgn hiatus dlu, selesaikan cerita ini sampai tamat../Determined//Determined//Determined/
2024-06-25
1