Di sebuah kota kecil yang tenang, hiduplah seorang anak berandalan bernama Aren. Aren berusia 14 tahun dia masih seumuran bocah bocah SMP. memiliki rambut hitam yang selalu berantakan dan mata tajam yang sering menyiratkan rasa marah.
"Apa gunanya aku melanjutkan hidup seperti ini?"
Sejak kecil, Aren terbiasa hidup dalam kekerasan. Ayahnya, seorang pemabuk, sering memukul ibunya. Hal ini membuat Aren tumbuh menjadi anak yang keras dan penuh dengan kebencian.
Setiap hari, Aren selalu terlibat dalam berbagai masalah. Dia sering mencuri di toko-toko sekitar, terlibat perkelahian dengan anak-anak lain, dan merusak fasilitas umum. Hampir semua orang di kota itu mengenalnya sebagai anak nakal yang sulit diatur. Itulah awal Aren terlibat dalam berbagai masalah.
Namun, di balik semua tindakannya yang buruk, ada alasan yang mendalam.
Aren merasa kesepian dan seperti tidak dicintai. Dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari keluarganya. Ibunya terlalu takut pada ayahnya untuk melindunginya, sementara ayahnya hanya melihat Aren sebagai anak yang gagal.
Suatu hari, ketika Aren sedang merencanakan untuk mencuri di toko Sembako, dia bertemu dengan seorang pria tua bernama Rasendriya. Pak Resendriya adalah seorang pensiunan guru yang baru saja pindah ke kota tersebut. Melihat Aren dengan mata penuh kemarahan, Pak Resendriya merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan anak itu. Bukannya mengusir Aren seperti orang lain, Pak Resendriya malah mengajaknya berbicara.
Itulah awal pertemuan yang membuat Aren berubah.
"Kenapa kamu melakukan ini, Nak?" tanya Pak Resendriya dengan lembut kepada Aren.
"Apakah bapak ingin melaporkanku kepada polisi?" kata Aren merasa takut dengan tindakan bapak tua itu.
Aren yang terkejut dengan pendekatan Pak Resendriya, awalnya tidak banyak menjawab. Namun, perlahan-lahan dia mulai menceritakan kisah hidupnya. Pak Resendriya mendengarkan dengan sabar tanpa menghakimi. Dia menyadari bahwa Aren tidak butuh hukuman, tapi butuh perhatian dan kasih sayang.
"Kemarilah." Ucapan manis Pak Rasendriya. Yang masih terngiang didalam hati Aren.
Dialah satu-satunya orang yang memahami perasaan Aren.
Mulai saat itu, Pak Resendriya mengambil peran sebagai figur ayah bagi Aren. Dia mengajarkan Aren banyak hal, mulai dari pelajaran sekolah hingga nilai-nilai kehidupan. Aren yang tadinya keras perlahan-lahan mulai melunak. Dia mulai mengerti bahwa hidupnya tidak harus selalu penuh dengan kemarahan dan kekerasan.
Perubahan pada diri Aren mulai terlihat. Dia berhenti mencuri dan mulai membantu Pak Resendriya di bengkelnya. Aren juga mulai bersekolah kembali dan mencoba mengejar ketinggalannya. Meskipun prosesnya tidak mudah dan sering kali dia kembali ke kebiasaan lamanya, Pak Resendriya selalu ada untuk membimbingnya.
Beberapa tahun telah berlalu sejak Pak Rasendriya membantu mengubah hidup Aren. Sekarang, Aren telah berusia 16 tahun dan sudah lebih dewasa. Dia bekerja paruh waktu di sebuah bengkel sambil melanjutkan sekolahnya. Pak Rasendriya menjadi figur ayah yang sangat berarti dalam hidup Aren, memberikan panduan dan cinta yang selama ini tidak pernah dia rasakan dari ayah kandungnya.
Namun, tragedi tak terduga terjadi. Suatu malam, Pak Rasendriya yang sedang berjalan pulang dari toko diserang oleh sekelompok gangster yang terkenal di kota itu. Mereka merampok dan memukulinya dengan kejam hingga Pak Rasendriya tidak dapat bertahan.
Berita kematian Pak Rasendriya menyebar cepat di kota, dan Aren merasakan kesedihan yang amat dalam. Seseorang yang ia anggap sebagai ayah dan penyelamatnya kini telah tiada.
Kehilangan ini memukul Aren dengan sangat keras. Kesedihan dan kemarahan mendalam merasuk ke dalam dirinya. Semua usaha yang telah ia lakukan untuk menjadi lebih baik terasa sia-sia tanpa kehadiran Pak Rasendriya. Kemarahan yang selama ini terkendali oleh kasih sayang Pak Rasendriya kini mulai menguasainya lagi.
Aren mulai mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas kematian Pak Rasendriya. Dalam pencariannya, dia mengetahui bahwa kelompok gangster tersebut dipimpin oleh seorang pria bernama Bule.
Bule dan anak buahnya sudah lama menjadi momok di kota itu, melakukan berbagai kejahatan tanpa ada yang berani menantang mereka.
Dalam amarahnya, Aren memutuskan untuk membalas dendam. Aren merasa bahwa hanya dengan cara ini dia bisa menenangkan rasa sakit hatinya dan memberikan keadilan untuk Pak Rasendriya.
Aksi balas dendam ini membawa Aren kembali ke jalan yang gelap. Dia mulai terlibat dalam perkelahian, pencurian, dan berbagai kejahatan lainnya. Meskipun beberapa penduduk kota mencoba menasihati Aren untuk tidak mengikuti jalan ini, dia terlalu diliputi oleh kemarahan untuk mendengarkan.
Aren menjadi semakin kejam dan tidak terkendali, membuat kota itu kembali merasa terancam.
Namun, di tengah kekacauan itu, ada seorang teman lama yang peduli padanya. Namanya adalah Maria, dia adalah kakak kelas saat Aren bersekolah. Dia yang dulu sering memperhatikan perubahan positif pada Aren. Maria melihat bagaimana kesedihan dan kemarahan menghancurkan Aren. Dia memutuskan untuk mencoba menyelamatkan Aren dari kehancuran dirinya sendiri.
Maria mendekati Aren, berbicara dengan lembut dan penuh empati, mengingatkannya pada semua hal baik yang telah dia capai berkat bantuan Pak Rasendriya. "Aren, Pak Rasendriya tidak akan ingin melihatmu seperti ini," kata Maria. "Dia ingin kamu menjadi orang yang lebih baik, bukan jatuh kembali ke dalam kegelapan."
Kata-kata Maria perlahan-lahan mulai menyentuh hati Aren. Dia mulai menyadari bahwa balas dendam tidak akan membawa kembali Pak Rasendriya, dan hanya akan menghancurkan dirinya lebih dalam.
Dengan dukungan Maria, Aren akhirnya memutuskan untuk berhenti dari jalan balas dendamnya. Namun sebelum itu, Aren menghabisi Bule dan seluruh pengikutnya. Sehingga mereka koma.
Dia pergi ke polisi, memberikan informasi tentang geng Bule, dan bekerja sama dengan mereka untuk menangkap para pelaku. Akhirnya geng tersebut berhasil ditangkap dan diadili.
Aren yang merasa sangat kehilangan mulai mencari cara baru untuk menghormati Pak Rasendriya.
Disitulah dia mengganti nama belakangnya menjadi Aren Rasendriya.
Dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan dan bekerja keras untuk menjadi seseorang yang bisa membantu orang lain, seperti yang pernah dilakukan Pak Rasendriya untuknya. Dengan dukungan dari Maria, Aren mulai menata kembali hidupnya.
Disaat itulah dia kembali bertemu dengan Maria yang tengah diganggu oleh anak anak berandalan yang sekiranya dianggap membosankan bagi Aren.
Setelah Aren mengingat semua kilas balik itu, Aren nampaknya sedang bersantai di atap, menikmati suasana dengan tatapan yang lelah. Angin sepoi-sepoi menerpa rambutnya, membawa sedikit kedamaian setelah pertarungan yang melelahkan kemarin. Dia memejamkan mata sejenak, meresapi ketenangan yang jarang ia rasakan.
Dari kejauhan, langkah kaki terdengar mendekat. Maria muncul dari pintu menuju atap, membawa dua kaleng minuman dingin. Dia berjalan pelan menghampiri Aren dan duduk di sebelahnya.
"Kamu terlihat lelah," kata Maria sambil menyerahkan satu kaleng minuman kepada Aren.
Aren membuka matanya dan menerima minuman itu dengan anggukan kecil. "Aku lelah sekali."
Maria mengangguk, lalu memandang ke arah pemandangan yang terbentang di hadapan mereka. "Kamu tahu, tidak semua orang bisa melakukan apa yang kamu lakukan. Kamu menjaga semua orang, bahkan ketika mereka tidak tahu caramu, Aren."
Aren menghela nafas panjang. "Mungkin. Tapi terkadang, aku merasa sendirian dalam semua ini."
Maria menatapnya dengan penuh perhatian. "Kamu tidak sendirian, Aren. Ada aku yang selalu mendukungmu, meskipun kamu merasa tidak butuh."
Aren tersenyum tipis, merasakan kehangatan dari kata-kata Maria. "Maria. Aku tahu kau selalu ada untukku."
Sementara itu, di bawah atap, suasana di sekolah tampak normal seperti biasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments