Chapter 5 : Itu Syaratnya!

Rafif tidak pernah menanggapi istrinya lagi jika sudah membahas soal Arina. Satu minggu berlalu, Rafif mengira Felisa tidak akan membahas mengenai permintaanya yang menurut Rafif tidak masuk akal. Sangat tidak masuk akal menurut Rafif, karena Felisa meminta dirinya untuk menikahi Arina.

Rafif masih mendiami istrinya yang dari kemarin meminta dan membahas soal Arina. Begitu juga Arina, saat memeriksa keadaan Felisa, Arina hanya menyampaikan beberapa point penting soal keadaan Felisa, dia tidak mau membahas lainnya. Bahkan saat Felisa mulai membicarakan keinginannya pada Arina, Arina langsung mengalihkan topik pembicaraannya.

Rafif menemani istrinya, seperti biasa sambil menemani istrinya, ia mengerjakan pekerjaannya. Ia lama telah meninggalkan pekerjaannya itu, karena harus mengurs Felisa yang sedang menjalani pengobatan.

“Mas ...,” panggil Felisa lirih.

“Ada apa, Fe? Pengin apa?” tanya Rafif.

“Mas, kamu benar-benar tidak mau memenuhi permintaanku?”

“Sayang ... aku mohon jangan bahas itu, sekali tidak ya tetap tidak!” tegas Rafif.

Felisa mendengkus kesal. Tadi saat Arina memeriksa keadaannya, ia membujuk Arina. Jawabannya juga sama, tidak mau membahas soal itu, daan Arina menolaknya. Dia tidak mau memenuhi permintaannya.

Felisa memegangi perutnya sambil meringis kesakitan. “Awh ... saa—sakiiit ....” Pekik Felisa, dengan wajah pucat pasi.

“Fe ... Felisa! Kamu kenapa, Sayang?” tanya Rafif panik.

“Sa—sakit, Mas ....”

“Aku panggil dokter sebentar!”

Rafif langsung keluar memanggil dokter. Memanggil Arina, karena dia yang menangani Felisa. Dengan tergopoh-gopoh dia berlali menuju ke ruangan Dokter Arina.

“Dokter Arina!” pangil Rafif dengan wajah cemas.

“Iya, ada apa Pak Rafif?”

“Fe—Felisa, Dok! Dia kesakitan!” jawabnya dengan panik.

Tidak berkata apa-apa lagi, Arina lansung ke ruangan Felisa, dia langsung melihat kondisi Felisa. Melihat keadaan sahabatnya seperti itu, Arina merasa kesedihan begitu mendalam. Ia pun dilema, karena permintaan Felisa terus terngiang di telinganya.

“Sa—sakit!” pekik Felisa.

“Fe ... bertahan, ya?” Arina mencoba memberikan obat pereda rasa sakit. Arina merasa percuma saja membiarkan Felisa terus begini, kalau pun dia bertahan anak yang ada di kandungannya pasti lemah. Karena obat yang diberikan pada Felisa tidak obat-obatan biasa, tapi obat yang cukup tinggi dosisnya, karena menyesuaikan sakitnya.

“Mas ... sakit sekali.” Felisa mencengkeram tangan Rafif saking sakitnya.

“Ikuti saran dokter ya, Sayang? Aku tidak ingin melihat kamu kesakitan,” pinta Rafif.

“Gak mau, aku ingin anak ini selamat, Mas,” jawab Felisa dengan kesakitan.

“Maaf, saya harus menyampaikan hal yang mungkin hal ini harus segera dipertimbangkan oleh kalian berdua,” ucap Arina dengan menatap Felisa penuh dengan rasa iba. “Fe ... mau ya? Kamu harus operasi dalam waktu dekat ini, Fe? Kalau kamu bertahan pun akan berdampak tidak baik pada bayimu. Itu semua karena obat yang kamu konsumsi dosisnya cukup tinggi, Fe,” tutur Arina.

“Aku ingin mempertahankan anakku, Rin,” ucap Felisa dengan memohon.

“Tapi kamu akan terus begini, Fe? Kamu akan merasakan seperti ini terus, Fe?” jelas Arina.

“Biar saja, Rin. Aku hanya ingin mempertahankan anakku,” pinta Felisa.

“Fe ... mau, ya? Aku mohon, aku tidak ingin kamu sakit seperti ini, Fe?” pinta Rafif.

“Kandungan kamu akan lemah jika begini, Fe. Kasihan jangan siksa anakmu.”

“Kalau bisa dilahirkan sekarang, aku setuju menjalani operasi, tapi ada syaratnya,” pinta Felisa.

Arini menatap Felisa dengan tatapan penuh tanda tanya. Syarat! Ia yakin syaratnya ada pada dirinya dan suaminya. Tak jauh dari itu. Tidak! Arina tidak akan siap menjadi duri dalam rumah tangga sahabatnya meskipun itu permintaan sahabatnya sendiri. Arina berusaha memberikan masukan yang baik pada Felisa pelan-pelan.

“Kandungan kamu sudah masuk minggu ke dua puluh enam minggu. Bisa dilahirkan, tapi bayi kamu akan lemah, Fe. Aku tidak bisa menjamin bayimu akan kuat untuk bertahan, semua kehendak Allah. Akan tetapi, kalau harus menunggu ke minggu ke tiga puluh enam ke atas, itu tidak mungkin, karena obat yang dikonsumi kamu setiap hari akan berisiko pada bayimu, jadi kalau kamu mempertahankannya pun, bayimu akan lemah, sama dengan bayimu di usia sekarang,” jelas Arina.

“Lakukanlah yang terbaik untuk bayiku, tapi ada syaratnya,”ucap Felisa.

“Apa pun syaratnya, aku akan turuti, Fe,” ucap Rafif. “Kecuali jangan memintaku untuk menikah lagi,” sambungnya.

“Yang aku minta yang kamu kecualikan itu, Mas. Itu syaratnya, jika tidak, aku akan menunggu sampai anak waktu melahirkan yang tepat,” ucap Felisa.

“Fe, jangan paksa aku!”

“Itu adalah permintaanku, Mas. Aku mohon, demi kamu, demi anak ini,” cetus Felisa. “Arina ... menikahlah dengan suamiku, aku mohon ...,” pinta Felisa pada Arina.

“Tidak, Fe! Aku tidak bisa!” tolak Arina tegas.

“Itu permintaanku, jika kalian tidak mau mengabulkannya, ya sudah, biarkan aku begini, tidak usah ambil tindakan apa pun!”

Rafif semakin tidak mengerti dengan istrinya yang begitu. Bagaimana bisa dia menikahi Arina, sedangkan dia sudah tidak mencintainya lagi. Tapi, semua itu permintaan istri tercintanya. Rafif tidak mau juga melihat istrinya yang setiap hari meratapi kesakitannya, karena sakitnya bertambah parah.

“Iya, aku akan menikahi Arina!” jawab Rafif.

Entah kenapa bibir Rafif mudah mengucapkan untuk mengabulkan permintaan Felisa. Itu semua demi Felisa. Rafif tidak mau mengecewakan istrinya dan melihat istrinya kesakitan setiap hari.

“Tapi ada syaratnya!” sambung Rafif.

“Apa, Mas?” tanya Felisa.

“Pertama, kamu harus segera operasi, yang kedua kami hanya menikah secara siri,” jawab Rafif.

“Yang pertama aku akan menurutinya, yang kedua, kamu harus sah menikahinya, sesuai hukum yang berlaku di negara kita.”

“Maaf, aku tidak bisa, Fe. Aku tidak mau seperti ini. Kamu jangan seperti itu, aku tahu, tidak ada wanita yang ingin dimadu, Fe? Tidak ada wanita yang ingin berbagi suami. Tolong pikirkan dengan baik-baik. Aku tidak ingin kehadiranku membuat semuanya berantakan, aku ini perempuan biasa, Fe. Kamu tahu aku pernah menjadi bagian hidup Rafif sebelum kamu dan Rafif bersama, aku tidak bisa untuk menikah dengan suamimu. Apa  pun akan aku lakukan untukmu, asal jangan menikah dengan suamimu, Fe,” tolak Arina.

“Rin ... aku mohon, hanya kamu orang yang aku percaya untuk menggantikan aku kelak. Hanya kamu, Rin. Mau kamu dulu tidak punya hubungan spesial dengan Mas Rafif pun, aku akan tetap memintamu untuk menikah dengan suamiku. Kalian pernah saling mencintai, tentu kalian akan lebih mudah berkomunikasi, kalian akan mudah juga untuk mulai saling mencintai lagi, aku mohon, Rin ... menikahlah dengan suamiku,” pinta Felisa.

“Baik, aku akan menikah dengan suamimu, tapi ada syaratnya,” ucap Arina.

“Apa, Rin?”

“Kamu harus bilang dengan orang tuaku, bahwa kamu meminta aku menjadi istri kedua suamimu. Aku tidak ingin pernikahanku sembunyi-sembunyi, Fe.”

“Itu pasti, Rin. Akan aku buatkan pesta pernikahan kalian, tidak akan ada yang ditutup-tutupi, kamu akan jadi istri kedua suamiku yang sah, yang diakui,” ucap Felisa.

Rafif hanya diam saja melihat Felisa dan Arina bicara. Tidak bisa berkata apa-apa, Rafif hanya ingin melihat Felisa bahagia, dan ingin Felisa operasi secepatnya, apa pun nanti keadaan bayinya. Yang penting tidak lagi melihat Felisa kesakitan.

“Apa bisa aku adil pada keduanya? Apa bisa aku menerima Arina lagi?” batin Rafif.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!