Chapter 6 : Keputusan Rafif

Kedua orang tua Felisa dan Rafif tidak tahu jalan pikiran Felisa yang meminta suaminya menikah lagi. Poligami memang diperbolehkan dalam islam, tapi tidak semua keluarga berpoligami akan hidup baik-baik saja. Tidak akan ada wanita yang mau dimadu atau menjadi madu, dan tidak ada pula pria yang bisa adil, seadil-adilnya pada dua istrinya.

Semua memberi nasihat pada Felisa, apa dirinya benar-benar siap untuk memiliki madu atau tidak. Karena semua itu tidak mudah seperti yang dibayangkan. Semua butuh pengorbanan. Hati, waktu, dan semuanya harus dikorbankan. Mereka menasihati Felisa, bahwa perempuan adalah makhluk Tuhan yang sangat perasa. Tidak mungkin nantinya biasa saja dan tidak cemburu saat sang suami bersama dengan madunya. Apalagi kondisi Felisa sendiri sedang tidak baik-baik saja.

“Kamu ini apa tidak bisa dipikirkan lagi, Fe? Coba pikir pakai hati yang tenang, ummik takut keputusanmu ini membawamu dalam penyesalan panjang, Fe. Bagaimana pun perempuan tidak ada yang ingin suaminya menikah lagi. Pikirkan baik-baik sebelum semuanya terjadi.” Ibu mertua Felisa memberikan nasihat padanya supaya memikirkan lagi keputusan Felisa yang menurutnya tidak masuk akal.

“Semua manusia yang diberi sakit, pasti memiliki keinginan untuk dikabulkan saat sembuh nanti, Fe. Tapi ummik tidak habis pikir keinginan kamu ini malah meminta suamimu menikah lagi? Ummik takut kamu ini gak bisa sabar, gak bisa ikhlas jalaninnya, Fe? Islam memang memperbolehkan poligami, tapi kalau tidak bisa ikhlas menjalani untuk apa? Jangan mengambil keputusan karena emosi sesaat, pikirkan, sholat istikharoh, untuk meminta petunjuk Gusti Allah, Fe. Ummik ini tahu kamu bagaimana, kamu perempuan pencemburu, apa kamu bisa melihat suamimu masuk ke kamar lain dengan istri keduanya?” tutur ibunya Felisa.

“Ummik, Fe sudah memutuskan, sudah memikirkan dari jauh-jauh hari, dan Fa sudah meminta petunjuk, hanya ini yang Fe inginkan, Mik. Felisa ikhlas, demi kebahagiaan Mas Rafif, dan anak Felisa. Kalau Mas Rafif tidak menikah lagi, kasihan Mas Rafif. Felisa sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan biologisnya, Felisa tidak mau menyiksa batin Mas Rafif. Dengan mengharap Ridha Allah, Felisa izinkan Mas Rafif menikah lagi, dengan perempuan pilihan Felisa. Felisa ikhlas, Mik. Arina perempuan baik-baik, dan ummik sudah tahu pastinya, Arina sama Fe sudah berteman sejak di MA,” jelas Felisa.

Semua menghela napas panjang, entah mau bicara apa lagi pada Felisa rasanya hanya sia-sia. Karena, Felisa bersikeras meminta suaminya untuk menikahi sahabatnya. Mereka hanya takut nantinya salah satu di antara mereka akan ada yang tersakiti hatinya karena tidak ikhlas menerima keadaan.

“Bagaimana jika keluarga Arina menolak? Saat nanti kami melamarnya untuk jadi istri kedua, sedangkan Arina itu dokter? Apa keluarganya akan menerima lamaran dari kita, Fe?” tanya Ibu Mertua Felisa.

“Ummik, Fe tahu ayah dan ibunya Arina. Nanti Felisa dan Mas Rafif yang akan ke sana lebih dahulu meminta restu ayah dan ibunya Arina. Yang terpenting, ummik dan abah setuju semua kalau Mas Rafif menikah lagi. Itu juga untuk nanti ke depannya. Ummik dan abah butuh penerus untuk pesantren, dan Felisa ini sadar, tidak bisa memberikan keturunan, karena Felisa juga ragu, apa bayi Felisa bisa lahir dengan selamat dan sehat? Atau malah sebaliknya,” jelas Felisa.

“Bagaimana, Raf, apa kamu bisa memenuhi keinginan Felisa?” tanya Ummik Salwa, ibunya Rafif.

“Mik, Rafif sebetulnya tidak bisa, tapi Felisa terus memaksa Rafif, kalau tidak mau, dia tidak akan mau menjalani operasinya,” jawab Rafif.

“Jadi?” tanya Abah Furqon, ayah dari Rafif.

“Rafif akan mengabulkan permintaan Felisa, Bah? Rafif ingin yang terbaik untuk Felisa. Rafif sebetulnya tidak ingin ada di posisi ini, Abah ...,” jawab Rafif dengan suara parau dan berat.

“Kalau kamu sudah memantapkan hatimu untuk memenuhi keinginan Felisa, kami siap untuk melamarkan Arina untukmu,” ucap Abah Furqon.

“Nduk, bagaimana dengan kamu?” tanya Abah Fahmi, ayah dari Felisa.

“Seperti yang tadi Felisa katakan, Bah. Felisa ikhlas, dan sebelum abah dan ummik menemui orang tua Arina, Felisa dan Mas Rafif akan ke sana lebih dulu, untuk meminta restu dengan ibu dan ayahnya Arina,” jawab Felisa.

Semua hanya pasrah dan menerima keputusan Felisa. Mau bagaimana lagi, mereka hanya berpikir kalau mungkin saja ini adalah permintaa Felisa yang terakhir. Semua tidak mau mendahului takdir, tapi melihat sakit Felisa yang semakin parah, dan mengingat vonis dokter, sakit Felisa susah untuk disembuhkan, karena pada dasaranya sakit kanker belum ada obat yang pasti. Obat yang dimasukkan ke dalam tubuh pengindap sakit kanker hanya obat penghilang rasa sakit, dan obat untuk menghambat pertumbuhan sel kanker di dalam tubuh, bukan obat untuk menyembuhkan.

Lillahi ta’alla ... semua pasrah dengan keputusan Felisa. Pun Dengan Arina, setelah dibujuk oleh Ummik Safira, ibunya Felisa, Arina sedikit terbuka hatinya, dan sediki menerima keputusan Felisa. Arina mau mengabulkan permintaan sahabatnya itu, asal pernikahannya adalah pernikahan sah, yang diakui agama dan negara. Karena bagaimana pun, menikah bukan ajang permainan, menikah adalah ibadah terpanjang sepanjang hidupnuya, meski hanya sebatas istri kedua, tapi dia mau istri kedua yang sah, yang akan mendapatkan jaminan jika suatu hari nanti memiliki keturunan. Karena jika hanya sekadar pernikahan siri, anaknya tidak akan diakui dalam catatan sipil, karena hanya menikah sesuai hukum agama saja.

Bukan, bukan anak haram, karena di dunia ini tidak ada yang namanya anak haram. Menikah siri juga sah menurut agama, tapi akan lebih baik, Arina mau sah oleh agama dan negara.

Felisa memang menginginkan hal serupa. Dia ingin suaminya menikahi Arina secara sah oleh agama dan negara. Bagaimana pun, seorang istri akan mendapatkan harta gono-gini yang sah dari suami jika memiliki keturunan nantinya.

Felisa dan Rafif bersiap untuk menemui kedua orang tua Arina di kotanya. Rafif sudah menolaknya terus, tapi Felisa tetap mau ke sana, menemui kedua orang tua Arina, untuk meminta Arina menjadi adik madunya. Besar harapan Felisa pada kedua orang tua Arina, untuk merestui apa kehendaknya.

Arini pun sebetulnya keberatan dengan keputusan Felisa. Namun, demi sahabat yang sangat ia sayangi, akhirnya dia pun memperbolehkan Felisa menemui kedua orang tuanya untuk memintannya menjadi istri kedua dari suami Felisa.

Rafif duduk di sebelah kemudi, karena yang mengemudikan mobil adalah sopir pribadinya, sedangkan Felisa dan Arina duduk di bangku belakang. Kedua sahabat itu saling bercerita, bukan bercerita tentang nanti kehidupan setelah Arina menjadi madunya, tapi mereka bercerita saat dulu masih remaja. Saat mereka masih duduk di bangku putih abu-abu. Rafif dan sopir hanya menjadi pendengar. Felisa terlihat begitu cerah wajahnya, dia tidak tampak seperti sedang sakit. Terlihat bahagia sekali karena permintaannya dikabulkan oleh suaminya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!