BAB 18 MENGENALKAN

Malam minggu ialah waktu yang identik dengan orang yang memiliki pasangan. Di setiap jalan, alun-alun, restoran, mall, di semua tempat pasti didominasi para pasangan. Entah itu hanya pacar, tunangan, atau sudah menikah. Malam minggu adalah malam yang tidak bersahabat bagi para jomblo.

Cherry contohnya, niat hati ingin refreshing setelah enam hari bekerja siang dan malam. Bukannya menjadi fresh yang ada hatinya menjadi galau.

"Gini nih kalau jomblo. Kiri pasangan, kanan pasangan, lah aku cuma di temenin bayangan. Pingin pacaran Inget dosa. Mau nikah, hilal jodoh gak muncul-muncul. Jangan-jangan jodohku malaikat Izrail,, haduhh sadisss," batin Cherry ngedumel.

"Cewek kk,, swuittt swuittt."

"Sini yok sama abang."

Cherry memutar bola malas, mengabaikan cuitan disekitarnya.

Satu lagi masalah para jomblo, jika jalan-jalan sendiri. Digodain bocah-bocah nakal. Kadang bahkan om-om punya istri pun ada yang ngegodain. Udah iri ngeliatin pasangan, dibuat jengkel pula dengerin rayuan orang gak jelas. Memang ngenes sekali.

"Nunggu lama gak, Cher. Maap yaa,, nungguin motor dulu tadi. Dipake mbak ipar gak bilang-bilang," kata Ameera.

Cherry menggeleng kecil, "Enggak nunggu. Kan emang dari tadi aku disini."

Sebelumnya memang keduanya tidak ada rencana untuk bertemu. Ameera tidak sengaja melihat story chat Cherry sedang berada di luar. Karena jaraknya tak jauh dari rumahnya. Ameera pun menghubungi Cherry mengajak bertemu.

"Ya siapa tahu kamu buru-buru mau pulang."

"Iyasih, kalau bukan karena kamu mau kesini. Aku udah mau pulang dari tadi," kata Cherry setuju. Kepalanya ia dekatkan ke telinga Ameera. Dengan nada berbisik, "Takut ihh, banyak cogil."

Ameera tertawa kecil, "Hihihi, lagian tumbenan kamu nongkrong sendiri. Orang biasanya cuma beli jajan, abis itu dimakannya di rumah."

"Bosen,, Ra. Pingin rubah suasana gitu. Makanya aku gak ngajak kamu atau Ratu. Eh, ya,, tapi ga mungkin juga ngajak Ratu. Mana boleh dia keluar malem-malem...."

Memang diantara keduanya, Ratu paling susah diajak keluar. Bukan karena tak mau, hanya saja orang tuanya sedikit ketat. Bahkan saat masih zaman sekolah. Jika bukan untuk tugas kelompok, Ratu tak akan boleh keluar.

"-Ngomong-ngomong kenapa nih ngajak ketemuan. Kangen yaa pasti," goda Cherry. Bisa dibilang semenjak ketiganya kenal. Ini kali pertama mereka tak bertemu selama berbulan-bulan. Biasanya bahkan saat hari libur semester. Mereka masih sempatkan waktu untuk bertemu. Tapi semenjak lulus, ketiganya benar-benar tak lagi bertemu. Hanya sesekali berkomunikasi lewat chat saja.

"Ya, kangen lah pakek ditanya. Apalagi kita udah jarang komunikasi. Terasa banget tauu."

"Iya-ya,, aku juga kangen banget. Kenapa sih,, kita dewasanya cepet. Padahal rasanya baru kemarin kita bolos kelas, terus kabur ke kantin," kata Cherry bernostalgia.

Ameera turut ikut bernostalgia, masa-masa di sekolah.

"Hum, apalagi jadi dewasa tak se menyenangkan khayalan kita."

"Ra, ada apa. Sesuatu terjadi?"

"Kamu masih peka aja, Cher," Ameera tersenyum sendu. "Seminggu lagi aku akan bertunangan, Cher. Jika tak sibuk aku harap kamu dan Ratu bisa datang."

Cherry menatap sahabatnya yang tengah menunduk. Dia ingin memeluknya, tapi melihat situasi tempat mereka berada ramai. Cherry mengurungkan niatnya itu. Bukannya malu dengan orang lain. Tapi Cherry tau jika dia memeluk Ameera, dapat dipastikan gadis itu akan menangis.

"Mau pindah tempat. Aku rasa ini bukan tempat yang bagus untuk bicara."

...----------------...

Saat Cherry dan Ameera masih mencari tempat yang cocok.

Di tempat lainnya, Adrian baru saja pulang kerja. Kali ini dia tak langsung pulang ke kost nya. Tapi kembali ke rumah orang tuanya.

Adrian memang sudah tak tinggal di rumah orang tuanya semenjak kuliah. Saat kuliah, rumahnya memang jauh, jadi dia memilih untuk ngekos di dekat kampus. Sedangkan sekarang, meski tempat kerjanya tak begitu jauh dari rumah. Adrian tetap memilih untuk tinggal di luar. Selain karena ingin mandiri. Dia juga ingin menjauh dari suasana rumah yang tak menyenangkan.

Tok tok tok

"Assalamualaikum," Adrian mengucap salam. Dia memang tak mengabari sebelum datang. Jadi wajar jika pintu rumah di kunci.

Tak lama pintu dibuka, seorang wanita yang baru memasuki usia paruh baya, keluar menyambut Adrian hangat.

"Kok, gak bilang-bilang kalau mau pulang si, Rian. Mama kan gak nyiapin apa-apa jadinya. Ayo-ayo masuk," Dengan sedikit usaha Lina membawa sang putra masuk ke dalam rumah.

"Gpp, ma,, Rian cuma bentar aja kok."

Menahan rasa tak nyaman di hatinya, Adrian pun duduk disamping ibunya.

Seperti Ibu dan anak yang nampak dekat, tak ada jarak diantara keduanya.

"Kok gitu,, besok kan libur. Nginep ajalah disini," Lina tahu pekerjaan putranya dengan baik. Setiap hari minggu dan tanggal merah adalah hari libur.

"Besok ada acara kantor, Ma," balas Adrian membuat alasan. Tentu saja dia berbohong, karena faktanya besok dirinya ingin menemui Ameera.

Lina percaya dengan mudah, "Ohh, begitu,, yasudah deh. Lain kali aja kamu nginep ya."

"Iya.... Ma,, Adrian mau mengenalkan seseorang pada Mama."

"Ya kenalin saja," kata Lina tak peduli. Dalam hati dia menebak, jika putranya hendak mengenalkan pacar barunya, seperti yang sudah-sudah. Dan itu bukan masalah besar baginya. Itulah mengapa dia tak begitu peduli.

"Namanya Ameera, dia gadis yang baik, dan dari keluarga baik-baik pula. Rencananya minggu depan Rian akan melamarnya. Rian sudah memberi tahu Papa. Papa setuju dan akan datang. Mama gak perlu khawatir, papa gak akan datang deng-"

"Tunggu, Rian," potong Lina menghentikan penjelasan anaknya.

Tangan Lina yang tak lepas dari tangan Adrian semenjak tadi, sekarang dilepas. Dengan ketegasan seorang wanita independen. Dia mulai bicara.

"Apa maksudmu dengan bertunangan? Mama tahu kamu bukan orang yang suka bercanda, Rian. Maka itu berarti kamu serius!"

Raut muka yang semula tenang, berubah menjadi serius. Kerutan yang telah disamarkan lewat perawatan. Bahkan tak bisa tahan untuk muncul.

"-Hanya saja kenapa kamu baru bilang sekarang. Dan seminggu lagi,, astaga Rian, mana bisa cukup untuk mempersiapkan segalanya. Belum baju,, seserahan,, tamunya juga,, astaga Rian," omel Lina. Sesekali tangannya memukul putranya. Tidak keras tentu saja. Hanya pukulan main-main.

"Acara kecil-kecilan saja kok, Ma. Lagipula hanya bertunangan. Cukup dua keluarga saling berkumpul. Kalau perihal seserahan. Ya sewajarnya saja. Kekurangannya bisa saat menikah nanti. Lagipula Rian juga masih menabung untuk membangun rumah," jelas Adrian.

Semakin mendengar penjelasan putranya, Lina dibuat semakin tak setuju.

"Gak bisa gitu dong. Apa kata keluarga Alisya kalau begitu. Mereka pasti berfikir keluarga kita tidak menyayangi putrinya-"

"Alisya,, apa maksud, Mama? Kenapa jadi Alisya?" tanya Adrian bingung.

"Ya kan kamu akan bertunangan dengan Alisya?" tanya Lina lebih bingung lagi. Karena awalnya tak peduli. Dia memang tak begitu mendengar nama yang disebut oleh Adrian.

Tapi Alisya adalah yang paling mungkin menurutnya. Jadi Lina hanya menyebutkannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!