Tiba-tiba sebuah suara kencang terdengar dari arah depan. Seolah memakai toa, suaranya sampai ke dapur tempat Ameera dan Bu Dona tengah memasak.
"PAKET! PAKETT!!"
Bu Dona seketika menghentikan gerakan adukannya pada sayur di atas kompor, lalu menoleh ke arah Ameera. "Kamu beli apa, nduk?"
"Aku," Ameera menunjuk pada dirinya sendiri. "Seingatku gak beli apa-apa kok bu. Mbak Sarah kali yang beli."
Baru saja Ameera menyangkal tuduhan ibunya sebuah suara kembali terdengar.
"Raa,, ada paket buat kamu tuh," seru Sarah sambil memasuki dapur.
Di gendongannya ada Kelly dengan mata sembab habis menangis. Kebiasaan anak kecil yang selalu menangis tiap baru bangun tidur.
Sarah yang melihat adik iparnya tak juga berdiri pun kembali berkata. "Mau tak ambil gak boleh sama mas nya. Harus kamu sendiri katanya."
"Tuh, masih gak ngaku," ejek Bu Dona. Sambil melanjutkan mengaduk-aduk sayur di wajan.
"Gak ngaku apa, Bu," sahut Sarah tak mengerti.
"Ya itu paketnya dia. Malah nuduh kamu lohh,, nuduh kamu yang beli, Sar," adu Bu Dona kembali menggoda.
Sarah yang mengerti pun ikut menggoda, "Bener gitu, Mi."
"Ihh, ibuuu,, ngak gitu loh mbak. Ya barangkali mbak Sarah yang beli. Soalnya aku gak merasa beli apa-apa," kata Ameera membuat alasan. Dengan rasa bersalah, buru-buru dia bangkit untuk menemui tukang paket. "Yaudah aku ke depan dulu."
"Hahaha,, aduh anak itu lucu sekali,, Hahahaa," tawa Bu Dona terpingkal-pingkal. Jika saja tak mengingat dua kompor menyala di depannya. Dia pasti tak akan menghentikan tawanya.
"Hihihi, iya bu. Anak nya kadang-kadang bisa polos gitu," sahut Sarah setuju.
Kelly yang melihat orang dewasa tertawa, ikut cekikikan. Tanpa mengerti yang tengah ditertawakan adalah bibi kesayangannya.
...----------------...
Di depan rumah.
"Saya foto sebagai bukti ya, mbak," kata tukang paket.
"Oke," balas Ameera. Tak repot-repot berpose, dia hanya berdiri biasa, sambil memegang paket ditangannya.
Mata Ameera fokus pada struk di atas paket. Sehingga tak memperhatikan keanehan tukang paket.
"Duhh, cakep banget. Macam bidadari. Ini harus di abadikan banyak-banyak sih," batin tukang paket. Tangannya dengan aktif mengambil beberapa foto wajah Ameera.
Ameera tiba-tiba mendongakkan kepala.
"Sudah kan mas?" tanya Ameera.
"Eee, su-su-dah kok mbak. Saya permisi," ucap tukang paket gugup.
"Ya, terima kasih," balas Ameera cuek. Dia lantas kembali masuk kedalam rumah. Dalam hatinya sudah sangat penasaran paket apa yang ada di tangannya.
Setelah menaruh paket di atas meja, Ameera mulai membukanya.
Sebenarnya Ameera menduga jika paket ini adalah apa yang dimaksudkan Cherry semalam. Dan rupanya dugaannya itu benar.
"Huuu,, my besty. Duhh, jadi pengen nangis lagi kan."
Pada saat itulah ponsel yang dia taruh di saku nya berbunyi.
Ingin ku melayang di angkasa bebas tanpa sayap
Menari di panggung langit cakrawala
Penuh keajaiban dalam kemilau matamu
Just open your eyes, see the sky so bright
Melihat kontak dengan nama Cherry, dengan cepat Ameera memencet tombol hijau.
"Assalamualaikum."
"Waalikumsalam. Huuu, makasih Cherry."
"Udah sampai ya, sama-sama. Gimana? Suka gak? Aku gak begitu ngerti sih. Cuman pas nyari-nyari di internet ketemu itu."
"Suka, banget,, bangett,, bangetttt. Ini apa yang ku pingin dari tahun kemarin. Bukan karena uang,, tapi nyarinya itu loh susah. Kok kamu bisa dapet."
"Ahh, iyakah. Ya rezeki kamu berarti."
"Hehehe, iyaa kali. yang pasti aku happy banget"
"Alhamdulillah kalau kamu seneng, aku ikut seneng. Yasudah ku tutup dulu ya, aku mau keluar nih. Owh ya, kuenya nanti sore baru di anternya. Kamu jangan pergi-pergi."
"Ehh, ada kue juga."
"Ada dong, kan semalem ku fotoin. Lupa? Aku pesen di tempat biasa. Kata mbak nya baru bisa anter sore hari."
"Uhh, makasih,,makasih banget. Gatau lagi deh aku kalau ga ada kalian."
"Ihh, kayak sama siapa aja. Yaudah aku tutup dulu. Lanjut nanti ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Senyum tak luntur dari bibir Ameera, meski dia telah menutup ponselnya. Hari ini hari yang sangat membahagiakan.
...----------------...
"Ameera keluar sekarang!"
Mendengar teriakan kemarahan. Ameera yang tengah berbaring di kasur kesayangannya langsung bangkit. Dan buru-buru keluar kamar.
Di depan pintu kamarnya sudah ada ayah yang menatap marah padanya. Serta ibu, kakak, dan iparnya yang menunduk.
Rasa bingung menghiasi otak Ameera, tak mengerti mengapa ayahnya itu marah. Selama hidupnya tak pernah sekalipun ia melihat sang ayah marah. Baik itu padanya atau keluarga yang lain. Dalam keluarga ayahnya adalah yang paling sabar.
"Kenapa pak?" tanya Ameera ragu.
"Benar kamu diam-diam mendaftar kuliah, Ameera!?" kata Pak Fahmi membuat pertanyaan sekaligus pernyataan.
'Degh, degh, degh'
Jantung Ameera seketika berdetak dengan cepat. Mulutnya seolah terekat oleh lem yang kuat, tak berani menjawab pertanyaan sang ayah. Sebuah pertanyaan terlintas di hatinya, "Dari mana bapak tahu?"
"Jawab!!! Benar kamu diam-diam mendaftar kuliah!"
"Iya pak," jawab Ameera jujur. Bisa dilihat sang ibu menatap kecewa ke arahnya. Ameera hanya mampu menunduk. Karena sudah tak mungkin lagi baginya untuk berbohong disaat seperti ini.
Mendengar pengakuan Ameera membuat Pak Fahmi semakin kecewa. Meski sudah jelas kebenarannya. Dalam hatinya kepercayaan pada sang putri lebih besar. Sehingga setelah Pak Fahmi mengetahui kabar itu. Dia langsung mengkonfirmasi pada anaknya. Tapi harapan hanya sebuah harapan.
"Bapak kecewa sama kamu!" Pak Fahmi meninggalkan Ameera. Mungkin jika Reizal yang berbuat salah. Dia bisa bersikap tegas. Bahkan tak segan memukul. Namun, yang dihadapinya kini permata kecilnya.
"Pakk, bapak dengerin penjelasan Ameera dulu, pak," panggil Ameera putus asa.
Namun, tak sedikitpun Pak Fahmi ingin menoleh.
Ameera beralih pada sang ibu. Dengan tergesa-gesa dia memegang erat tangannya, "Buu, Amy-"
Namun, detik itu pertama kalinya sang ibu tak mau memandang Ameera.
Bahkan tak cukup sampai disitu, Bu Dona menampik tangan Ameera, tak mau memperdulikannya. Mengikuti kepergian sang suami.
Ameera yang melihat tak kuasa menahan tangis. "Huuuu,, maafin Amyy."
"Ayo kita pergi," kata Reizal. Tangannya lantas mengambil Kelly yang berada di gendongan sang istri. Tanpa memandang sang adik dia pergi begitu saja.
Meski merasa kasihan melihat kondisi adik ipar. Sebagai istri, Sarah pun hanya menurut, dan mengikuti.
"Mas,, mas Ical hikkss,, mbak Sar-" Ameera jatuh tertunduk di lantai. Tenaga nya seolah tiba-tiba menghilang. Hatinya diliputi rasa sakit, rasa sedih, dan rasa bersalah.
Bukan ini yang Ameera inginkan. Tak ada maksudnya membohongi keluarga. Ameera tak memberi tahu, karena dia ingin mengambil jalur beasiswa. Dan karena terlalu takut akan harapan yang sia-sia. Maka Ameera pun menyembunyikannya. Berharap, jika dia berhasil lolos, itu akan membawa kebahagiaan pada keluarganya.
Sedangkan jika gagal, cukup dirinya saja yang akan kecewa. Tangis Ameera pecah sejadi-jadinya.
"Huhuhu,, bu-kan maksud, Amy,, hikss hikss. Dengr-hirks-in, Amy. Huuuuu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments