Bab 15. Maafkan Aku, Ma

"Bibi, Diva ada di mana?"

Bibi Aisyah yang membantu merawat Indira sangat terkejut saat Indira menanyakan keberadaan Diva.

Bibi bingung, Diva yang mana yang dimaksud, Diva manusia, atau boneka Teddy bear yang dianggapnya sebagai Diva.

"Emm, non Diva, nyonya? Bukannya itu non Diva," tunjuknya ke arah boneka yang tergeletak di sofa di dalam kamar Indira.

Indira mendengus, mengingat semalaman suaminya marah gara-gara boneka itu.

Suaminya tak suka dengan ia yang selalu menganggap boneka itu sebagai anaknya.

Walaupun kondisinya tidak sadar betul, tapi lamat-lamat ia bisa mengingat apa saja yang dikatakan oleh suaminya, kini ia terpikir untuk mencari Diva yang semalaman datang ke dalam kamarnya.

"Bibi, apakah bibi tidak bisa melihat kalau itu sebuah boneka, bukan Diva anakku. Aku masih ingat anakku tadi malam masuk ke kamar ini, tapi dia diajak pergi sama Papanya, sekarang dia ada di mana Bi? Apa dia masih ada di sini?"

Perlahan bibi mengangguk, namun dia tidak punya keberanian untuk mengantarkan Diva masuk ke dalam ruangan majikannya.

Seperti yang dikatakan oleh Yuda, siapapun tidak mengizinkan Diva untuk memasuki ruangan istrinya tanpa adanya izin darinya, dan kini ia benar-benar sangat kebingungan saat ditanya mengenai keberadaan Diva oleh istri majikannya.

"I-iya nyonya, Nona Diva ada di sini, tapi sama Tuan, Nona Diva diminta untuk banyak-banyak beristirahat, Nona Diva masih belum sembuh. Nanti kalau sudah sembuh, pasti Nona Diva akan datang menemui nyonya."

Mendengar kata sembuh, membuat Indira sedih, pasti Diva dalam keadaan tidak baik-baik saja malam itu sewaktu menemuinya.

Semalaman ia ingat tidak begitu mengabaikan keberadaan Diva malah menganggap boneka sebagai anaknya.

Ingin sekali dia menemuinya, ia ingin melihat kondisi Diva saat ini.

"Apa Diva sedang sakit Bi? Sakit apa dia? Kenapa aku tidak tau kalau anakku sedang sakit. Bibi, aku ingin menemuinya, aku ingin melihat anakku!"

Terkejolak rasa panik secara tiba-tiba. Indira langsung beranjak dari sofa dan bergegas untuk keluar mencari keberadaan Diva.

Bibi nampak kebingungan, bagaimana kalau sampai istri majikannya kembali mengamuk dan memberontak. Ia pasti akan mendapatkan masalah besar dari dokter Yuda.

"Nyonya, Tuan bilang nyonya nggak diizinkan keluar, saya bisa dimarahi sama tuan, nyonya. Nyonya sebaiknya istirahat saja di sini, biar saya yang akan merawat Nona Diva."

Indira tak suka bujukan, hampir setiap hari ia menghabiskan waktunya duduk di dalam kamar, ia tak mau lagi diatur-atur, ia ingin bebas menikmati udara segar, apalagi ia juga mendengar bahwa Diva sedang sakit, bagaimana ia bisa tenang duduk di ranjang.

Bibi menghadangnya agar tidak sampai keluar, akan sangat berbahaya jika sampai Indira keluar, selain itu akan berbahaya juga untuk keselamatan Diva.

"Bibi, jangan menghalangi jalanku, aku ingin keluar untuk menemui anakku. Aku ingin bertemu dengan anakku bibi."

Indira mendorong kuat tubuh Aisyah hingga membuatnya terhuyung ikut keluar.

Indira berhasil keluar dan berlari mengecek setiap kamar untuk mencari keberadaan Diva.

"Diva! Anakku, di mana kamu?"

Tak berhenti Indira menyebut nama Diva hingga beberapa kali dan membuat Diva yang tengah beristirahat di kamarnya  langsung terbangun.

Dia beranjak dengan mengikat rambutnya, untuk mencari tahu siapa yang sudah memanggil namanya.

Perlahan-lahan ia membuka pintu kamar dan mendapati keberadaan Indira di kamar sebelahnya.

"Mama. Apa yang sudah terjadi pada Mama? Sepertinya Mama keluar dari dalam kamarnya? Bagaimana ini? Bukannya Mama cukup berbahaya kalau mengamuk, aku harus berbuat apa untuk membuatnya tenang? Mana Papa sama kakak nggak ada di rumah."

Buru-buru Diva keluar dan masuk ke dalam kamar sebelah di mana Indira tengah mencarinya.

Tiba-tiba Diva menangis dan langsung memeluk Indira.

"Mama ...,"

Spontan Indira menoleh dan mendapati Diva berlari menghamburnya.

Entah apa yang terjadi pada Diva, ia tiba-tiba ingin dipeluk oleh Indira, mungkin ia tengah merindukan sosok ibu yang tidak ada bersamanya.

"Indira anakku!"

Mereka saling berpelukan dan menangis mencurahkan segala rasa yang dipendamnya selama ini.

Indira maupun Diva sama-sama membutuhkan kasihsayang dan juga perhatian. Walaupun diantaranya tidak saling mengenal, tapi ikatan mereka begitu kuat selayaknya ibu dan anak.

"Anakku, apa kamu sedang sakit? Bibi bilang kamu sedang sakit. Kenapa kamu nggak kasih tau Mama kalau kamu sedang sakit? Kenapa Papa tidak memberikan pengobatan kepadamu, keterlaluan sekali Papa kamu. Dia lebih mementingkan orang lain dibandingkan dengan keluarganya sendiri. Di saat anaknya sedang sakit, dia biarkan di rumah tanpa memberinya infus atau melakukan perawatan untuk kesembuhannya."

Sudah seperti orang sehat saja Indira mengoceh panjang lebar mengkhawatirkan Diva.

Ia marah karena suaminya tidak memberikan pelayanan yang terbaik buat anaknya sendiri.

Diva sangat terkejut melihat reaksi Indira yang tiba-tiba begitu perhatian padanya, padahal malam itu, Indira tak begitu merespon saat ia menemuinya.

"Mama .., aku nggak apa-apa kok, aku baik-baik saja. Aku cuman pusing aja, dan aku juga sudah memberikan banyak obat padaku, Papa merawatku dengan baik kok ma, tadi papa meninggalkan banyak obat untuk aku minum, sekarang Papa ada jadwal operasi di rumah sakit."

Diva menggenggam tangan Indira yang sangat dingin. Ia tatap wajah yang sangat familiar, ia merasakan ada kesamaan dengan dirinya, namun karena dirinya telah mengalami kecelakaan hingga membuat wajahnya rusak, jadi tak sepenuhnya ia merasakan kemiripan.

Begitupun juga dengan Indira, melihat wajah Diva yang rusak dengan banyak luka, tangannya terulur memegangnya, nampak begitu kasar wajah Diva yang membuat hatinya terenyuh.

"Diva, apa yang sudah terjadi padamu, kenapa wajahmu bisa seperti ini, kenapa wajahmu rusak nak?"

Diva menggeleng dengan menangis meratapi nasibnya yang begitu buruk.

Di saat ia berkaca, begitu mengerikan melihat wajahnya yang nampak buruk. Bahkan ia tidak bisa mengingat kejadian yang membuat wajahnya hancur tak sempurna.

"Papa bilang aku mengalami kecelakaan Ma, aku jatuh ke jurang dan membuat wajahku hancur. Aku tidak bisa mengingatnya dengan baik, siapa yang sudah membuatku jatuh ke jurang."

Indira meraih kepala Diva dan disandarkan di pundaknya. Wanita paruh baya itu menangis, dia sangat sedih karena tidak mengetahui apapun, hingga kejadian buruk menimpa Diva.

Kini ia mulai sadar, selama ini ia hidup dalam kebodohan, boneka yang tak bernyawa dianggapnya sebagai anak, sedangkan anaknya sendiri dalam keadaan celaka ia malah mengabaikannya.

"Sayang, kamu jangan menangis, kamu harus tetap semangat. Maafin Mama yang sudah mengabaikanmu, Mama benar-benar bodoh, tidak pernah tau kalau anak Mama yang sebenarnya ada di rumah dalam keadaan sakit."

Diva merasakan dadanya begitu sesak. Di saat Indira sadar dan mengakuinya sebagai anak, ia malah bersandiwara berpura-pura sebagai anaknya yang hilang.

'Maafin aku Ma, aku benar-benar minta maaf. Aku sudah berbohong mengaku sebagai anak Mama. Andai saja Mama tau aku sudah membohongi Mama~~'

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!