Hari ini Devan sudah mulai bekerja lagi. Raline saat ini sedang di dapur untuk menyiapkan sarapan untuk suaminya. Setelah semua sudah siap, Raline pergi ke kamarnya untuk membangunkan Devan.
Saat sudah sampai kamar, Devan tidak ada di ranjang. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. "Sedang mandi rupanya." Gumam Raline kemudian dia menyiapkan pakaian untuk Devan pakai nanti. "Sayang~ Aku tunggu di meja makan ya~" Ucap Raline sedikit berteriak.
"Iyaa~ " Jawab Devan dengan berteriak juga.
Selesai mandi Devan memakai pakaian yang sudah Raline pilihkan. "Wahh pintarnya istriku." Devan memuji selera Raline dalam memilih pakaian untuknya.
Setelah Devan rapi, dia pun keluar kamar untuk sarapan. Hal yang tidak pernah Devan lewatkan di pagi hari adalah sarapan dan secangkir kopi.
Dengan sangat cekatan Raline mengisi piring Devan. Ya, sejak mereka mulai saling mengungkapkan perasaan masing-masing, Raline sudah tidak canggung lagi sama Devan.
"Terima kasih Sayang~"
"Sama-sama Sayang~"
Setelah Raline selesai mengisi piring Devan, kemudian dia pun mulai mengisi piringnya sendiri. Pagi ini Raline berinisiatif memasak untuk suaminya. Dia ingin menjadi istri yang bisa memanjakan suaminya.
"Hemm tumben masakan kali ini rasanya beda!" Kata Devan dengan mulut terisi makanan.
"Kenapa memangnya Sayang? Apa tidak enak?" Tanya Raline penasaran dengan tanggapan Devan soal masakannya.
"Tidak. Ini lebih enak dari biasanya." Puji Devan jujur.
"Benarkah?" Tanya Raline lagi tidak percaya.
"Memangnya kenapa? Apa ini masakan kamu?"
"Iya. Apa kamu suka?" Tanya Raline memastikan lagi.
"Aku suka. Persis seperti masakan Ibuku." Ujar Devan jujur.
"Benarkah? Syukurlah kalau kamu suka." Kata Raline senang.
"Tolong bungkuskan untuk bekal makan siang nanti ya Sayang!" Perintah Devan.
"Kenapa tidak nanti siang saja ku antar kan makanannya?" Ujar Raline mengusulkan.
"Ah, baiklah. Nanti biar diambil Roni saja." Putus Devan.
"Hmm baiklah." Raline tampak kecewa dengan keputusan Devan. Padahal niatnya kan ingin agar dia saja yang mengantarkan makan siangnya Devan ke kantor eh malah menyuruh sekretaris nya itu.
"Kalau begitu aku berangkat dulu ya Sayang~" Devan pun pamit pada Raline. Tak lupa dia juga mengecup kening Raline dengan lembut.
Raline mengantar Devan sampai depan pintu. Saat mobil Devan sudah tidak terlihat, Raline pun masuk ke dalam rumah.
****
Empat puluh lima menit perjalanan Devan menuju kantor. Saat sudah sampai di depan pintu masuk sudah disambut oleh wakil direktur. Dia berdiri dengan angkuhnya sambil berkacak pinggang.
"Bagus ya! Tahu masuk juga. Dipikir perusahaan nenek moyangmu apa, masuk seenaknya tanpa ijin pula." Omel wakil direktur yang bernama Pak Dodi itu.
"Maaf Pak, seingat saya, saya sudah minta ijin. Sudah saya berikan bagian personalia, apa tidak disampaikan pada Bapak ya?" Ucap Devan dengan santai. Biar bagaimanapun mereka tidak ada yang tahu bahwa Devan lah pemilik perusahaan ini kecuali Roni tentunya. Jadi, Devan masih harus hormat pada Pak Dodi, sebab dia adalah atasan di perusahaan.
"Alah alasan aja kamu. Ini terakhir kali kamu ijin kerja seenaknya. Kalau masih begitu terpaksa kamu saya pecat. PAHAM!" Teriak Pak Dodi tepat ditelinga Devan kemudian dia masuk ke dalam.
"Iya Pak." jawab Devan sambil mengusap telinganya karena sedikit berdengung. "Wahh gila. Disiplin tapi aku suka." Gumam Devan sambil manggut-manggut.
Devan pun masuk ke dalam ruangannya. Saat lewat banyak orang yang membicarakan tentang dirinya.
"Enak banget sih anak baru itu. Baru kerja enam bulan cutinya lebih dari sebulan." Bisik salah satu pegawai.
"Iya. Mentang-mentang menjadi menantu Pak Pramudya, jadi seenaknya." Balas temannya.
"Dia pikir ini perusahaan milik kakeknya apa?" Bisik pegawai yang lainnya lagi.
"Sstt~ Jangan keras-keras nanti dia denger lohh~" Ucap yang lainnya.
Devan tidak menanggapi ocehan mereka. 'Kalau kalian tahu siapa aku, apa kalian masih berani membicarakanku heh?' Ucap Devan dalam hati.
"Ron, periksa cctv lobi. Catat mereka yang sudah menggosipkan ku tadi." Perintah Devan pada Roni melalui sambungan telepon.
"Baik Tuan." Jawab Roni di seberang telepon.
Dengan cepat Roni bergerak sesuai perintah Devan. "Wahh kalian menambah pekerjaanku saja. Kerja yang bener bukan malah menggosipkan Big Bos." Gerutu Roni sebal.
Roni mengirim data nama-nama yang menggosipkan Devan melalui surel.
"Tuan, hasilnya sudah saya kirim melalui email. Silakan dicek." Kata Roni saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Devan.
"Baiklah. Cepat selesaikan kerjaan di Ibukota lalu kembali kesini." Titah Devan.
"Baik Tuan."
Setelah sambungan telepon terputus, Devan mulai mengecek email yang dikirim oleh Roni. Dia meneliti satu persatu nama yang sudah berani membicarakan dirinya.
"Hmm waktunya bekerja bukannya kerja malah bergosip. Baiklah aku kabulkan keinginan kalian untuk terus bergosip." Gumam Devan.
Dia lalu mencetak daftar nama-nama orang yang telah menggosipkannya. Lalu memberikannya pada bagian personalia. Tapi Devan harus bersabar. Biar Roni yang menangani masalah para pegawai itu.
"Raline sedang apa ya?" Kata Devan sambil menatap layar ponselnya. Dia ingin melakukan panggilan video dengan Raline karena kebetulan pekerjaannya sudah selesai dan sebentar lagi jam makan siang.
"Hai Sayang... Kamu lagi apa?" Sapa Devan saat sambungan teleponnya sudah terhubung dengan Raline.
"Habis berenang. Cuaca lumayan panas jadinya pengen renang." Jawab Raline sambil membenarkan tali bathrobe. Tampak air masih menetes dari tubuhnya.
Jakun Devan naik turun melihat pemandangan yang sungguh menggairahkan itu.
"Heii apa kamu berniat menggoda suamimu ini heum?" Ujar Devan.
"Mana ada begitu. Itu kamu aja yang suka berpikir kesitu." Balas Raline sambil menjulurkan lidah mengejek.
"Tunggu saat aku pulang ya. Tidak akan ku lepaskan." Ancam Devan.
"Uhhh takutt~" Kata Raline mengejek Devan.
"Wahh dasar. Berani mengejek tanggung akibatnya ya."
"Baiklah. Aku tunggu ya Sayang... Muahh~" Balas Raline sambil memberikan ciuman jarak jauh kemudian langsung mematikan teleponnya.
"Haiss~ Dasar malah dimatikan lagi." Gumam Devan sambil senyum-senyum sendiri. "Baiklah Nyonya Devan. Jangan salahkan aku kalau besok tidak bisa jalan lagi." Ucap Devan tersenyum licik.
Malam hari pun tiba. Devan segera bersiap-siap untuk pulang kerumahnya. Sebelum sampai rumah dia mampir ke toko bunga. Devan membeli bunga mawar merah untuk diberikan pada istrinya. "Semoga dia suka."
Selesai membeli bunga, Devan melanjutkan perjalanan ke rumah. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumah.
Mendengar suara deru mesin mobil, Raline pun keluar rumah guna menyambut suaminya pulang.
Devan menyambut Raline dengan senyum mengembang. Devan memberikan bunga yang dibelinya tadi pada Raline. "Untuk istri tercinta." Kata Devan.
"Seharusnya kamu tidak perlu repot-repot Sayang. Dengan kamu pulang dalam keadaan selamat saja aku sudah senang." Balas Raline. "Tapi aku suka bunganya." Lanjutnya sambil mencium wangi mawar merahnya.
"Terima kasih Sayang atas semua limpahan cinta yang kamu beri untukku." Ucap Raline tulus.
"Aku juga terima kasih karena kamu mau membalas cintaku. Muahh..." Balas Devan kemudian mengecup kening Raline.
Mereka pun masuk ke dalam rumah sambil bergandengan tangan dengan mesra.
Bersambung.....
Maaf ya kalau pendek. Lagi ngeblank banget #Deep Bow
Sekali lagi maaf dan terimakasih buat yang sudah mendukung karya author ini love banyak-banyak 😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments