Bab 9. Bab Sembilan

"Sejak kedatangan perempuan si*lan itu, Devan jadi pembangkang." Omel Bu Ambar. "Kemarin sudah berani memukul adiknya, sekarang pergi tanpa bilang mau kemana." Cerocosnya.

Sejak kepergian Devan tiga hari lalu yang tanpa ada kabar, Bu Ambar terus uring-uringan. Lantaran biasanya setiap mau pergi kemanapun Devan pasti pamit pada ibunya. Ini malah tanpa memberitahu mau pergi kemana.

"Mana gak ngasih kabar juga. Nanyain kek uang Ibunya masih apa sudah habis. Ini malah kaya lupa kalau masih ada ibu dan adik-adiknya. Ck~ " Bu Ambar masih saja terus mengomel. Bahkan sampai saat Devan sudah tiba di halaman rumah pun, Bu Ambar terus saja menggerutu.

"Panjang umur juga tuh anak. Baru saja dibicarakan sudah datang." Gumamnya.

Begitu Devan dan Raline turun dari mobil, keduanya tampak tersenyum malu-malu sambil bergandengan tangan mesra.

Setelah masuk ke dalam rumah, Bu Ambar yang melihat kemesraan mereka pun memicingkan mata. 'Apa yang terjadi dengan mereka berdua? Kenapa pulang dari bepergian malah makin mesra?' Batin Bu Ambar tidak terima dengan kedekatan Devan dan Raline.

"Ehemm!" Bu Ambar berdehem.

"Assalamualaikum eh Ibu. Maaf Devan tidak melihat Ibu ada disini." Ucap Devan merasa bersalah sambil mencium tangan Bu Ambar penuh takzim dan diikuti dengan Raline.

"Hmm itu karena kamu terlalu asyik sendiri." Ujar Bu Ambar dengan cemberut.

"Ah maafkan Devan Bu. Ibu apa kabarnya?" Tanya Devan.

"Baru ingat kamu sama Ibu! Kenapa baru menanyakan kabar Ibu heh?" Bu Ambar bicara penuh dengan penekanan.

"Maafkan Devan Bu. Jangan merajuk. Devan punya sesuatu untuk Ibu." Devan memberikan satu set perhiasan untuk Ibunya. "Itu yang memilihkan menantu Ibu yang cantik ini loh." Lanjut Devan.

"Hngg~ " Bu Ambar hanya mencebik. Dia masih belum bisa menerima kehadiran Raline.

"Jangan seperti itu Bu, kasihan Raline. Dia kan sekarang sudah menjadi putri Ibu juga." Jelas Devan dengan penuh kelembutan. "Dia juga sudah mau memberikan hadiah untuk Ibu loo."

"Terima kasih ya Nak Raline." Ucap Bu Ambar dengan penuh keterpaksaan. 'Kalau bukan karena Devan, tak sudi aku bilang makasih sama tuh perempuan.' Ucap Bu Ambar dalam hati.

Raline hanya membalas dengan senyuman. "Mas, aku ke kamar dulu ya. Permisi Bu." Pamit Raline pada Devan dan Ibunya. Dia lelah dan ingin beristirahat. Apalagi saat melihat mimik wajah Bu Ambar yang tidak bersahabat dengannya. Lebih baik Raline menghindar.

"Istrimu itu kenapa sepertinya tidak suka sama Ibu Dev?" Tanya Bu Ambar setelah Raline sudah tidak terlihat lagi.

"Mungkin cuma perasaan Ibu saja. Delia kemana Bu?"

"Delia tadi pergi sama Rizal, katanya mau ke pabrik. Disana katanya ada demo para buruh."

"Lho kok tidak ada yang memberitahu Devan?"

"Ya mana Ibu tahu. Wong kamu pergi juga tidak ada yang tahu. Makanya kalau pergi itu bilang, jadi kalau ada apa-apa disini kan Ibu atau yang lainnya bisa menghubungi kamu." Omel Bu Ambar.

"Iya maaf, Devan salah. Trus sekarang bagaimana keadaan di pabrik Bu?"

"Pabrik biar jadi urusan Delia dan Rizal. Biarkan mereka belajar menyelesaikan masalah yang ada di pabrik." Ucap Bu Ambar. "Lagian kan pabrik juga bukan tanggung jawabmu."

"Baiklah. Kalau begitu Devan ke kamar dulu ya Bu."

Setelahnya Devan pun berlalu ke kamar guna menyusul Raline. Perbincangan dengan Ibunya barusan membuat Devan pusing. Dia sadar bahwa pabrik bukanlah tanggung jawabnya. Namun, almarhum Bapaknya pernah berpesan untuk tetap mengawasi pabrik. Sebab, almarhum Bapaknya kurang percaya jika pabrik dipegang oleh kedua adiknya.

Memang bukan tanpa sebab, karena baik Delia maupun Rizal selama ini hanya tahu bersenang-senang dan menghabiskan uang. Devan khawatir jika pabrik benar-benar mereka pegang, maka kerugian yang ditanggung akan dipastikan tidak dapat dikendalikan.

"Sudahlah, pabrik kan memang sudah menjadi hak mereka. Jika terjadi sesuatu aku tidak bisa berbuat apa-apa." Gumam Devan sepanjang jalan menuju kamarnya.

Setelah masuk ke dalam kamar, dilihatnya Raline tengah membongkar koper mereka. Mendengar ada yang masuk, membuat Raline mengalihkan pandangannya. Raline tersenyum manis setelah tahu bahwa Devan lah yang masuk.

"Katanya mau istirahat heum?"

"Tak jadi. Aku hanya merasa tidak enak pada Ibu."

"Duduklah..!!" Perintah Devan pada Raline sambil menepuk tepi ranjang.

Melihat itu, membuat pipi Raline bersemu. Dia justru teringat malam pertamanya dengan Devan waktu di kota Alpa kemarin.

"Kemarilah Sayang ~ " Devan pun mengulang memanggil Raline dengan penuh rasa sayang.

"Me-mangnya mau ngapain?" Raline bertanya dengan polosnya.

Mendapat pertanyaan dari Raline, membuat Devan tertawa pelan. "Memangnya kamu berharap ngapain?" Goda Devan dengan menaik-turunkan alisnya.

"A-aku mau ke kamar mandi dulu. Mau mandi. Iya mau mandi" Ucap Raline seperti orang linglung.

Raline pun langsung melarikan diri menuju kamar mandi. Setelah masuk, tak lupa dia mengunci pintunya. "Apa yang akan dia lakukan padaku?" Gumamnya sambil memegangi dadanya. "Kenapa detak jantungku berdebar kencang ya?" Raline masih dengan pemikirannya. Di dalam yang dilakukan Raline hanya diam sambil memikirkan apa yang akan dia lakukan, kalau-kalau Devan meminta haknya lagi.

Sementara diluar, Devan terlihat panik, sebab sudah hampir dua puluh menit tidak terdengar apapun dari dalam kamar mandi.

Tokk!! Tokk!!

Devan pun mengetuk pintu dengan tidak sabaran. "Sayang, kamu sedang apa di dalam?" Panggil Devan. "Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya lagi.

Mendengar suara pintu diketuk membuat Raline terlonjak kaget dan dia langsung merasa panik. "Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" Gumamnya sambil berjalan mondar-mandir. "Ah, iya sebentar lagi aku akan keluar." Sahut Raline sedikit berteriak.

Mendengar sahutan dari dalam seketika membuat Devan bernafas lega. "Syukurlah, aku pikir kamu kenapa-napa. Segeralah keluar, kita makan siang dulu." Ucap Devan kemudian.

Ceklek!

Raline keluar dengan masih memakai pakaian yang dia kenakan saat masuk tadi, membuat kedua alis Devan saling bertaut. "Lho katanya mandi, kenapa tidak ganti baju?" Tanya Devan.

"Oh itu, baju gantiku ketinggalan." Ucap Raline. Dia pun segera mengambil pakaian ganti lalu masuk kembali ke dalam kamar mandi.

Devan hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Raline yang menurutnya sangatlah menggemaskan itu. "Ada-ada saja."

☘️☘️☘️

Setelah terjadi sedikit drama di dalam kamar mandi tadi. Keduanya kini sedang menikmati makan siang dengan Bu Ambar tentunya.

"Oiya Dev, Ibu minta uang boleh?" Tanya Bu Ambar pelan, takutnya Devan tidak akan memberinya uang. Sebab, belum ada seminggu Devan sudah memberi Bu Ambar uang sebesar lima juta rupiah, namun kini sudah meminta lagi.

"Berapa Bu?" Tanya Devan membuat wajah Bu Ambar seketika langsung ceria.

"Lima juta saja. Ibu mau pergi arisan." Ucap Bu Ambar pelan.

"Memangnya, uang yang seminggu lalu Devan berikan sudah habis Bu?" Benarkan, pasti Devan akan menanyakan uang itu.

"Ya kalau Ibu minta lagi berarti kan sudah habis. Kamu mau memberi atau tidak sih sebenarnya? Masa iya uang seminggu lalu ditanyakan lagi." Bukannya berkata manis agar diberi uang oleh Devan, Bu Ambar malah berkata sedikit sengit.

"Baiklah Bu, nanti Devan transfer."

"Sekarang saja Dev. Soalnya setelah ini Ibu mau pergi."

"Oh, baiklah. Sebentar Devan ambil HP dulu."

Devan pun berlalu menuju kamarnya guna mengambil HP-nya.

"Heh perempuan si*alan, enak ya kamu bersenang-senang dan menikmati uang anakku. Pakai pelet apa kamu sampai-sampai Devan begitu perhatian padamu hah?" Maki Bu Ambar saat Devan sudah tidak terlihat lagi.

"Maksud Ibu apa?" Tanya Raline sopan. Dirinya benar-benar tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Ibu mertuanya itu. "Saya benar-benar tidak paham apa maksud Ibu!"

"Jangan sok polos deh. Aku tahu perempuan kaya kamu itu gimana. Jangan harap bisa menikmati harta anakku ya." Ancam Bu Ambar penuh penekanan.

Yang diancam hanya bisa diam. Raline sendiri bingung dengan ucapan Ibu mertuanya itu. Dia tidak merasa melakukan apa yang dikatakan Ibu mertuanya. Kenapa bisa Ibu mertuanya bicara seperti itu?

Tak lama setelah percakapan antara Bu Ambar dan Raline barusan, Devan pun muncul dengan membawa HP-nya.

"Sudah aku transfer Bu. Devan mohon mulai saat ini Ibu harus bisa sedikit berhemat. Karena tidak selamanya kita berada di atas terus."

"Kamu ini, niat gak ngasih Ibu! Malah ceramah." Omel Bu Ambar lagi. "Sudah Ibu pergi dulu. Kalian lanjutkan makannya."

"Sayang~ Besok aku harus bekerja lagi. Tidak apa-apa kan kalau kamu aku tinggal sendiri di rumah?" Tanya Devan.

"Memangnya kenapa Dev? Kan ada Ibu dan Delia."

"Tidak apa-apa. Aku hanya takut Rizal akan mengganggumu lagi."

Rupanya Devan sedang mencemaskan Raline. "Bagaimana kalau kamu ikut saja?"

"Maksudnya ikut kamu kerja?" Tanya Raline memastikan.

Devan pun menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Raline.

"Jangan ngaco kamu Dev. Memang tidak takut dimarahin bos kamu apa?"

Devan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Tenang saja. Nanti kan kamu bisa menungguku di ruanganku." Terang Devan.

Begitulah pemikiran Raline saat ini. Sebab waktu Ayahnya menjodohkan dirinya, kata Ayahnya Devan itu pegawainya berarti kan masih ada atasannya lagi yang berada diatas Ayahnya. Masa iya pegawai seperti Devan juga mempunyai ruangan sendiri? Sebenarnya, apa pekerjaan Devan yang sebenarnya? Kenapa juga disaat Ibunya meminta uang langsung dia kasih tanpa berfikir panjang. Kalau dia hanya pegawai biasa tidak mungkin bisa mengajaknya jalan-jalan keluar negeri.

Ayahnya yang mempunyai jabatan manager saja belum tentu bisa mengajak dia dan Bundanya jalan-jalan. Bukan pekara uang, masalahnya ijinnya itu yang sulit. Sedang Devan begitu mudahnya mengajak Raline jalan-jalan selama tiga hari. Sebenarnya siapa sosok Devan yang sesungguhnya? Benarkah dia hanya seorang pegawai biasa?

🌼🌼🌼🌼🌼

Mohon maaf ya kak kalau update nya molor. Untuk bab selanjutnya author usahakan bisa update minimal satu bab perhari ya.

Mohon dukungannya ya kakak2 semua. Terima kasih. Salam kenal dari bumi reog Ponorogo #Deep Bow#

Episodes
1 Awal Perpisahan
2 Kepergian Alan
3 Melamar
4 4. Pernikahan
5 Awal Kehidupan Raline yang Baru
6 Pergi Berlibur
7 Perlakuan Manis Devan
8 Kota Penuh Kenangan
9 Bab 9. Bab Sembilan
10 Bab Sepuluh
11 Perasaan Raline
12 Rencana Bu Ambar
13 Fitnah
14 Hari Pertama Devan di Ibukota
15 Hari ke Dua Devan di Ibukota
16 Kejutan dari Devan
17 Berkunjung ke Rumah Pramudya
18 Masa Lalu dan Masa Depan
19 Rencana Bu Ambar #2
20 Kembali Bekerja
21 Lima Tahun
22 Cek Ke Dokter
23 Kabar Gembira
24 Kerja Sama
25 Gara-gara Pasta
26 Pertemuan Pertama
27 Raline Menghilang
28 Kesedihan Yang Dialami Keluarga Pramudya
29 Kisah Saat Devan Kecil
30 Saling Mengisi Satu Sama Lain
31 Periksa Kandungan
32 Rencana Alan
33 Bab Tiga Puluh Tiga
34 Cek Kandungan Lagi
35 Dari Perut Naik Ke Hati
36 Tiga Bulanan
37 Pesta
38 Extra Part
39 Extra Part II
40 Season 2 atau selesai disini?
41 Season 2. Sang Putra Mahkota
42 Cemburu Yang Berlebihan
43 Rahasia Syifa
44 Drama Makan Malam
45 Mulai Membandingkan
46 Teka-teki Syifa
47 Tentang Syifa
48 Kecurigaan Dea
49 Kekhawatiran Halin
50 Terombang-ambing
51 Enggan Putus
52 Mulai Goyah
53 Ternyata... Hanya Sampai Disini Saja
54 Seharusnya....
55 Masih Bersedih
56 Satu Minggu Berlalu
57 Keputusan Halin
58 Keberangkatan Halin
59 University of Amsterdam
60 Devan Tiba di Ibukota
61 Mencari Jejak Halin
62 Kepulangan Dea
63 Kehidupan Halin di Belanda
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Awal Perpisahan
2
Kepergian Alan
3
Melamar
4
4. Pernikahan
5
Awal Kehidupan Raline yang Baru
6
Pergi Berlibur
7
Perlakuan Manis Devan
8
Kota Penuh Kenangan
9
Bab 9. Bab Sembilan
10
Bab Sepuluh
11
Perasaan Raline
12
Rencana Bu Ambar
13
Fitnah
14
Hari Pertama Devan di Ibukota
15
Hari ke Dua Devan di Ibukota
16
Kejutan dari Devan
17
Berkunjung ke Rumah Pramudya
18
Masa Lalu dan Masa Depan
19
Rencana Bu Ambar #2
20
Kembali Bekerja
21
Lima Tahun
22
Cek Ke Dokter
23
Kabar Gembira
24
Kerja Sama
25
Gara-gara Pasta
26
Pertemuan Pertama
27
Raline Menghilang
28
Kesedihan Yang Dialami Keluarga Pramudya
29
Kisah Saat Devan Kecil
30
Saling Mengisi Satu Sama Lain
31
Periksa Kandungan
32
Rencana Alan
33
Bab Tiga Puluh Tiga
34
Cek Kandungan Lagi
35
Dari Perut Naik Ke Hati
36
Tiga Bulanan
37
Pesta
38
Extra Part
39
Extra Part II
40
Season 2 atau selesai disini?
41
Season 2. Sang Putra Mahkota
42
Cemburu Yang Berlebihan
43
Rahasia Syifa
44
Drama Makan Malam
45
Mulai Membandingkan
46
Teka-teki Syifa
47
Tentang Syifa
48
Kecurigaan Dea
49
Kekhawatiran Halin
50
Terombang-ambing
51
Enggan Putus
52
Mulai Goyah
53
Ternyata... Hanya Sampai Disini Saja
54
Seharusnya....
55
Masih Bersedih
56
Satu Minggu Berlalu
57
Keputusan Halin
58
Keberangkatan Halin
59
University of Amsterdam
60
Devan Tiba di Ibukota
61
Mencari Jejak Halin
62
Kepulangan Dea
63
Kehidupan Halin di Belanda

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!