Damar berjalan menuju kantor atasannya. Hari ini dia dipanggil oleh pak Hamdani, katanya ada hal yang ingin disampaikannya.
Tadi pagi dia datang, mas Rio bilang pak Hamdani berpesan agar Damar menemuinya.
Tok..tok..tok..
Damar mengetuk pintu ruangan Kabid, yang merupakan atasannya.
Damar pun masuk ke dalam ruangan setelah ada perintah masuk dari arah dalam.
"Permisi, pak. Bapak manggil saya?" tanya Damar pada lelaki yang sedang duduk di kursi kebesarannya.
"Duduk dulu, Mar." perintah pak Dani dan menunjuk kursi yang ada di depannya.
"Ini, silahkan dibuka dan kamu baca." Pak Dani menyerahkan sebuah amplop berlogo kantor dinasnya.
Damar membuka amplop itu dengan rasa penasaran. Namun betapa terkejutnya Damar ketika melihat isi surat tersebut.
"Apa maksudnya ini, pak?" tanya Damar pada lelaki yang bernama lengkap Hamdani itu.
"Surat mutasi kamu. Kamu akan dipindahkan ke desa Timur. Pegawai di kantor sana ada yang pensiun, jadi mereka kekurangan staf." kata Pak Dani dengan santainya.
"Tapi kenapa saya pak? Kan banyak staf lain yang bisa dimutasi ke sana, terutama yang masih bujang. Kalau saya pindah ke sana, kasian keluarga saya pak. Mohon pertimbangkan kembali pak." pinta Damar pada atasannya.
"Kenapa kamu gak mau? Toh, sebentar lagi kamu juga akan bercerai. Gak ada masalah kan kalau kamu pindah ke sana. Surat itu sudah di tanda tangani kepala dinas. Kamu gak bisa nolak lagi." kata lelaki berusia lima puluh tahunan itu dengan nada mengejek.
Damar terdiam, dia baru teringat jika lelaki yang merupakan atasannya ini adalah saudara ibu mertuanya, paman kandung Rasita.
"Saya gak akan menceraikan Rasita, pak. Saya tidak mau berpisah dengan anak-anak saya." Kata Damar dengan tegas
"Kamu gak bisa buat apa-apa. Rasita nya udah gak mau sama kamu lagi, kok dipaksa. Lagi pula prosesnya sudah berjalan. Kamu tinggal terima beres saja." kata Pak Dani seraya mengejek Damar dengan senyuman sinis nya.
"Sudah, silahkan keluar dan bereskan barang-barangmu. Lusa kamu sudah harus berangkat ke sana." kata pak Dani sambil mengibaskan tangannya seolah mengusir Damar dari ruangan itu.
Damar pun segera keluar dari ruangan itu dengan tatapan kemarahan.
Namun, Damar tak mau membuat keributan di kantor ini. Apalagi sampai merusak integritasnya sebagai ASN.
Diliriknya papan nama di atas ruangan itu, nama seorang lelaki paruh baya dan memiliki posisi penting di kantornya.
Posisi yang didapatkannya karena kekuasaan kakak iparnya sebelum pensiun dan meninggal dunia.
Mertua Damar dahulunya adalah kepala dinas di instansinya. Lelaki yang terlihat wibawa dan bersih justru banyak 'bermain belakang'.
Damar pernah diajak untuk bersekongkol dalam pengadaan sarana prasarana kantor.
Namun, ditolak oleh Damar dan sejak itulah hubungannya dengan mertua dan keluarganya merenggang.
Damar dianggap sok suci dan pengkhianat yang tak tau terima kasih.
Padahal selama ini Damar tak pernah meminta apapun pada mertuanya ataupun pak Dani.
Damar menghidupi keluarganya dengan gajinya sebagai ASN. Dan tinggal di rumah yang memang sudah Damar beli saat ayah angkatnya masih hidup. Dan saat itu Damar belum menikah bahkan belum mengenal Rasita.
Ayah angkat Damar, pak Yudha adalah orang yang baik dan selalu rendah hati. Begitu pula anak menantunya, Alisa dan Sean.
Mereka adalah orang terkenal dan kaya raya bahkan melebihi keluarga Rasita. Namun tak pernah sekalipun mereka menyombongkan diri ataupun meremehkan orang lain.
"Cih, bang*at." maki Damar dengan suara lirih.
Dia pun berjalan ke arah meja kerjanya dan membereskan semua barang-barangnya. Toh, tak ada yang bisa dia lakukan sekarang.
Surat Keputusan itu sudah ditandatangani oleh kepala dinas dan sudah berada di tangannya sekarang.
Damar hanya berdoa dalam hatinya, agar dia selalu kuat menghadapi semua masalah yang menimpanya.
Lelaki yang akan berusia tiga puluh tahun bulan depan itu sungguh tak menyangka jika akan meninggalkan kantor yang sudah menjadi tempatnya bekerja dari pertama kali dia menjadi ASN.
Apalagi mutasinya bukan karena kenaikan jabatan dan Damar sangat yakin jika ini ada hubungannya dengan istrinya yang meminta cerai.
Damar berjalan menuju mejanya, dia melihat beberapa teman sejawatnya tiba-tiba saja bubar padahal tadi Damar sempat melihat mereka berkumpul di meja mas Rio.
Sudah pasti mereka menanyakan kenapa Damar dipanggil ke ruang pak Hamdani dengan tiba-tiba.
Dia ingat saat baru-baru saja pak Suganda, mertuanya menjabat menjadi kepala dinas di tempatnya.
Lelaki itu merombak semuanya, orang-orang yang menurut Damar kompeten justru dilepaskan dari jabatannya.
Dan orang-orang yang menggantikannya masih memiliki hubungan dengan mertuanya itu.
Entah keluarga atau kolega yang berhubungan baik dengannya.
Dulu almarhum mertuanya lah yang membujuk Damar untuk menikah dengan Rasita yang saat itu masih tinggal di Jakarta.
Pak Suganda mengenalkan dan sedikit memaksa Damar menikah dengan Rasita. Damar bahkan sempat menentang Mbak Li dan Mbak Las saat itu karena mereka tak setuju Damar menikah dengan Rasita.
Entah racun apa yang diberikan oleh mertuanya sehingga dia bisa melakukan hal itu. Dan jika diingat-ingat Damar sangat malu pada mereka.
Namun sikap mertuanya berubah setelah dua bulan dia menikah. Mertuanya yang awalnya welcome dengannya justru berubah menjadi banyak menuntut dan senang merendahkan Damar.
Ditambah lagi sindiran-sindiran yang dilontarkan mereka, membuat Damar sendiri bingung apa kesalahannya pada mertuanya itu.
Apa karena Damar tak mau diajak bekerja sama memanipulasi pengeluaran belanja kantor.
Toh, Damar tak pernah mengatakan pada siapapun tentang manipulasi itu walaupun dia tak pernah mau ikut-ikutan dengan mertua dan paman istrinya.
"Mas Damar, beneran mas bakalan mutasi?" tanya Bu Nia. Wanita bertubuh tambun itu adalah teman seangkatan Damar. Mereka sama-sama mendapatkan SK di saat bersamaan.
"Iya Bu. Ke desa Timur." kata Damar dengan lesu.
"Ya ampun, di sana akses jalannya susah buat ditempuh mas. Mana listriknya juga belum ada." kata Bu Nia, terlihat ibu satu anak itu menahan tangis.
"Gak apa-apa lah, Bu. Udah ditandatangani pak Kadis juga." kata Damar memaksakan senyum sambil melambaikan amplop berisi surat keputusan mutasinya.
"Kok mendadak begitu sih, Mar? Gak bisa gitu dong. Orang kamu itu kerjanya kompeten, cepat lagi." kata Bang Husni, lelaki itu adalah teman lemburnya Damar. Bang Husni lebih cocok bekerja dengan Damar tentunya akan merasa kehilangan.
"Gak apa-apa, bang. Namanya juga ASN bersedia ditempatkan di mana saja." kata Damar sambil terkekeh.
"Sabar ya, Mar." kata Pak Arif, lelaki yang tiga tahun lagi akan pensiun itu menepuk pundak Damar memberikan semangat.
"Iya pak, Insyaallah. Mohon doanya saja pak, siapa tau saya di sana malah lebih sukses." kata Damar setengah bercanda.
"Amiiiin." kata kedua orang itu juga beberapa temannya yang lain.
Namun Damar sempat melihat sekilas ada satu wajah yang menunjukkan senyum mengejeknya. Seolah-olah Damar sudah kalah. Dia adalah mas Rio, yang sebenarnya adalah junior Damar. Namun karena usia Rio di atas Damar, maka Damar tetap memanggilnya Mas untuk menghormati orang yang lebih tua.
'Ck, rupanya ada yang bahagia aku dimutasi selain keluarga Rasita.' batin Damar.
Dan hari itu, teman-teman kantor Damar membuat acara perpisahan kecil-kecilan untuk Damar walaupun tak ada pak Hamdani yang ikut serta.
Tapi mereka tak perduli. Toh, acaranya setelah pulang jam kantor.
######
Halo semuanya, bantu semangatin author ya mohon like nya🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Susi Akbarini
waahhhh...
begitulah kalo ada yg gak tulus...
malah ngejek teman yg kena musibah
2024-03-28
4