Batal ke jepang

''Apa Sih kerjamu, masak saja nyuruh suami,'' celetuk iparku yang tiba-tiba masuk dalam rumah tanpa permisi.

Rumah ipar di perumahan elit pondok elite golf tepat berada di depan gang perumahan ku. Entah sudah menjadi kebiasaan atau bagaimana, kalau masuk rumah selalu asal nyelonong tanpa permisi.

Revita hanya diam, tidak menanggapi sedikitpun perkataan iparnya. Ia tau kalau suaminya pasti mengadu disana semua pada kakaknya. Karena Revita tau, kalau di jawab urusannya akan tambah panjang. Jelas dia akan membela adiknya, tidak dijawab aja nanti dia bakal ngomong terus apalagi Revita menyahut. Revita juga berharap agar iparnya cepat-cepat pulang, karena ia belum menyelesaikan semua pekerjaan rumah.

Revita belum terbiasa dalam menguasai pekerjaan rumah. Entah kenapa tiba-tiba pembantu dirumahnya mengundurkan diri. Sehingga ia kerepotan mengurus semua sendiri. Kalau ada iparnya disini tidak akan selesai, karena dia akan selalu protes setiap pekerjaan yang dilakukan Revita yang bisa membuat suasana hati Revita semakin buruk.

Tapi Revita adalah orang yang selalu ingin belajar dalam hal apapun. Dirinya tidak mau diremehkan dalam hal apapun, apapun kritikan orang selalu ia terima dan pakai asal baik.

''Heh ... baru nyuci piring saja kamu nggak bisa. Ngabisin sabun dan air saja kamu kalau itu Rev,''.

Revita tidak menanggapi kakaknya yang masih mengawasi pekerjaannya. Baginya tidak terlalu penting untuk diikuti hanya karena kesalahan cuci piring, intinya piring bersih tidak bau sabun. Bukan ini saja yang mau dikerjakan, masih banyak tugas menunggu lainnya.

''Kamu bersihkan dulu pake air itu tempat atau piring yang masih ada sisa makanan sama yang berminyak itu, baru kamu pakaikan sabun,'' celetuknya lagi.

''Nanti lain kali Revita pakai petunjuk yang kakak kasih tadi, kalau sekarang Revita harus cepat selesaikan mumpung Derry masih pagi,'' jawab ketus Revita sambil menata piring yang sudah selesai ia cuci.

''Heleh, alasan saja. Enak kali ya jadi kamu, nggak ada kerjaan cuma dirumah aja. Tidak kaya kakak yang harus mengurus bisnis online,'' sindirnya pada Revita.

''Biar kakak wanita karir, tapi kakak tau urus pekerjaan dapur dan rumah.''

Revita membuang nafas kasar mendengar penuturan kakaknya barusan. Memang Revita tidak ada pekerjaan yang bisa menghasilkan uang. Tapi apa yang ia lihat tadi bukan suatu pekerjaan, ya pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya namun dianggap sepele.

Kakaknya memang memiliki toko fashion yang sudah ia geluti selama bertahun-tahun. Sekarang sudah jaman digital dan online yang sudah ramai dikalangan masyarakat, jadi marketing kakak ipar juga sudah melalui online beberapa tahun terakhir ini.

''Kalau Revita kerja nanti kakak akan tersaingi, apa Kak Melly nggak takut kalau perusahaan mas Abi Revita semua yang handel,'' sungut Revita dengan kesal, dari tadi seolah-olah mencari kesalahan pada Revita.

''Alasan saja kamu Rev! Nggak malu apa cuma numpang tidur.''

Revita melongo dengan mulut sedikit terbuka mendengar penuturan kakaknya barusan. Kurang apa adiknya, ia sangat tau kekayaan suaminya. Soal harta tidak kekurangan sama sekali, bahkan lebih. Secara suaminya adalah pengusaha muda yang sukses. Tapi kakak iparnya masih mempermasalahkan Revita yang tidak kerja. Bukan Revita tidak mau kerja atau hanya menikmati harta dari suaminya, dulu pas baru menikah suaminya sendiri yang melarang Revita buat kerja.

''Maaf kak, Revita tinggal menjemur baju.'' ia langsung pergi meninggalkan kakaknya begitu saja.

Revita benar-benar sakit hati atas ucapannya, ini bukan pertama kali. Tapi sudah sering kali Revita mendapatkan hal seperti itu, namun selama ini ia selalu diam.

''Ma, Pa, Revita disini tidak bahagia. Inikah yang mama maksud kebahagiaan Revita? Tidak Ma, bukan harta kerana Revita bahagia.'' Lirihnya dalam hati, ia menjemur baju sambil menangis.

Masih teringat perkataan kakaknya tadi, yang selalu dianggap hidup numpang disini.

Bukankah kita melihat seseorang itu bukan kerana hartanya, jabatannya, ataupun pekerjaannya. Itu semua hanya titipan yang sewaktu-sewaktu akan diambil. Jangan bangga dan jangan pongah dengan semua itu, kebaikan dan belas kasihan orang lah yang nanti akan kamu cari jika suatu saat itu semua diambil oleh sang Khalik.

****

Kelontang.... Tarrr...

Suara panci yang dilempar kemudian jatuh yang membuat bunyi seperti itu. Membuat wanita cantik itu terbangun dari tidurnya saat mendengar suara ricuh di dapur.

Saat ia hendak turun dari kasur, laki-laki itu sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

''Kenapa tidak ada makanan, kamu dirumah ngapain aja,'' sambil berkacak pinggang dan mata melotot menandakan suami Revita telah marah.

''Revita ca..capek mas, tadi seharian perut Revita mual terus,'' ucap Revita membuat alasan.

Memang sedari tadi ia merasa lemas, apalagi mencium bau bumbu masakan. Entah kenapa ia mengalami seperti ini.

Revita memang tidak mengambil pembantu lagi setelah sebulan ini ART yang kerja dirumahnya mengundurkan diri. Ia mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, kecuali bersih-bersih. Setiap seminggu 3 kali ada tukang bersih yang datang kerumah untuk membersihkan rumahnya, untuk pekerjaan yang lain dia semua yang pegang.

''Mas kan sudah suruh cari pembantu ya cari pembantu, kalau begini siapa yang susah. Orang pulang kerja belum ada makanan,'' gertaknya lagi.

''Mas mandi dulu biar Revita masakan, kebetulan Revita sudah agak enakan.''

Tanpa menjawab suami Revita pun langsung nyelonong saja masuk kamar mandi. Revita pun keluar untuk masak.

Suami Revita memang tidak suka membeli makanan diluar, entah karena kebiasaan atau alasan apa, ia lebih suka masakan dirumah. Ia makan diluar kalau hanya ada acara pertemuan di restauran atau acara pesta.

Baru saja ia mengiris bumbu perutnya terasa di aduk-aduk. Ia segera mengambil masker dan juga kapas yang di kasih kulit jeruk. Agar aroma masakan yang ia masak tidak menguar begitu saja ke hidungnya.

Bergegas ia selesaikan masaknya, dan buru-buru mencuci tangan untuk memanggil suaminya.

Saat membuka pintu, ia mendapati suaminya senyum-senyum sendiri dengan layar ponselnya.

''Mas, Revita sudah masak.''

''Ya,'' sahutnya cuek, lalu kembali lagi dengan ponselnya dan tidak segera makan.

Revita hanya menghela nafas kasar, selalu seperti itu setiap hari yang ia hadapi.

Batin Revita ingin rasanya berteriak. Dia mengabdikan diri sebagai istri seutuhnya tanpa melibatkan pembantu lagi agar dirinya mendapatkan nilai plus didepan suaminya. Atau setidaknya mendapatkan pujian atas usahanya. Walau banyak diluar sana orang-orang kaya yang pada mengunakan jasa ART. Tapi tidak dengan Revita, walau ia tidak ada pengalaman apapun dengan pekerjaan rumah, namun ia mau belajar.

Ia ingin bisa memasakan suaminya sendiri, mencucikan baju suaminya, melayani suaminya, bahkan saat punya anak nanti ia tak mau mempercayakan pada orang lain, ia ingin mendampingi anak nya tumbuh kembang tanpa melibatkan orang lain. Baginya masa-masa ini nanti tidak akan bisa ia ulang saat anaknya sudah beranjak dewasa.

''Setidaknya hargai Revita masak mas,'' sengit Revita yang sudah merasa tidak bisa menahan amarah.

Ia keluar begitu saja tanpa menawarkan makanan nya yang sudah ia siapkan. Sebenarnya ia juga lapar, dari siang belum ada makanan masuk. Namun amarah nya saat ini membuatnya ia tidak lagi lapar.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!