Awal pengenalan Revita dan Anggara

 Sesampai di taman mereka berdua turun dari motor dan jalan masuk, mereka memilih Padang rumput yang luas. Tempat ini terbiasa mereka gunakan untuk melihat gemerlap bintang malam. Ditempat ini memang cahaya lampu sedikit redup, jadi jika dipakai melihat bintang akan sengat indah dan terlihat terang.

Mereka duduk berdua bersebelahan, Revita menyandarkan kepalanya pada bahu Anggar. Mereka masih asyik merenung dan fokus pada lamunan masing-masing. Hingga akhirnya Anggar membuka suara.

''Raih lah mimpimu dek, mas akan tetap menunggu mu di sini sampai kau pulang dari negeri sakura itu.''

''Itu masih lama mas, Revita belum memikirkan. Revita baru mau masuk semester lima.''

''Persiapan itu perlu dek, jangan terlalu santai.''

Revita tidak menanggapi apa yang dikatakan Anggar, dia hanya diam dan mengeratkan kedua tangannya di lengan Anggar seolah-olah enggan melepaskan Anggar menjauh.

''Ya Tuhan! Andai tidak ada pilihan dalam hidupku yang sangat berat ini, akulah orang paling bahagia tuhan, akulah orang paling sempurna hidupku. Ujianmu sungguh berat ku pikul, sungguh berat ku arungi.'' batin Revita.

Meninggalkan orang yang tidak salah apa-apa, menyakiti orang yang baik. Terpaksa nanti ia lakukan, demi orang tua yang menuntutnya. Tidak bisa memilih keduanya, keduanya yang sangat berati di hidup Revita.

Anggar masih membiarkan Revita mendiamkan diri, ia ingin wanitanya itu merasa nyaman dan tenang disisinya. Saat ini yang Revita butuhkan bukan nasihat, tapi sandaran kekuatan dirinya. Anggar tahu betul dengan sikap Revita, jika ia sudah banyak diam seperti ini sedang tidak enak hatinya.

Entah karena Anggar atau gara-gara hal lain, Anggar masih enggan menanyakan. Karena percuma menanyakan pada Revita, kalau dia sendiri mau cerita tanpa diminta dia akan bilang. Tidak pernah ada yang ditutupi apapun itu dari Anggar.

Anggar melepaskan lengannya dari rengkuhan Revita dengan sangat hati-hati dan merengkuh kepala Revita pada dada bidangnya. Ini kedua kali Anggara lakukan, tidak ingin berniat apapun. Hanya ingin memberi kenyamanan pada wanita yang amat dicintai itu.

Anggar seolah tahu dan merasakan apa yang dirasakan Revita, seolah kelak mereka akan berpisah dan Revita akan menjauh. Namun Anggar segera menampik perasaan itu, ia tak ingin prasangka buruknya itu akan menghantui langkahnya. Bagaimanapun ia belum bisa dan tak rela kalau berpisah dengan Revita. Anggar tak pernah membayangkan kalau hidupnya tanpa ada Revita. Yang hari - hari menghiasi harinya dan sebagai penyemangat nya.

Revita yang merasa sangat amat nyaman pada pelukan itu, aroma maskulin yang menguar dari tubuh Anggar yang telah memberikan ketenangan saat ini.

Hingga akhirnya malam semakin larut, Anggar tidak mau wanitanya sakit karena angin malam. Sehingga Anggar memutuskan mengajak pulang Revita, Revita masih enggan pisah dengan Anggar. Namun ia paksa akhirnya mau tidak mau Revita pun bergegas mengikuti perkataan Anggar.

Anggara bangkit dari duduknya dan membatu Revita berdiri. Kemudian mereka berdua jalan menuju dimana tadi motor Anggara diparkir. Anggara yang melihat wanita dibelakangnya yang jalan amat lambat, akhirnya ia menggenggam tangannya dan menariknya jalan lebih sejajar dengannya.

Hari sudah masuk tengah malam saat mereka sampai di kosan Revita, akhirnya Anggar pamit pulang langsung setelah memastikan Revita masuk didalam kosannya.

***

Esok paginya Anggar sudah rapi dengan pakaian kantornya, dengan dasi dan kemeja putih yang membentuk postur tubuhnya yang indah. Membuat penampilannya semakin gagah dengan tubuh yang tinggi tegap. Siapa sangka Anggar hanya anak seorang petani, di setiap penampilan Anggar yang selalu rapi sehingga banyak yang mengira Anggar adalah seorang anak orang kaya.

Orang tua Anggar adalah seorang petani sukses dikampung nya. Banyak warga kampung yang bekerja pada orang tua Anggar, namun Anggar tidak mau meneruskan usaha orangtuanya. Anggar memutuskan sekolah dan kuliah di ibukota Jawa Tengah itu dan menggapai mimpinya. Padahal Anggar harapan satu-satunya orang tuanya untuk bisa meneruskan usahanya, karena Anggar anak tunggal. Namun keputusan anggar yang mengharuskan orang tua Anggar rela anaknya melanjutkan sekolah yang lebih tinggi dan tidak keberatan dengan keputusan anaknya itu. Orang tua Anggar hanya menginginkan yang terbaik untuk anak semata wayangnya.

 Sudah sejak sekolah menengah ke atas Anggar sudah sekolah di ibu kota, karena prestasi Anggar sehingga ia dengan mudah masuk jadi siswa di salah satu sekolah unggulan terbaik di ibu kota. Sekolah yang dulu sama tempat sekolah Revita dulu. Saat itu Revita jadi murid baru disekolah Anggar, dan Anggar sudah memasuki kelas tiga.

Jadi dari sanalah cerita cinta mereka dimulai!!

Waktu itu Anggar masih menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya, dan Revita adalah murid baru yang sedang menjalani masa orientasi siswa. Anggar adalah ketua OSIS yang tegas dan memiliki sikap yang dingin, namun di sikapnya yang seperti itu Anggar juga memiliki sisi baik dan kewibawaan nya yang membuat setiap anggota OSIS sangat menyukai pimpinan nya itu.

Saat itu ia memberi sambutan pada semua siswa baru yang ada disekolah saat itu, saat ia naik memberi sambutan. Semua anak perempuan yang berbaris di lapangan bersorak dan tidak sedikit yang memuji ke ketampanan ketua OSIS nya.

''Wah.. sudah ganteng, pintar pula,'' celetuk Nessa salah seorang perempuan yang ada dibarisan depan Revita.

Semua perempuan yang ada dibarisan Revita pada ngomongin Anggar, Revita hanya nyengir saja karena dirinya merasa kepanasan. Ini sudah hari terakhir masa orientasi, namun Anggar baru muncul. Katanya ia baru pulang dari Olimpiade matematika.

''Kayaknya idaman disekolah ini deh,'' sahut Vena.

''Tapi kalau sudah ada yang punya, pupus sudah harapan kita,'' sambung Nessa lagi.

''Eh... jangan menghayal terlalu tinggi, belum tentu dia mau sama elo,'' cibir Ellia.

''Hahaha,'' sorak yang lain menertawakan.

''Eh memang kemana mas Anggar baru muncul,'' tanya Ellia

''Eh elo kepo juga kan, kemaren kan udah dibilang sama mba Nafa kalau ketua OSIS lagi ikut olimpiade matematika di jakarta,'' jawab Nessa.

''Duh Gusti nun agung, sungguh ciptaan mu yang sempurna. Telah menciptakan makhluk yang begitu tampan dan juga pintar,'' celetuk Vena.

Revita hanya senyum - senyum menanggapi temannya yang pada ngomongin Anggar.

''Udah-udah dengerin tuh sambutannya, nanti kalian patah hati berjamaah baru tau rasa. Itu sudah ada yang punya kali,''

akhirnya Revita buka suara juga. Karena sedari tadi semua temannya pada rame sendiri, jadi membuatnya tidak mengerti apa yang telah ketua OSIS di depan.

''Iya-iya Rev, sabar dong. Kamu juga jangan diam-diam perhatikan,'' goda Vena pada Revita.

''Enggak kok, aku dengar kan sambutannya aja tidak orang nya. Hihihi!'' jawab Revita sambil ketawa.

 

Tinggalkan jejak, like, komen, kritik kakak🙏🙏🙏😊

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!