11

Haikal menghela nafasnya kesal, sudah dua jam ia mendudukkan diri di perpustakaan dengan buku buku pelajarannya, semua tugasnya pun sudah selesai ia kerjakan. Namun gadis yang ada di depannya ini sedari tadi tidak membuka bukunya, tangannya tidak bisa lepas dari ponselnya.

“ Nan… lo disini mau belajar apa mau ngadem sih?” Tanya Haikal kesal dan Keenan hanya berdehem menjawab pertanyaan temannya itu dengan mata yang masih fokus pada layar ponselnya.

“ Kal… ini  bagus ngga?” Tanya Keenan melihatkan layar ponselnya pada Haikal, sebuah jam tangan merek terbaru.

“ Niat belajar ngga sih….” Ucap Haikal mengabaikan Kenaan sedangkan gadis itu tidak merasa terganggu dan kembali mengotak atik ponselnya.

“ Kalau ini?” Tanya nya lagi masih menampakkan sebuah jam tangan hanya saja dengan model berbeda.

“ Ngapain sih!” Haikal mulai jengah dan sedikit meninggikan suaranya.

“ Gue mau nyari kado… “ Ucap Keenan sedikit takut karena aura Haikal terlihat seperti ingin membunuhnya saat ini

“ Kado? Buat siapa?”

“ Uhm… anu… buat ayah gue…” Ucap Keenan beralasan

Minggu depan adalah hari ulang tahun Mahesa dan Keenan ingin memberikan Mahesa kado.

“ Yang tadi bagus kok… udah kan ini cepet kerjain soalnya!” Ucap Haikal sambil merebut ponsel Keenan, mematikan ponsel itu dan membuka buku pelajarannya.

Kenan hanya bisa menurut dan menatap kesal temannya itu. Jika Haikal sudah kesal, maka Keenan bisa saja dihukum belajar seharian tanpa ada jeda untuk istirahat.

.

.

.

“ Yakin ngga mau bareng kakak?” Tanya Mahesa sambil memakai sepatunya bersiap untuk pergi bekerja, lebih tepatnya menjemput Keenan.

Sejujurnya Mahesa sedikit kasihan melihat adiknya yang harus pergi ke sekolah berjalan kaki. Beberapa kali Mahesa menawarkan tumpangan untuk adiknya itu tapi Haikal selalu menolak.

Satu deheman selalu menjadi jawaban Haikal dari semua pertanyaan Mahesa. Entah karena ia yang terlalu malas berdebat dengan Mahesa atau ia yang memang tidak ingin bicara dengan kakaknya itu. Mahesa yang sudah terbiasa dengan sikap dingin adiknya itu hanya bisa tersenyum sendu.

“ Yaudah kakak berangkat dulu ya… “  ucap Mahesa dan keluar dari rumah.

Haikal sedari tadi masih diam di posisinya memakai sepatunya. Sekilas tadi ia bisa melihat sepatu mahesa yang tampak kotor dan lusuh. Tiba tiba saja ia teringat dengan Keenan yang membahas kado untuk ayahnya itu. Haikal mengalihkan pandangannya pada ponselnya, tersisa 3 hari lagi sebelum peringatan kematian ibunya, sekaligus hari ulang tahun Mahesa. Selama ini Haikal selalu mengutuk hari ulang tahun kakak nya itu, tapi Haikal juga tau kejadian bukan seratus persen kesalahan Mahesa. Haikal segera melepas sepatunya, kembali masuk ke dalam kamar dan mengambil buku tabungannya.

.

.

.

Haikal berdiri cukup lama di depan pintu kamar Mahesa, hari ini Haikal sengaja pulang lebih awal bahkan membatalkan jadwal bimbel nya dengan Keenan. Di tangannya ia susah menggenggam sebuah paper bag berisikan sepasang sepatu baru

Haikal hanya ingin berbalas budi. Selama ini Mahesa yang menggantikan posisi kedua orang tuanya. Ia bisa makan dan belajar dengan tenang karena Mahesa. Haikal akui rasa benci dan dendam itu masih ada pada dirinya, tapi hatinya tidak sehitam itu untuk tidak bisa melihat kebaikan Mahesa. Haikal terlalu malu dan gengsi untuk meminta maaf, menurutnya Mahesa memang harus bertanggung jawab atas semuanya dan Mahesa memang tidak perlu mendapatkan kata maaf dari dirinya, tapi setidaknya Haikal ingin mengatakan bahwa ia tidak lagi mengutuk hari kelahiran kakaknya itu.

“ Loh kal… tumben udah pulang…” Ucap Mahesa saat masuk ke dalam rumah melihat adiknya karna biasanya Haikal masih barada di tempat bimbelnya saat ini

“ uh… i..iya…” Ucap Haikal gugup dan menyembunyikan tas itu di balik tubuhnya.

“ Rara mana? “ Tanya Haikal basa basi

“ Kan kemaren habis dikemo… masih di rumah sakit”  Ucap Mahesa lembut sambil membereskan barang belanjaanya.

“ Udah makan? Laper ngga nunggu kakak masak?”  Tanya Mahesa sambil berjalan ke arah dapur

Haikal masih diam di posisinya. Entah kenapa ia merasa malu dan canggung untuk berbicara dengan Mahesa saat ini. Ditengah ia yang memperhatikan kakaknya itu sibuk di dapur, pandangannya teralihkan pada pergelangan tangan Mahesa.

Haikal tau, Mahesa adalah anak yang sangat hemat. Mahesa tidak mungkin membeli barang jika barang itu menurutnya tidak berguna, apalagi barang yang mahal. Namun sebuah jam tangan yang tidak pernah terlihat di tangan Mahesa membuatnya curiga. Jam tangan itu terlihat baru dan mahal. Mahesa tidak akan mungkin mau membeli barang seperti itu dan Haikal yakin itu adalah pemberian dari seseorang.

Haikal mengepalkan tangannya kuat ketika menyadari bahwa ia pernah melihat jam tangan itu. Kenapa jam tangan itu tampak tidak asing baginya. Jam tangan yang sama seperti pada layar ponsel Keenan saat itu.

“ Tumben…” Haikal membuka percakapan menatap kakaknya itu sedikit kesal, entah kenapa dadanya begitu sesak seolah ada api yang membakar dari dalam.

“ Hmm?” Tanya Mahesa lembut sambil membalikkan badanya

“ Gue ngga pernah liat lo pakai jam….”

“ Ah ini? Ini pemberian Nona Keenan…” Ucap Mahesa tersenyum lembut sambil mengelus pelan jam tangan itu.

“ Kado ulang tahun lo?” Ucap Haikal lagi tanpa basa basi

Mahesa menelan air ludahnya kasar. Ia tau selama ini adiknya itu mengutuk hari kelahirannya, karena pada hari itu ibu Haikal meninggal dunia. Dan semenjak itu juga Mahesa tidak pernah lagi mau merayakan, membahas bahkan mengingat hari ulang tahunnya sendiri.

“ Maaf… kakak nggak bermaksud berbahagia di hari peringatan kematian ibu… kakak cuma ngga enak ngga nerima pemberian Nona”  Ucap Mahesa hati hati takut menyinggung perasaan adiknya.

Haikal hanya membuang pandangannya. Sekarang Haikal mengerti kenapa Keenan tidak lepas dari ponselnya hanya untuk sebuah kado. Membawakannya adonan kue gagal untuk dicicipi. Memintanya untuk membantu merangkaikan kata kata. Ternyata semua itu untuk Mahesa. Haikal memang sempat curiga saat Keenan mengatakan kado itu untuk ayahnya, tapi Keenan tidak akan mungkin tersenyum penuh cinta seperti itu saat menuliskan ucapan selamat ulang tahun.

“ Lo sama Keenan sedeket itu ya? “

“ Sesantai itu lo sama Keenan… “ Sambung Haikal lagi karena Mahesa tidak menjawab pertanyaanku.

“ Lo suka sama Keenan?” Tanya Haikal dingin membuat Mahesa tidak bisa berkata kata.

Melihat kakaknya yang hanya terdiam Haikal mendengus kesal. Berjalan ke kamarnya sambil menatap remeh kakaknya itu.

“ Lo tu cuman sopir Sa….” Ucap Haikal masuk ke dalam kamarnya.

Haikal membanting kesal tas belanja yang sedari tadi ia gengam. Mengabaikan sepatu baru yang terlepas bebas keluar dari kotaknya. Haikal sakit hati, ia benar benar kesal.

Karna lagi lagi…. Mahesa mengambil orang yang ia cintai

Terpopuler

Comments

Rianti

Rianti

kesalafahaman bisa berakibat fatal dalam hidup.

2024-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!