Jalan Pulang
Darah segar mengalir dari kepalanya, di depan sana ia bisa melihat tubuh orang tuanya yang berlumuran darah. Ingatan terakhirnya adalah ia yang tengah bernyanyi dengan ayah dan ibunya di dalam mobil, namun seketika pandangannya menggelap dan yang ia bisa lihat saat ini hanyalah puing puing mobil itu.
Mahesa…. ayah titip adek-adek padamu ya…
*Hanya itu ucapan terakhir ayahnya yang berusaha menggapai tangannya dan bersamaan dengan itu ia bisa melihat tangan ayahnya yang terhempas lemah, matanya perlahan tertutup dengan air mata yang mengalir. *
*BRAK *
Suara pintu yang dibuka membangunkannya dari alam mimpinya. Dengan setengah sadar, Mahesa bangkit dari tidurnya, mencoba melupakan mimpi buruk yang selalu hadir di setiap tidurnya.
“ Udah jam berapa ini! Gue mau sekolah!”
Bentak pemuda yang umurnya hanya lebih muda dua tahun darinya, lengkap dengan seragam sekolahnya. Dengan kesadaran yang masih setengah-setengah, Mahesa bangun dari tidurnya dan langsung berjalan ke dapur menyiapkan sarapan dan bekal untuk adiknya.
“ Ini apa?” Tanya Haikal yang sedari tadi makan dengan tenang ketika kakaknya itu menaruh kotak bekal di atas meja.
“ Mulai hari ini bawa bekal ya dek…. Uang kita mulai menip-”
Belum selesai Mahesa melanjutkan kalimatnya, mendengar helaan nafas dari sang adik membuat ia tidak berani melanjutkan kalimatnya. Haikal hanya diam, menatap Mahesa sedikit tajam meminta kakaknya itu untuk melanjutkan kalimatnya
“ Itu bisa ngehemat pengeluaran dek…kakak ngga perlu bayar uang makan kamu di sekolah”
“ Jadi maksud lo gue ngabisin uang gitu?!”
Mahesa hanya bisa menghela nafasnya panjang, sepertinya dia sudah menyinggung hati adiknya itu. Memang faktanya dialah yang paling tua di rumah ini, tapi Mahesa tidak bisa berkutik pada Haikal karena apa yang terjadi pada mereka saat ini adalah karena kesalahannya.
“ Kalau lo ngga bisa ngebiayain gue bilang! Biar gue angkat kaki” Ucap Haikal sambil sedikit melempar sendoknya pelan, entah kenapa nafsu makannya menghilang
Mahesa hanya bisa menyimpan semua kata itu dalam dalam. Berdebat dengan Haikal tidak akan ada habisnya, karena setiap kata yang keluar dari mulut Haikal akan menyakitinya dan ia tidak punya apapun untuk menyanggah hal tersebut.
“ Ngga usah ngerasa berutang budi dan bertanggung jawab karena udah bunuh nyokap gue.....gue ngga butuh!” Ucap Haikal final keluar dari rumah sambil membanting pintu.
Mahesa hanya bisa menghela nafasnya pasrah, setiap kali ia mencoba berbicara dengan Haikal selalu saja seperti ini. Hubungannya dengan Haikal memang tidak baik, pasalnya mereka saudara tiri. Saat Mahesa berumur 10 tahun ayahnya menikah lagi dengan ibu Haikal. Sejak awal Haikal memang tidak menyukai keluarga Mahesa, pasalnya kasta mereka benar benar berbeda, Ayah Mahesa hanya berdagang kecil-kecilan di pasar, sedangkan ibu Haikal adalah seorang pekerja kantoran dan cukup berada.
Di saat ulang tahun Mahesa yang ke 13, ayah dan ibunya ingin merayakan ulang tahun Mahesa ke Disneyland pasalnya, ini kali pertamanya Mahesa merasakan apa itu yang namanya ulang tahun. Haikal yang saat itu masih kesal dan cemburu pada Mahesa, memilih untuk tidak ikut. Namun sayangnya malam itu terjadi hujan deras dan mobil yang dikendarai oleh mereka mengalami kecelakaan, beruntun Mahesa masih bisa selamat tapi sayangnya ayah dan ibunya meninggal saat itu.
“ Kak Hesa…..”
“ Kak Hesa berantem lagi sama kak ikal?” Suara gadis kecil menyadarkan Mahesa dari lamunannya. Dengan Mata yang masih setengah mengantuk, ia berjalan perlahan sambil menepuk pelan tubuh kakaknya. Mahesa tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya menggendong putri kecil itu sambil menimangnya kembali tidur.
“ Ngga kok… rara kenapa kebangun? Kaget?” Tanyanya lembut dan Rara hanya menganggukkan kepalanya sambil merebahkan kembali kepalanya di pundak Mahesa.
Rara, adalah anak dari Ayah dan Ibu tirinya, dan sejak kematian orang tuanya itu Mahesa lah yang menjaga Rara. Ayahnya adalah anak tunggal, begitu juga dengan ibu tirinya, Mahesa juga sudah lama tidak berhubungan dengan kerabat dari ibu kandungannya, karena itu mau tidak mau Mahesa menjadi kepala keluarga saat ini. Berbekal dengan peninggalan orang tuanya dan ia yang mencari nafkah sendiri, enam tahun berlalu sejak kejadian itu Mahesa bisa menghidupi kedua adiknya itu.
“ Ya ampun badan kamu panas lagi? Kita ke dokter ya…. Kemarin kamu juga mimisan….” Ucap Mahesa panik saat merasakan hawa tubuh Rara yang sedikit panas.
Rara menggelengkan kepalanya pelan, kembali memeluk kakaknya itu
“ Ara nggak papa kak…. Kakak nggak usah khawatir….” Ucapnya mencoba meyakinkan kakaknya itu namun tampak jelas dari suara dan tatapan sayu dari adiknya itu, ia tidak baik baik saja.
Mahesa tersenyum sendu, jika Haikal selalu menyalahkan dirinya akan hal yang terjadi pada mereka, selalu membentak dirinya, berbeda dengan Rara, seolah gadis kecil ini mengerti dengan kondisi mereka, mengerti akan beban yang ditanggung oleh kakaknya itu, Rara selalu membantu kakaknya. Padahal saat ini umurnya masih tujuh tahun, namun seolah didewasakan oleh keadaan, rara bahkan mengerjakan pekerjaan rumah untuk membantu beban sang kakak.
“ Yaudah kamu ngga usah masuk sekolah hari ini ya… istirahat aja jangan lupa minum obat oke? Kakak berangkat kerja dulu….” Ucap Mahesa menidurkan Rara di sofa dan mengecup pelan keningnya dan hanya dibalas dengan anggukan pelan oleh Rara
.
.
.
.
“ Argh…..” Mahesa berdesis pelan saat pisau mengenai tangannya, ia terlalu banyak melamun sehingga tidak sadar saat mata pisau itu menyayat bebas tangannya.
“ Kau baik baik saja? Ini sudah yang ketiga kalinya kau tidak fokus, ingin melukai tanganmu seberapa banyak lagi?” Mahesa hanya tertunduk saat teman kerjanya itu menegurnya, ia menatap telapak tangannya, jari jarinya penuh dengan plester untuk menutup lukanya hari ini ia benar benar kacau.
“ Duduklah… tenangkan kepalamu” Ucap Andi, teman kerjanya menuntun Mahesa untuk pergi ke ruang belakang sambil membawakannya segelas air.
“ Hei, aku tau kau bisa melakukan semuanya sendiri, terlebih lagi di umurmu yang masih muda, kau sudah membesarkan dua adikmu, tapi jika kau ada masalah…. Tidak ada salahnya bercerita.”
Mahesa menghela nafasnya gugup, menatap keluar pintu, menapakkan beberapa customer yang tengah bersantai ataupun ngobrol di cafe itu. Di umurnya yang saat ini menginjak 19 tahun, harusnya ia sama seperti pemuda pemuda yang tengah duduk di cafe tempatnya bekerja ini, mengerjakan tugas kampus dan bercengkrama dengan teman sebayanya. Namun Mahesa sudah mengubur mimpi dan masa mudanya.
“ Tahun depan tahun terakhir Haikal di SMA…. dan Rara juga sudah mulai masuk sekolah…. Aku tau… Haikal ingin melanjutkan studinya dan ia memilih jurusan kedokteran….. Aku tau Haikal pintar dan mengusahakan beasiswa, tapi tetap saja akan banyak uang yang akan aku keluarkan dan aku tidak yakin tabungan yang ku punya akan cukup… gajiku bekerja di cafe ini dan pekerjaan serabutan lainnya pun tidak akan menutupi…. Aku tidak tau lagi kemana harus mencari uang….”
Mahesa membuka cerita, terkadang ia malu untuk menceritakan apa yang terjadi pada hidupnya dengan orang lain, namun saat ini semuanya benar benar sudah tidak bisa tertampung lagi, ia tidak bisa mencari solusi untuk permasalahan ini, karena itu ia tidak peduli jika ia akan dipandang rendah oleh orang lain.
Di lain sisi, Andi hanya bisa mengelus pundak temannya itu sambil tersenyum sendu. Ia lebih tua dari Mahesa, namun beban hidup yang ditanggung oleh Mahesa tidak ada apa apanya dengan dirinya saat ini. Andi mengenal Mahesa sebagai anak yang benar benar tekun dan dewasa, ia bahkan tidak malu mengerjakan apapun hanya untuk mencari uang. Prinsip Mahesa dalam mencari uang hanya satu, tidak mencuri dan membunuh, selain itu ia akan melakukan apapun untuk menghidupi kedua adiknya itu. Mahesa juga anak yang sangat jarang menadahkan tangan untuk meminta bantuan, seolah ia tidak ingin merepotkan orang lain, atau tidak ingin terlihat begitu menyedihkan di depan orang lain.
“ Kau bisa menyetir? Kau punya SIM?” Tanya Andi sambil mengeluarkan dompetnya
“ Ya,aku pernah bekerja di jasa antar barang kenapa?” Tanya Mahesa bingung sambil mengambil sebuah kartu nama pemberian Andi
“ Dia tetanggaku, seingatku mereka mencari seorang sopir sekaligus untuk mengawasi putrinya, tapi seingat ku itu dari bulan yang lalu, coba saja kau tanyakan, mungkin mereka masih mencari”
“ Terima Kasih kak…. Aku benar benar berterima kasih…” Ucap Mahesa berdiri dan dengan cepat membungkuk
“ Tentu… ingat… kau tidak sendiri jadi jangan ragu untuk meminta bantuan.” Senyum Andi ramah dan ia kembali bekerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Alpha Woman
Hai Haii Rii ini gua Kris.. part 1 nya emang versi home yaa.. ini gua mau lanjut baca.. gua penasaran gabungan nya jadi gimana
2024-02-24
1
Feradina
bagus kak ceritanya menyentuh hati bangett
2024-02-19
1
Sky blue
Kereeeen!
2024-01-29
0