Rara tersenyum melihat kakaknya yang tengah mengompres pipinya. Ini baru kali pertama Rara melihat kakaknya itu pulang dengan keadaan babak belur. Rara tau, kakaknya membanting tulang untuk menghidupi mereka, dan Rara sangat kenal dengan kakaknya yang tidak akan melakukan kekerasan ataupun berkelahi dengan orang lain.
“ Kakak dipukul di tempat kerja kakak? “ Tanya Rara ikut membantu Mahesa mengompres wajahnya
“ Ngga kok, tadi kakak jatuh….” Ucap Mahesa berbohong, ia tidak ingin adiknya khawatir.
“ Bohong… aku tau mana bedanya abis dipukul sama jatuh kak….” Ucap Rara kesal dan Mahesa hanya terkekeh pelan.
Mahesa kembali termenung. Ia tidak menyangka kepatuhannya dalam bekerja malah membawanya ke dalam mala petaka. Ia hanya menjalankan perintah tuan Ardhias untuk mengantar jemput Keenan sesuai perintahnya dan memantau putrinya. Kemudian hari itu Mahesa melaporkan semuanya apa yang terjadi,saat Keenan memintanya untuk mengantarkan ke sebuah Bar.
Mahesa melakukan itu bukan mencari muka atau semacamnya, bukan juga karena ia ingin mencari masalah dengan Keenan, tapi karena itu adalah perintah yang ia dapat dan ia juga tidak ingin anak dari majikannya itu dalam bahanya. Namun siapa sangka, karena kejujurannya itu, Keenan menyuruh teman temannya untuk menghajar Mahesa habis habisan. Walaupun mereka hanya murid SMA, tapi dengan jumlah yang cukup banyak, jika Mahesa melawan mereka hanya semakin memberontak, karena itu Mahesa memilih untuk pasrah saat tubuhnya dipukuli dan ditendang oleh anak anak SMA itu.
Kejadian itu tentu diketahui oleh tuan Ardhias dan ternyata ini bukan kali pertama kejadian yang sama terulang. Banyak yang mengundurkan diri setelah kekacauan yang diperbuat oleh Keenan dan ternyata anak itu memang sengaja membuat kekacauan agar ayahnya jera memberikannya pengawal dan tentu Mahesa juga diberikan kesempatan untuk mundur jika memang ia tidak kuat.
Mahesa memang ingin berhenti, direndahkan oleh anak anak SMA seperti itu tentu sedikit menyakiti hatinya, namun Mahesa membutuhkan uang, setidaknya mempersiapkan tabungan untuk Haikal berkuliah nantinya, karena itu Mahesa memilih bertahan, karena ia tidak yakin bisa mendapatkan gaji yang cukup besar dengan pekerjaan yang menurut Mahesa cukup mudah untuk dilakukan
“ Ra… idung kamu!” Ucap Mahesa panik saat melihat hidung adiknya yang mengeluarkan darah. Dengan segera ia mengambil tisu dan menengadahkan kepala adiknya agar darah itu berhenti mengalir.
Beberapa bulan terakhir, ia menyadari kesehatan Rara yang mulai menurun, sering kali Rara mimisan dan demam, Mahesa mengira adiknya yang kelahan karena harus sekolah dan mengerjakan pekerjaan rumah, namun sudah dua bulan berlalu seolah demam dan mimisannya tidak mau berhenti.
“ Kita ke dokter ya dek…” Ucap Mahesa sedikit khawatir
Rara menggelengkan kepalanya dan tersenyum lembut pada Mahesa.
“ Uangnya bisa disimpan buat kita makan kak… Aku kecapean aja kak… maaf ya kak bikin kakak panik”
Ucap Rara menenangkan, selama ini Mahesa hanya memberikan obat dari apotik untuk adiknya, berharap demam itu akan perlahan membaik. Namun membawa Rara ke dokter, Mahesa juga harus menyiapkan uang yang banyak, ditambah lagi peninggalan kedua orang tuanya yang mulai menipis sehingga Mahesa tidak memiliki simpanan
“ Maafin kakak ya….” Hanya itu kata yang bisa Mahesa ucapkan.
Terkadang ia sedikit bangga dengan dirinya karena bisa menghidupi kedua adiknya, namun hati kecilnya sering kali menangis, merasa gagal menjaga dan melindungi adik adiknya.
.
.
.
.
Keenan menatap jengah Mahesa yang duduk dengan tenang di ruang tengahnya tanpa melakukan apapun. Sebagai hukuman atas perilakunya, Keenan harus diawasi oleh pria bernama Mahesa itu selama dua puluh empat jam. Ponsel dan laptopnya disita, semua kartunya ditangguhkan dan ia hanya bisa berkomunikasi melewati Mahesa bahkan keluar rumah pun harus melalui izin Mahesa
Keenan cukup mengerti kenapa ayahnya percaya pada Mahesa karena pria itu yang sangat jujur dan sangat polos. Tapi itulah yang membuat Keenan sangat benci kepada pria itu. Ia tidak bisa mengelabui Mahesa ataupun menipu ayahnya, karena Mahesa pasti akan mengadukannya pada Ayahnya. Dan sudah berjalan dua minggu semenjak Mahesa mengawasinya, Keenan sedikit bingung bagaimana bisa ada manusia bertingkah seperti robot.
Keenan tidak pernah melihat Mahesa tertawa, tersenyum ataupun marah, bahkan saat Keenan mengolok ngolok dan menghajarnya, wajah pria itu masih datar dan tenang, tidak ada perasaan kesal sedikit pun tercetak di wajahnya. Kemudian Mahesa bekerja benar benar tepat waktu dan tidak pernah terlambat sedikitpun. Pagi hari Mahesa sudah berada di rumahnya untuk mengantarkannya ke sekolah dan saat Keenan melangkahkan kakinya keluar kelas saat bel pulang, ia sudah melihat sosok Mahesa yang menunggunya, begitu juga saat ia pulang dari tempat bimbingan belajar. Mahesa juga sangat jarang berbicara, ia hanya berbicara seperlunya atau saat Keenan memanggilnya
“ Woi…” Panggil Keenan dan Mahesa langsung berdiri dari duduknya, Keenan mengangkat tangannya memberi isyarat agar Mahesa untuk tetap duduk di tempatnya, diikuti dengan dirinya yang mendudukkan diri di sofa.
“ Ada yang bisa saya batu nyonya?” Tanya Mahesa sopan
Keenan menghela nafasnya kesal, ia sedikit tidak nyaman dipanggil dengan sebutan “Nyonya” tapi berapa kalipun Keenan meminta pria itu untuk berhenti, ia tetap melakukannya.
“ Gue bosan….Gue kepo tentang lo… lo tu robot apa manusia sih! Hidup lo buat kerja dan jadi budak doang ya?”
Mahesa tersenyum simpul, faktanya memang benar, tapi mendengarnya membuat hati Mahesa sedikit sakit, seolah ia direndahkan saat ini.
“ Ngga mau jawab? Gue bilang gue bosan… jadi temenin gue ngobrol…. Ngerti tugas lo kan?” Ucap Keenan menegaskan.
“ Kalau saya tidak kerja, saya tidak makan nyonya, saya juga harus mengurus adik adik saya.” Jelas Mahesa
“ Hmmm…. Lo ngga sekolah? Orang tua lo kemana? Kok lo kerja?”
Mahesa menghela nafasnya panjang, jujur ia tidak nyaman saat orang menanyakan akan kehidupan pribadinya, tapi tatapan Keenan yang penasaran dan sedikit mengancam membuat dirinya lebih tidak nyaman.
“ Iya Nyonya… saya berhenti sekolah sejak SMP…. orang tua saya meninggal sejak enam tahun yang lalu…”
“ Hmmmm….” Keenan memangku dagunya. Memang pada dasarnya Keenan adalah anak yang nakal dan terkadang semena mena dan tidak berperasaan, tapi semua itu bentuk protes dirinya pada ayahnya yang terlalu keras padanya, dan mendengar cerita Mahesa sedikit mengetuk pintu hatinya.
“ Orang tua lo pasti ngedidik lo dengan baik….” Gumam Keenan pelan yang masih bisa terdengar oleh Mahesa.
“ Ya… lo mau tanggung jawab ngebesarin adek adek lo…. Banyak loh yang milih buat misah atau ke panti asuhan…. “
“ Terimakasih nyonya… jika saya masih punya waktu dengan orang tua saya, saya pasti akan berbakti pada mereka….” Ucap Mahesa hati hati
“ Nyindir gue?” Kesal Keenan dan Mahesa hanya menundukkan kepalanya
“ Ya… aib lo mungkin lo yang miskin… ngga bisa sekolah… lo kepala keluarga…. Kalau gue… nyokap gue itu pelacur… dan bokap gue trauma… makanya dia ngekang gue kek anjing… paham kan lo?” Kesal Keenan menjelaskan bagaimana berantakannya keluarganya
“ Ma..Maaf nyonya….” Ucap Mahesa tertunduk dan Keenan hanya memutar matanya malas.
Keenan Terkekeh pelan dan membuat Mahesa sedikit bingung
“ Ini obrolan terpanjang kita…. Gue pikir lo nggak bisa diajak ngomong… “ Ucap Keenan santai dan berjalan ke dapur, kemudian tidak lama setelah itu ia kembali dengan beberapa camilan.
“ Suka nonton horor? Action?”
“ Huh?”
“ Gue bosan Mahesaaaaaa lo ngga sadar gue kaya lagi dipenjara ini… temenin gue nonton! Kan apa apa gue harus izin lo dulu!” kesal Keenan
“ Ka…Kalau itu boleh nyonya… tuan tidak melarang” Ucap Mahesa gugup
“ Noh… gue ngga bisa ngabisin semua… nonton horor aja ya?” Ucap Keenan sambil melemparkan beberapa camilan pada Mahesa dan mulai memutar film mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments