Mahesa menekurkan kepalanya, menatap sendu adiknya yang tengah terbaring lemah di tempat tidur. Beberapa saat yang lalu, Mahesa mendapat telfon dari sekolah Rara bahwa adiknya itu pingsan. Saat mendengar kabar itu tanpa pikir panjang Mahesa dengan segera menuju rumah sakit. Saat melihat adiknya yang begitu pucat dan lesu, belum lagi wajah dokter yang saat itu menangani Rara tampak begitu serius, Mahesa sadar, akan terjadi sesuatu yang buruk pada adiknya.
Leukaemia
Penyakit yang tidak ia kenali tapi Mahesa tau, penyakit itu mematikan dan tentu biaya pengobatannya sangatlah malah. Beruntung Rara masih divonis di stadium awal, masih bisa disembuhkan jika ia rutin melakukan kemoterapi, hanya jika Mahesa memiliki uang sebanyak itu
“ Kak Hesa…..” Rara terbangun dari tidurnya, menatap sendu kakaknya yang tengah termenung, dari tatapan khawatir kakaknya itu, Rara sadar, ia pasti tidak baik baik saja saat ini.
“ Aku nggak sakit parah kan kak…. Aku nggak kenapa napa kan ?” Tanyanya lemah sambil berusaha tersenyum cerah pada Mahesa.
Mahesa tersenyum lembut sambil mengelus pelan kepala Rara
“ Ngga kok… kamu kecapean aja… kamu kan adek kakak… kamu pasti kuat” Ucap Mahesa berbohong, berusaha untuk tetap tegar, walaupun rasanya ingin Mahesa menangis saat ini.
Rara pun hanya bisa tersenyum tipis, seolah saling berbohong untuk saling menguatkan, keduanya mengerti akan apa yang terjadi pada mereka masing masing, tapi hanya dengan senyuman dan mengatakan semuanya akan baik baik saja, menjadi satu satunya cara untuk mereka bertahan.
“ Kakak ngga jemput kak Keenan?” Tanya Rara menyadari kakaknya yang sudah lama menemaninya di rumah sakit.
Mahesa pun dengan panik melihat jam tangannya, sudah 3 jam berlalu sejak jam pulang sekolah Keenan, dengan tergesa Mark mengambil ponselnya, mencoba menghubungi Haikal, namun beberapa kali Mahesa menghubungi Haikal, panggilan itu tidak diangkat bahkan pesannya pun tidak dibaca.
“ Udah kakak pergi aja…. Nanti kakak kena marah… aku baik baik aja…. Ada suster yang jagain aku kok…” Ucap Rara sambil tersenyum lembut. Dengan tidak rela, Mahesa langsung berlari keluar dari ruangan itu.
.
.
.
.
.
Mahesa hanya bisa pasrah saat satu tamparan keras mengenai pipinya. Tuan Ardhias benar benar murka karena kelalaiannya. Ditambah lagi, Mahesa menemukan Keenan tengah berada di sebuah club malam dan terlibat perkelahian dengan orang orang yang ada disana.
“ Apa pekerjaan ini terlalu sulit bagimu?! Apa susahnya untuk menjemputnya? Bukankah aku menggajimu tinggi hanya untuk pekerjaan sepele ini?!” Bentak Ardhias sedangkan Mahesa tidak bisa mengatakan apapun
Hanya kata maaf yang bisa diucapkan, memang kelalaiannya terlambat menjemput Keenan sehingga kecolongan seperti itu, tapi kelalaiannya juga memiliki alasan, adiknya yang tiba tiba drop, namun Mahesa juga tau, pembelaan dari orang orang sepertinya tidak akan didengar.
Dilain sisi Keenan hanya bisa terdiam dengan apa yang terjadi. Ia mengakui kesalahannya karena melanggar peraturan ayahnya. Ia juga mengakui kesalahannya karena tidak patuh dan memanfaatkan kesempatan.Tapi itu semua tidak akan terjadi jika Mahesa tidak terlambat menjemputnya. Namun entah kenapa melihat Mahesa yang ditampar oleh ayahnya, dimarahi habis habisan bahkan kepalanya diinjak saat pria itu bersujud untuk meminta maaf membuat dirinya ikut kesal.Keenan merasa ayahnya terlalu berlebihan.
“ Ini semua karna lo! Lo yang telat jemput gue jadi bukan salah gue lo dimarahin ayah!”
Pembelaan Keenan setelah ayahnya masuk ke dalam ruang kerjanya. Mahesa hanya diam, mengambil kotak P3K untuk mengobati luka di wajah Keenan karena Keenan sempat ditampar oleh pengunjung club malam itu dan kini bibir gadis itu sedikit berdarah.
“ Lagian kenapa lo ngilang?! Terus biasanya kalau lo telat lo ngabarin Shilla, kenapa sekarang ngga?” Protes Keenan lagi seolah mencari validasi bahwa memang benar ini adalah kesalahan Mahesa.
“ Saya permisi mengobati luka nona….” Ucap Mahesa sopan meminta Keenan untuk duduk di sofa agar ia bisa mengobati luka di bibir Keenan.
Keenan hanya bisa terdiam, entah kenapa ia benar benar kesal dengan Mahesa yang sama sekali tidak marah ataupun protes padanya.
*Lain kali jangan gini ya Non… saya jadi dimarahin Bapak *
*Non tolong jangan buat masalah lagi ya…. Saya capek dimarahin Bapak *
Gara gara Non saya dimarahin Bapak…
Aduh Non jangan bikin masalah lagi… saya capek
Kalimat kalimat itu, selalu keluar dari sopir sopirnya sebelumnya saat ia membuat masalah. Tapi pria di depannya ini hanya diam bahkan tidak marah sedikitpun.
“ Nona ngga papa?” Itu kata pertama yang keluar dari mulut Mahesa setelah Keenan dimarahi habis habisan oleh ayahnya.
“ Tck gue bisa ngobatin sendir! Pergi lo!” Kesal Keenan mengambil kotak P3K itu dari tangan Mahesa dan memilih masuk kedalam kamarnya dengan perasaan berkecamuk penuh amarah, tapi air matanya mengalir.
.
.
.
Keenan menatap Mahesa sedikit jengah, sudah hampir tiga hari berlalu semenjak kejadian ayahnya marah besar, Keenan menyadari Mahesa yang sering kali membuat kesalahan. Seperti kemarin malam, saat Mahesa menyiapkan makan malam untuk Keenan, entah apa yang membuat pria itu melamun cukup lama, Mahesa tidak sadar api sudah menyambar wajan saat ia menggoreng dan hampir saja membakar dapur. Kemudian Mahesa hampir saja meninggalkan Keenan dan sudah melajukan mobilnya padahal Keenan sendiri belum naik kedalam. Kemudian kejadian tadi pagi, mereka hampir saja mati karena Mahesa yang hampir saja menabrak truk.
Walaupun Mahesa belum lama bekerja dengannya, tapi Keenan dapat melihat bahwa Mahesa adalah orang yang sangat tekun dan teliti saat bekerja, satu satunya kesalahan Mahesa adalah saat hari itu ia yang lupa menjemput Keenan, dan setelahnya Mahesa mulai melakukan kesalahan kesalahan kecil yang Keenan yakini semua itu terjadi karena ia yang tidak fokus.
Keenan menaikkan alisnya pelan saat Mahesa tampak sedikit tergesa dan panik mengangkat teleponnya. Buru buru ia menjauhkan diri dari Keenan seolah tidak ingin Keenan mendengar pembicaraannya di panggilan telfon tersebut.
Grep
Keenan dengan cepat menarik ponsel Mahesa, menekan tombol loudspeaker panggilan tersebut . Ini juga perilaku aneh Mahesa sejak kejadian itu. Mahesa sering kali mendapat panggilan telefon dan wajahnya selalu tegang saat mendapat panggilan itu..
Rara baik baik saja… Kondisinya sudah mulai membaik, tapi kau harus segera melakukan perawatan agar penyakitnya tidak menyeb--TUT
Keenan langsung memutus panggilan itu sedangkan Mahesa hanya bisa diam dan tertunduk karena tidak siap dengan tindakan Keenan yang tiba tiba.
“ Siapa?” Tanya Keenan lurus dan Mahasa memalingkan pandangannya.
“ Ini alasan lo ngga fokus belakangan hari ini?” Ucap Keenan kesal sambil menunjuk ponsel Mahesa.
“ Maafkan saya, saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi…..” Ucap Mahesa dengan cepat membungkukkan badannya.
“ Lo sadar ngga tadi lo hampir ngebunuh gue?! Gue ngga peduli apapun masalah lo, gimana pun caranya gue ngga mau lagi liat lo ngga fokus paham?!” Ucap Keenan lagi dan Mahesa hanya bisa menganggukkan kepalanya
“ Ka-Kalau begitu bolehkah saya izin untuk ke rumah sakit? Tapi saya mohon untuk tetap di rumah karna nanti bapak mara-”
“ Gue ikut” Ucap Keenan motong ucapan Mahesa membuat Mahesa menatap Keenan sedikit terkejut.
“ Kalau cuma gue yang dirumah dan Ayah ngga liat lo, lo juga bakal abis Mahesa… mending gue ikut dan kalaupun mau boongin ayah suara kita satu.”
“ Tapi Nanti bapa-”
“ Chat bokap gue sekarang bilang lo nemenin gue beli bahan prakarya buat tugas!”
Perintah Keenan sambil mengembalikan ponsel Mahesa, sedangkan Mahesa masih menatap ragu Keenan, karena jujur ia sangat takut untuk berbohong pada tuannya itu. Karena Mahesa yang tidak melakukan pergerakan, Keenan dengan kesal mengambil alih kemudian mengirim pesan pada ayahnya.
“ Dah…. terserah lo mau kemana gue ngikut”
Ucap Keenan menaruh ponsel Mahesa ke tangannya dan berjalan meninggalkan Mahesa yang masih terdiam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments