Untuk sekian kalinya Mika berfikir kenapa posisi ini terlihat ambigu?
Mika duduk diatas meja dengan punggung menyentuh dinding, Ruki didepannya sedang mengurungnya dengan kedua tangan. Disudut terpencil perpustakaan saat Ruki menyeretnya.
"Mika nee-san."
"Ya," Mika beralih menatap Ruki saat matanya fokus dengan buku.
'Astaghfirullah! Mukanya deket banget.' Mika terkejut saat wajahnya dan Ruki yang hanya berjarak beberapa senti.
Sementara Ruki memiliki pemikiran berbeda saat melihat gadis didepannya, 'cantik' hanya itu yang bisa dikatakan sebagai bentuk kekaguman.
"Hei!" Ucap Ruki saat wajahnya didorong mundur, sedikit terkejut dia menghela nafas seakan lelah. Cara tangan itu mendorong wajahnya sangat nyata. Dan perempuan ini masih terlihat sama kecilnya atau tubuhnya yang terlalu cepat tumbuh?
"Kenapa menarik ku? Ini perpustakaan jangan membuat keributan."
"Nee-san apa kau baik-baik saja?"
"Ya, aku-"
"Bohong, kenapa nee-san berkeringat begitu banyak? Apa nee-san sedang sakit?" Ruki menyentuh dahinya memang sedikit panas.
"Aku baik-baik saja hanya kepanasan tidak perlu khawatir." Ucap Mika.
Sebenarnya dia berbohong, tubuhnya kembali berkeringat meski suhu ruang cukup dingin ini karena dia mencoba untuk tidak mengeluh tentang rasa sakit yang datang tiba-tiba secara signifikan.
Lagi pula ini pertemuan pertama mereka setelah bertahun-tahun. Saat dia melihat Ruki yang terlihat khawatir didepannya membuat dirinya merasa bersalah.
'tidak apa-apa kan jika aku berbohong? Aku tidak ingin membuat adikku terlalu khawatir dengan kondisi tubuhku.' batinnya khawatir, tapi wajahnya tenang.
"Bagaimana denganmu? Apa kau makan dengan baik? Bagaimana dengan yang lain? Aku harap mereka baik-baik saja."
"Semuanya baik nee-san, tidak ada satupun yang terlambat untuk makan." Terkekeh, Ruki merasa seperti anak kecil yang dikhawatirkan oleh orang dewasa.
Tapi dia khawatir saat melihat peluh keringat yang membanjir kening Mika, apa kondisinya memang baik?
"Nee-san kau…"
Tidak ada yang keluar setelahnya. Mika sedang berjuang untuk bernafas dengan normal saat Ruki membersihkan keringat.
"Aku pikir aku butuh istirahat, aku akan pergi ke UKS untuk istirahat."
Mika turun dari atas meja, tapi kakinya tergelincir dan tidak seimbang hampir jatuh dilantai dingin saat sebuah tangan menahan pinggangnya.
"Biar aku mengantarmu Mika nee-san." Ucap Ruki menggendong Mika.
\+\+
UKS, tempat paling nyaman untuk tidur dan membolos tapi sepertinya itu tidak cocok untuk situasi saat ini. Mika meringkuk diatas kasur, dia tidak ingin terlihat menyedihkan apalagi ini pertemuan pertama mereka.
Yah, tapi sudah terlanjur. Ruki melihatnya kesakitan, dia juga panik.
"Nee-san, bagaimana ini?"
Ruki bingung dengan situasi seperti ini, saat menggendongnya sebelumnya dia terkejut dengan suhu tubuh yang diatas rata-rata normal manusia.
Terlalu panas, dengan arti bahwa mika mengalami demam.
Sret!
Kain penutup yang menutupi kasur lain dengan lainnya dibuka, itu Shu yang sudah bangun dari tidurnya. Sial, Ruki sadar dengan adanya sulung Sakamaki ini sejak awal tapi dia tidak punya pilihan dengan kondisi Mika saat ini.
"Hei apa yang kau lakukan dengannya?"
"Apa urusanmu?"
Shu bangun. Ini kondisi yang sama seperti sebelumnya. Gadis ini bilang bahwa dia akan baik-baik saja tapi apa ini dia bahkan terlihat buruk.
Saat ingin menyentuh dahi mika Ruki menghentikan tangannya.
"Tsk, jangan menyentuhnya, kalian Sakamaki terlalu buruk."
"Apa bedanya dengan kalian? Sama buruknya."
Mika mendengar perdebatan antara anak sulung ini, ingin sekali memukul kepala mereka tapi seluruh tubuhnya seperti tercabik. Ini karena eksperimen itu, sial, dia mengutuk dirinya sendiri karena tidak berdaya.
Dia butuh sesuatu untuk meredakan rasa sakit ini.
Tapi melihat debat yang tidak berakhir, mika mengganti rintihan kesakitan dengan memanggil keduanya.
"Shu, Ruki bawakan obat untuk menekan rasa sakit."
Mereka berdua tersadar, melihat mika yang meringkuk kesulitan untuk bicara.
"Temani mika nee-san, aku akan mencari obatnya." Ruki tidak ingin berdebat untuk saat ini.
Mika lebih penting.
Shu menutup matanya dia duduk dikursi disebelah kasur saat Ruki mengobrak abrik lemari mencari obat. Tidak menemukan yang dicari dia pergi setelah memastikan Shu benar-benar menemani kakaknya itu.
Shu menghapus keringat yang mengalir.
"Kau bilang baik-baik saja, tapi ini,- ah sial."
Tidak ada yang bisa di sesali, "aku baik-baik saja."
Shu muram, "jangan berbohong."
Mika berusaha tersenyum dengan tulus menyampaikan kondisinya meyakinkan Shu, tapi yang terlihat Dimata remaja laki-laki itu adalah gambaran menyedihkan.
"Reiji akan memarahiku jika melihatmu seperti ini."
"Pfttt, ngh, fuck!"
Shu melongo mendengar suara tawa tertahan yang diganti umpatan serta erangan sakit, dalam kondisi seperti ini gadis ini tertawa? Bahkan mengumpat.
"Apa yang bisa aku lakukan?"
"Genggaman tanganku Shu," mika bangun mengambil posisi duduk. Nafasnya tersengal-sengal dengan keringat dan bibirnya yang mengering, "aku butuh penyemangat."
Tidak habis pikir, Shu hanya menurut saat kepala kecil itu bersender pada bahunya. Tangan mereka saling bertautan dengan sesekali remasan dari mika.
'panas sekali,' batin Shu khawatir.
Mika mengutuk rasa sakit ini, "fuck." Meremas tangan Shu untuk menyampaikan perasaannya.
Ruki datang membawa pil dan segelas air, menyadarkan Mika. Ruki berkeringat sedikit. "Ini nee-san."
Menegaknya, pil mengalir bersama air memasuki lambung. Setelah beberapa menit obat berkerja dengan baik, mika berhasil mengendalikan dirinya.
"Terima kasih Ruki." Memberikan kembali gelas kepada Ruki diterima dengan baik.
Hanya mereka bertiga, Ruki melihatnya dengan raut dingin mulai bicara. "Jangan bilang ini karena hal 'itu'," ucap Ruki.
"Bagaimana menurutmu, aku tidak ingin meninggalkan egoku ini. Identitas yang tidak ingin aku buang akan terus aku jaga."
"Sampai kapan? Nee-san kau hanya akan melukai dirimu sendiri."
Yang Shu tangkap dari percakapan ini adalah bahwa Mukami Ruki tau penyebab Gadi ini kesakitan. He, tapi mungkin dia akan merebut gadis eve itu bahkan mungkin Mika.
"Nee-san lepaskan saja itu."
Ucapan Ruki membuat wajah mika menggelap, salahkan untuk mempertahankan identitasnya sebagai manusia? Mika hanya tidak ingin menjadi orang lain. Dia bahkan kesulitan menjadi dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments