chapter 7 : dream

Reiji panik, melihat tubuh gadis itu limbung kesatu arah. Tubuhnya panas dengan ujung-ujung jari yang dingin. Nafasnya juga berantakan dan dia terus mengerang kesakitan.

Jelas ini bukan demam biasa.

Tubuh Mika diletakkan diatas kasur.

"Ada apa denganmu?"

Sebelumnya Mika datang dan mengatakan akan memukulnya, tapi setelah beberapa detik perempuan itu hilang kesadaran dan dalam kondisi seperti sekarang.

Bahkan saat Reiji menggendongnya. Tubuhnya mika meringkuk dengan tangan kecilnya yang meremas pakaiannya. Setelah terakhir kali dia juga tidak mengonsumsi darah Mika. Tapi Shu? Reiji langsung memanggil Shu.

Shu duduk dipinggir ranjang melihat sekeliling ruangan. Hanya ada tiga orang disini. Dua vampir dan satu manusia.

Tapi satu-satunya manusia diruang itu meringkuk dan menangis meski tidak menimbulkan suara.

Shu khawatir dan ini juga berlaku untuk Reiji.

"Apa kau mengabaikan peringatan ku?"

"Tentang meminum darahnya? Aku tidak melakukannya. Sejak kapan dia seperti ini?"

Mendengar jawaban Shu, Reiji menghela nafas. Tapi apa yang menyebabkan perempuan ini begitu kesakitan, Reiji bangkit dari sofa.

"Mau kemana?"

"Jaga dia, aku akan pergi untuk mengambil handuk kecil untuk mengelap keringat ditubuhnya."

Reiji menghilang menyisakan Shu.

Shu mendekat kearah Mika, mengamati gadis itu. Raut wajahnya, setiap nafas seperti berat untuk dihirup, mika terlihat rapuh.

Shu menggunakan lengan sweater untuk mengelap keringat didahi. Selanjutnya tangannya mengelap keringat di pipinya dengan lembut.

Shu ingin sensasi lembut darahnya dan bagaimana ia meringkuk dibawah kendalinya, dan paginya Shu sengaja tidur didalam kamar mandi milik gadis eve (Yui) dan mencicipinya.

Lebih manis dan menyengat dibandingkan dengan Milik Mika.

Cukup dengan itu, Shu pindah dan tidur pada sandaran ranjang.

Reiji muncul dengan handuk kecil lalu dengan sigapnya mengelap keringat, mika masih belum bangun. Reiji melihat jam, ini mendekati waktu sekolah mereka.

Dia melihat Shu yang masih tertidur dengan earphone yang menyumbat telinga tapi Reiji tau bahwa Kakaknya itu mendengar. "Shu jaga Mika aku akan pergi sekolah bersama yang lainnya."

"Hm."

\+\+

Mika berkedip hanya ada kegelapan disekitar. Tubuhnya terombang-ambing didalam Air.

Ia hanya mengingat bahwa tadi bersama Reiji untuk membantu pria itu memasak. Tapi sekarang hanya ada dinginnya air, kesulitan bernafas ia mencoba untuk mencapai daratan.

\*Sret.\*

Sesuatu menyentuh kakinya, sejenak itu mulai semakin banyak seperti sedang menjerat.

Mika menurunkan pandangan menatap kebawa, beberapa tangan hitam menggenggam pergelangan kakinya. Tidak kuat tapi mika seperti tidak bisa melawan.

Sebuah suara muncul saat sepasang tangan dengan jas putih meremas kakinya.

- "59 ke, ma, ri."

'apa? Siapa? Tidak mungkin itu dia.'

Mika panik, cukup mengenal suara ia sudah mengenal siapa orang yang bicara. Tapi untuk apa? Mereka tidak lagi berhubungan.

Sebuah tangan kecil muncul, menggenggam kakinya membuat Mika semakin sulit untuk kepermukaan.

- "nee-san."

Tangan anak kecil itu gemetar saat menyentuh kulitnya. mika tersentak, apa ini? Kenapa mereka seperti ini?

- "jadi lah anak ba, ik."

Tangan dengan jas putih kembali bicara, cengkraman dikakinya semakin erat.

Banyak tangan muncul terus menarik kakinya untuk tenggelam dalam.

- "to, long!"

Pekikan anak-anak meminta pertolongan membuat Mika gemetar, dingin air baru terasa. Tangannya terulur keatas meminta pertolongan.

Sial suaranya bahkan tidak bisa keluar. Mika ingin meminta tolong.

\*Sret.\*

Kakinya ditarik menuju dasar. Mika gemetar dia tidak ingin berada ditempat dingin itu lagi. Hampir kehabisan nafas membuat ia semakin gencar bergerak untuk melepaskan setiap tangan yang mencegahnya.

Mulutnya terbuka mencoba mengeluarkan suara.

"…"

Menggelengkan kepalanya cepat, ia menggerakkan kakinya. Tapi semakin banyak tangan yang mencegahnya.

Ulkkkk.

Mika kehabisan nafas dengan tangan yang hampir menelan setelah tubuhnya. Mereka terus bicara.

- "nee-san, tolong."

- "59 jadi anak baik, aku akan memberimu banyak makanan sehat setiap hari."

- "jangan pergi!"

- "wah 59 selalu jadi yang paling baik, tidak menangis tidak menjerit seperti yang lain. Kamu benih yang luar biasa. Dan darah itu sepertinya sangat cocok dengan tubuhmu."

Tubuhnya meringkuk, air masuk dari mulut dan hidung menuju paru-paru menciptakan rasa sakit.

Egh.

Ia menggenggam dadanya sesekali memukul untuk menghindar dari rasa sakit. Paru-parunya terisi air ia merasakan pandangannya memburam, tubuhnya seakan semakin dingin.

"Mi, ka! Bangun."

Siapa? Seorang pria? Mika ingin melihat siapa itu. Pipinya terasa hangat seperti seseorang sedang menepuk dengan lembut. 'shu…'

Ah? Apa ini mimpi? Mika baru menyadarinya. Saat paru-parunya terasa sakit, tubuhnya juga meringkuk kedinginan.

Seseorang menolongnya. Ia juga mengharapkan sebuah pertolongan, anak-anak itu juga, mungkin, baik-baik saja.

Tapi dadanya masih sesak dan sakit. Mika mengeratkan genggaman, ini sakit.

Ia harus bangun. Benar bangun saja maka mimpi buruk akan berakhir. Sedikit, ia sedikit mengurangi ketegangan pada tubuhnya yang meringkuk.

Tapi ia masih sulit bernafas.

- Lepaskan dia dan terima saja aku.

Sesuatu yang dingin menyelimuti tubuhnya. Tangan-tangan menghilang, tapi tidak cukup untuk membuat Mika rileks.

- Benar, bagaimana jika aku memakannya saja? Kau tidak akan kesakitan lagi.

'tidak.'

- kenapa? Aku juga bagian darimu kenapa kau menolak ku?

- kau akan kesakitan sampai waktu itu, sakitnya akan menjadi kacau saat semakin dekat. Apa kau sanggup?

- apa aku boleh memakannya?

Suara asing tapi begitu dekat menyapu pendengarannya. Mika meringis menahan sakit. Suaranya dingin tapi terdengar begitu hangat.

Mika tidak akan menyerahkan sisi itu. Ia tidak boleh mengalah.

\+\+

Tubuhnya yang meringkuk perlahan mulai rileks, matanya terbuka sedikit menyesuaikan cahaya, nafasnya tersengal-sengal dengan wajah yang dibasahi keringat.

Bibirnya gemetar saat bergumam, "aku masih hidup."

"Apa yang kau pikirkan?"

Mengikuti suara, yang dikenal. Shu masih menutup matanya menikmati alunan musik klasik.

"Shu? Kenapa kau disini?" Suaranya lemah dan bergetar karena masih menahan rasa sakit. "Ah, maaf seharusnya aku berterima kasih padamu yang sudah menjagaku. Terima kasih Shu."

"Apa yang membuatmu kesakitan?"

Shu pindah dan duduk didepan Mika, menatap lekat wajah yang masih menahan sakit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!