Episode 18

"Besok, Abah sama umah pulang dari Madinah sekalian satu pesawat dengan Gus Akhyar karena mereka berada di tempat dan kebetulan jadwal keberangkatan nya sama dengan pesawat yang sama. Ada penyambutan dari santri putra dan santri putri untuk menyambut kedatangan mereka dan juga Arfan."

Umi berbicara dengan abi di meja makan sembari menaruh nasi dan lauk dari atas piring Abi.

"Apa sudah di persiapkan semuanya?"

"Sudah."

Jawab umi dengan singkat.

"Yang belum di persiapkan adalah hati dan perasaan umi, ketika nanti Abah dan umah tau semua yang telah terjadi dengan Rifa."

Abi seketika menghentikan suapan makanannya dan sejenak melirik ke arah umi yang ada di depannya.

"Umi belum siap menahan malu ketika keluarga besar kita tau akan masalah ini, apalagi jika keluarga kyai Luthfi yang tau, pasti mereka akan langsung membatalkan perjodohan antara Rifa dan Gus Akhyar."

Abi kembali melanjutkan aktivitas nya sembari mendengarkan apa yang umi katakan pada beliau.

"Pokoknya besok ketika acara di mulai dan mereka sudah datang, umi tidak mau Rifa ada di sana, yang ada nanti bisa merusak suasana."

Abi tertegun dan langsung melihat wajah umi.

"Apa maksud umi, biar bagaimanapun Rifa kan juga mau menyambut kedatangan kakaknya yang sudah lama tidak pulang. Kenapa Rifa tidak di perbolehkan untuk ada di sana."

"Kan tadi umi sudah katakan, yang ada nanti malah merusak suasana jika Rifa ada di sana. Sudah banyak santri yang tau akan masalah nya. Umi juga tidak mau ada omongan omongan buruk yang kita dengar apalagi kalau sampai langsung terdengar ke Abah dan umah."

"Kita kan bisa jelaskan semuanya umi, lagian umi kenapa jauh sekali berpikir nya, umi sudah berprasangka buruk duluan dari apa yang belum terjadi."

Suara Abi terdengar sedikit meninggi.

"Sudah jelas jelas Rifa itu salah, kenapa Abi masih belain dia terus. Apa Abi tidak malu dengan perbuatan yang telah dia buat sendiri."

Abi menghela nafasnya dengan perlahan seakan sedang menahan rasa emosi yang mulai timbul.

"Sudah umi, Abi tidak ingin terus terusan membahas ini di meja makan. Yang sudah berlalu biarlah berlalu, lagi pula Rifa sudah menyesali perbuatannya dan tidak akan pernah mengulang nya lagi."

"Kalau sudah sekali berbuat pasti akan menimbulkan rasa ketagihan, umi tidak yakin jika anak itu benar benar benar berubah dan tidak akan mengulangi nya lagi."

Lanjut umi sembari mengaduk aduk makanan yang masih ada di piring nya.

Satu pernyataan yang semakin membuat Rifa terluka ketika tanpa sengaja mendengar nya.

Langkah yang akan berlanjut menuju meja makan untuk menghampiri keduanya, dengan perlahan mundur dan terhenti. Rifa merasa tidak pantas untuk menampakkan dirinya di hadapan ibu dan saudara kandung nya sendiri.

Gadis itu mengedipkan kedua matanya dan menjatuhkan tetes demi tetes air yang mengalir dari keduanya.

"Mereka tidak salah, ini semua adalah salah ku. Aku yang telah menghilangkan kepercayaan mereka dan menghancurkan diri ku sendiri. Aku harus kuat dengan semua yang akan aku hadapi kedepannya. Setiap perbuatan harus ada balasan nya, dan setiap perbuatan harus ada tanggung jawab nya. Ini lah yang harus aku hadapi, bukan hanya dari ibu ku saja, tapi juga seluruh keluarga besar ku nantinya."

"Kuatkan aku ya Allah.... Kuatkan aku untuk menjalani semua ini."

...****************...

Abi kembali menemui Rifa yang ada di belakang rumah seorang diri.

Untuk kali ini, Abi menguraikan senyuman nya ketika melihat kembali wajah putrinya, karena pada saat itu yang Abi lihat bukanlah Rifa dengan ke seduhan dan air mata juga lamunan nya, tapi yang Abi lihat saat ini adalah Rifa dengan suara merdunya melantunkan ayat suci Alquran.

Abi melanjutkan langkahnya dengan perlahan sampai berada dekat dengannya.

Menyadari kedatangan seseorang, Rifa langsung menyudahi bacaan Alquran nya lalu menutup mushaf Alquran yang berada di telapak tangan nya.

"Kenapa berhenti ngaji nya? Abi kan juga mau denger."

Rifa hanya menguraikan senyuman di wajah nya sembari menatap wajah ayahnya.

"Abi senang bisa melihat kamu kembali tersenyum seperti ini. Hal yang telah Abi rindukan sejak seminggu yang lalu."

Tangan Abi mengusap lembut kepala nya yang tertutupi oleh hijab.

Gadis itu sejenak menunduk kan wajahnya dari Abi.

"Rifa sudah menerima semuanya Abi. Rifa serahkan semua hanya kepada Allah. Rifa hanya ingin kembali menjadi Rifa yang taat dan baik seperti dulu yang Abi kenal. Semoga Allah memudahkan jalan Rifa untuk kembali pada Nya."

Abi merangkul Rifa dalam pelukannya.

"Kamu memang anak yang baik Rifa, Abi percaya kalau kamu akan berubah menjadi lebih baik."

Keadaan hening sesaat....

"Besok ada acara penyambutan dari para santri untuk kyai dan Mbah nyai, kang mas mu juga pulang, dia pasti sangat merindukan mu."

Rifa mengangkat wajahnya dan menatap Abi.

"Rifa di rumah saja ya Abi, Rifa tidak ikut dalam acara penyambutan nya."

"Loh kenapa? Kamu kan juga cucunya, kamu berhak ada di sana."

"Tidak Abi, Rifa tidak layak ada di tengah tengah mereka. Rifa ini kan sudah mengotori nama baik keluarga kita. Rifa tidak ingin jika nanti acaranya akan berantakan karena ada Rifa di sana."

"Tidak apa apa Rifa di rumah saja, nanti juga kan Rifa bisa ketemu sama mas Arfan di rumah."

Abi terdiam mendengar apa yang di katakan oleh putrinya itu.

Ia seakan begitu iba melihat keadaan Rifa yang sekarang, betapa pedih hati nya jika nanti semua orang tau akan masalah nya dan menaruh rasa benci pada nya.

"Apa kamu mendengar perkataan umi dan Abi tadi pagi?"

Rifa hanya tersenyum dalam diamnya.

"Tidak sengaja terdengar, Abi. Maaf kalau Rifa sudah lancang mendengar kan apa yang kalian bicarakan."

Suara umi seakan kembali menggema di telinga nya dan membuat nya terus teringat akan kalimat yang beliau sampaikan pada Abi.

Kedua mata nya mulai berkaca kaca, Rifa berusaha dengan keras untuk menyembunyikan kesedihan itu dari tatapan Abi nya.

Abi kembali memeluknya dan mengusap bahunya dengan perlahan.

"Umi sudah tidak peduli lagi pada Rifa bi, Apakah umi juga sudah membenci Rifa?"

Abi sejenak terdiam dan juga menahan air matanya yang akan keluar dari nya.

"Tidak ada seorang ibu yang membenci anak nya sendiri nak. Umi berkata seperti itu karena ia belum bisa menghilangkan rasa kecewanya. Dia masih berusaha untuk menerima akan keadaan yang sebenarnya."

"Kamu jangan pernah berkecil hati jika mendengar perkataan umi yang ketus dan menyinggung, tetap percaya lah, bahwa seorang ibu sangat menyayangi putra putri nya."

Rifa menganggukkan kepalanya dengan perlahan.

"Umi sangat kecewa pada Rifa akan apa yang telah Rifa lakukan, sampai umi tidak mau bicara dan peduli sama Rifa. Lalu kenapa, Abi tidak melakukan hal yang sama seperti umi, apa Abi tidak merasa kecewa dengan kelakuan Rifa?"

Rifa melerai pelukannya lalu menatap wajah ayah nya dengan mata sembab.

Abu sejenak terdiam.

"Apa yang telah menimpa mu saat ini seakan memukul pada diri Abi sendiri. Abi tidak akan bisa marah dengan ini semua Rifa, karena apa yang kamu alami saat ini juga pernah Abi alami dulu."

"Abi juga pernah berada di posisi yang sama seperti mu."

Rifa memutar otaknya dan berpikir keras akan apa yang di katakan oleh ayahnya.

Itu artinya, Rifa adalah karma Abi. Apa yang menimpa Rifa juga pernah menimpa Abi di masa lampau.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!