Episode 20

"Hasan, Fauziah. Ada apa ini?"

Bu nyai melangkahkan kakinya menghampiri keduanya yang ada di belakang rumah.

"Ada apa san, apa yang sedang kalian ribut kan di sini. Umah tidak pernah melihat kalian ribut seperti ini. Apa yang sedang terjadi?"

Abi menundukkan wajahnya dan sesekali berpaling dari umah.

Wajah Abi terlihat bingung, entah apa yang harus ia katakan pada ibunya saat itu. Jika ia mengatakan hal yang lain, ia artinya beliau akan melakukan sebuah kebohongan yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Dan bukan ketenangan yang akan di dapat kan, cepat atau lambat mereka semua akan mengetahuinya.

"Kalian tidak ada yang mau menjawab? Apa umah tidak berhak tau apa yang sedang kalian ributkan?"

Bu nyai menatap keduanya dengan tatapan penuh tanya.

"Kita bicara di dalam saja umah. Biar Hasan jelaskan semuanya."

Akhirnya kalimat itu keluar dari lisannya.

Umi langsung menatap wajah Abi dengan ekspresi tertegun nya.

"Yasudah, umah tunggu di ruang tengah."

Bu nyai berjalan lebih dulu dari keduanya dan meninggalkan mereka yang masih berdiri di tempat nya.

"Apa maksud Abi, apa Abi akan mengatakan yang sebenarnya kepada umah dan Abah?"

"Lebih baik mereka tau sekarang, dari pada harus di tutupi dengan kebohongan yang tidak akan bertahan lama."

****************

"Abah kan sudah pernah peringatkan ke kamu, san. Jaga Rifa baik baik dari pergaulan nya, jangan sampai dia lalai dan terjerumus ke dalam hal yang buruk."

Kyai Agung berkomentar setelah mendengar apa yang Abi katakan kepada mereka.

Abi Hasan menundukkan wajahnya.

"Maafkan Hasan Abah, ini semua memang salah Hasan karena telah lalai dalam mendidik putri Hasan sendiri."

Umi Fauziah hanya menghela nafas dan memalingkan wajah nya saat melihat apa yang sedang terjadi di hadapan nya saat ini.

"Assalamualaikum."

Suara ucapan salam dari seseorang yang baru datang merubah suasana yang hening saat itu.

Semua wajah tertuju pada nya, tatapan tajam langsung di berikan oleh Bu nyai kepada Rifa saat itu juga.

Rifa, dengan hati yang kuat dan teguh memberanikan diri datang menemui nenek dan kakek nya hanya untuk menyalami tangan mereka dan melihat wajah keduanya.

Abi melihat ke arah putrinya begitu juga dengan umi yang bangkit dari duduknya.

"Assalamualaikum Mbah nyai, bagaimana kabarnya."

Rifa mengulurkan tangan kanannya ke arah Bu nyai dengan wajahnya yang penuh senyuman nya.

Rifa menundukkan kepalanya menunggu balasan dari Bu nyai yang menerima salaman dari tangan nya.

Plaak......

Sebuah tamparan pertama mendarat di pipi kanan nya.

"Saya kecewa sama kamu Rifa."

Rifa memegang pipinya dengan sebelah tangannya dan mencoba untuk mengangkat wajahnya dengan perlahan.

Abi, umi dan kyai Agung yang melihat kejadian tersebut hanya bisa diam dan menatap ke arah keduanya.

Kedua kaki Abi hendak melangkah dan menghampiri Rifa untuk mendampingi nya, namun dengan cepat tangan umi menahan nya dan meminta Abi untuk tetap berada di tempat nya.

Rifa pasrah dengan apa yang telah ia terima saat ini. Dia tau jika hal seperti ini pasti akan kembali ia dapatkan saat berhadapan dengan orang yang ia sayangi.

Tidak sepatah kata pun keluar dari lisannya, ia diam dan hanya air mata yang mengungkap kan isi hatinya saat ini.

"Kamu sudah membuat malu keluarga, kamu sudah mencoreng nama baik keluarga, kamu sudah sangat mengecewakan keluarga dan kamu sudah menghancurkan harapan saya selama ini sama kamu. Harapan orang tua kepada cucu kesayangan nya!"

Suara Bu nyai terdengar begitu meninggi, beliau marah dengan semarah marah nya kepada Rifa. Dan hal seperti ini tidak pernah ia lihat sebelumnya dari diri Bu nyai.

Rifa terus menundukkan wajahnya, air mata juga terus mengalir membasahi kedua pipinya.

Ia berdiri dengan kedua lutut nya di hadapan Bu nyai Halimah.

"Rifa minta maaf Mbah, Rifa minta maaf atas apa yang telah terjadi kepada keluarga ini. Rifa menang salah, Rifa telah melakukan kesalahan yang sangat besar."

Rifa terus memohon kepada Bu nyai tanpa sedikitpun pun berani mengangkat wajahnya.

Bu nyai memalingkan wajahnya, terlihat tetesan air mata juga mengalir di kedua pipinya.

"Saya belum bisa memaafkan kamu Rifa. Pergi sekarang dari hadapan saya, saya tidak mau melihat wajah kamu ada di depan saya."

Rifa masih berada di tempat nya ketika Bu nyai memintanya untuk pergi dari hadapan beliau.

"Apa Rifa sehina itu Mbah untuk bisa mendapatkan maaf dari Mbah nyai, apakah tangan Rifa sekotor itu sehingga Mbah tidak mau bersalaman dengan Rifa? Rifa hanya ingin meminta maaf dan menyentuh tangan Mbah nyai, Rifa rindu dengan Mbah nyai."

Berharap jika apa yang ia katakan akan mendapatkan respon yang baik dari Bu nyai.

Tapi pada nyatanya, apa yang ia katakan hanya menambah kekesalan Bu nyai dan semakin membuat beliau kekeh untuk mengusir nya dari tempat itu.

"Saya katakan sekali lagi keluar dari sini Rifa, saya tidak ingin mendengar apapun yang kamu katakan saat ini."

Namun, bukan Rifa namanya jika menyerah begitu saja. Ia masih berada di tempat nya dengan posisinya yang tidak berubah.

"Rifa janji akan berubah menjadi yang lebih baik, Rifa janji akan mewujudkan harapan Mbah kembali."

Bu nyai menggeleng gelengkan kepala nya dan pergi begitu saja dari hadapan Rifa menuju kamar nya.

Rifa dengan perlahan mengangkat wajahnya lalu bangkit dari tempat nya dan mendekati kiyai Agung yang ada di dekat sofa.

"Mbah yai...."

Belum sempat Rifa mengangkat tangannya, kyai Agung pergi begitu saja meninggalkan nya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Kan sudah umi katakan pada mu Rifa, jangan pernah keluar dari rumah hanya ingin meminta maaf kepada mereka semua. Mereka tidak akan bisa memaafkan kesalahan mu."

Umi menambah kan komentar nya dan mengikuti jejak kyai dan bu nyai pergi dari ruangan itu.

Rifa yang malang hanya bisa menangis dan menangis saat itu.

Ia berulang kali mengatur nafasnya dan menahan air matanya agar tidak jatuh kembali membasahi kedua pipinya.

Setelah semuanya pergi meninggalkan tempat itu, langkah Abi mendekat pada putri kesayangan nya itu dan menghampiri nya lalu mendekap nya dengan erat.

Membiarkan Rifa menumpahkan segala keluh kesahnya, menumpahkan semua air matanya dengan perasaan yang penuh luka.

"Rifa nggak kuat Abi.... Rifa nggak kuat..."

Tangisnya dengan suara yang begitu lirih.

"Anak Abi kuat, anak Abi harus kuat. Rifa masih punya Abi, Abi akan selalu membela dan melindungi Rifa."

...****************...

"Eh, itu neng Rifa lewat. Kita tanya aja langsung yuk tentang kabar miring itu."

"Heh jangan, ngawur toh kamu. Nggak kamu lihat apa wajahnya neng Rifa sembab gitu. Itu pasti neng Rifa masih sedih karena baru ketemu sama Bu nyai dan pak kyai."

"Ah apa urusannya. Kan kita cuma mau tanya."

"Alah sudahlah, apa kalian masih meragukan ucapan yang keluar dari lisan orang yang paling terpercaya di pondok ini. Kenapa kalian masih tidak percaya, buktinya juga sudah jelas ada kok."

Beberapa santri putri yang ada di seberang jalan sedang berbincang dan membahas apa yang telah di alami oleh Rifa.

Tatapan mereka sangat berbeda beberapa hari ini, tidak ada lagi rasa hormat yang mereka tunjukkan sebagai seorang santri kepada putri nya kyai.

Apalagi ketika Rifa berjalan dan berpapasan dengan mereka. Tidak ada lagi ucapan salam dan kepala yang menunduk seperti biasa.

Rifa menyadari nya dan ia sama sekali tidak mempermasalahkan nya, ia paham akan apa yang telah mereka terima dan mereka dengar sendiri tentang dirinya.

"Aku telah kehilangan kepercayaan semua orang, bahkan kepercayaan ibu ku sendiri. Aku tidak tau apakah aku akan kuat nanti nya, ketika semua orang semakin membenci diriku akan perbuatan yang telah aku lakukan ada saat itu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!